28.9 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Nego Inalum Tertunda

Bencana tsunami dahsyat di Jepang berpengaruh kepada proses negosiasi kontrak PT Inalum. Menteri BUMN Mustafa Abubakar terang-terangan menyatakan sungkan bila membicarakan Inalum di saat Jepang sedang dilanda duka mendalam.

“Mengenai Inalum sudah saya katakan bahwa jangan dulu kita bicarakan, karena Jepang lagi mengalami musibah,” ujar Mustafa Abubakar usai acara di DPR, kemarin petang (15/3), saat ditanya mengenai perkembangan proses negosiasi antara tim yang dibentuk pemerintah RI, dengan Nippon Asahan Alumminium (NAA)
Saat diajukan lagi pertanyaan mengenai sampai dimana proses negosiasi lagi-lagi Mustafa berdalih belum mau bicara mengenai hal ini lantaran Jepang masih menghadapi musibah. “Kalau kita membahas Inalum tentu ada kaitannya dengan Jepang, sementara mereka lagi menghadapi musibah,” terang mantan Kabulog itu.

Lantas, kapan proses nego dilanjutkan? Mustafa belum berani memastikan. Saat ini, lanjutnya, yang terpenting bagaimana Jepang bisa mengatasi musibah besar itu.

“Untuk saat ini kita berdoa dulu membantu meringankan musibah yang dialami Jepang. Jadi untuk saat ini kita tolerir dulu kepada Jepang untuk tidak membahas masalah Inalum,” katanya.

Seperti diketahui, masa berlakunya Build, Operate and Transfer (BOT) Inalum akan berakhir 2013. Tiga tahun sebelum kontrak habis, sesuai perjanjian, kedua pihak harus bernegosiasi apakah kontrak berlanjut atau diputus. Meski pemerintah sudah menegaskan tidak akan memperpanjang kontrak NAA, namun proses nego tetap harus dilakukan, dengan acuan proposal yang diajukan pihak NAA.

Dalam beberapa kesempatan, Mustafa mengatakan, perbankan plat merah siap mengambil alih saham NAA, yang besarnya 58,9 persen. Dana yang dibutuhkan sekitar 720 juta dolar AS.

Dijelaskan, ada dua opsi pengelolaan Inalum, yakni menjadikannya sebagai BUMN baru atau menjadi anak perusahaan BUMN.

Mustafa juga mengatakan, sejumlah BUMN akan dilibatkan mengelola Inalum ke depan, yakni PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Danareksa Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Aneka Tambang (Antam). (sam)

Bencana tsunami dahsyat di Jepang berpengaruh kepada proses negosiasi kontrak PT Inalum. Menteri BUMN Mustafa Abubakar terang-terangan menyatakan sungkan bila membicarakan Inalum di saat Jepang sedang dilanda duka mendalam.

“Mengenai Inalum sudah saya katakan bahwa jangan dulu kita bicarakan, karena Jepang lagi mengalami musibah,” ujar Mustafa Abubakar usai acara di DPR, kemarin petang (15/3), saat ditanya mengenai perkembangan proses negosiasi antara tim yang dibentuk pemerintah RI, dengan Nippon Asahan Alumminium (NAA)
Saat diajukan lagi pertanyaan mengenai sampai dimana proses negosiasi lagi-lagi Mustafa berdalih belum mau bicara mengenai hal ini lantaran Jepang masih menghadapi musibah. “Kalau kita membahas Inalum tentu ada kaitannya dengan Jepang, sementara mereka lagi menghadapi musibah,” terang mantan Kabulog itu.

Lantas, kapan proses nego dilanjutkan? Mustafa belum berani memastikan. Saat ini, lanjutnya, yang terpenting bagaimana Jepang bisa mengatasi musibah besar itu.

“Untuk saat ini kita berdoa dulu membantu meringankan musibah yang dialami Jepang. Jadi untuk saat ini kita tolerir dulu kepada Jepang untuk tidak membahas masalah Inalum,” katanya.

Seperti diketahui, masa berlakunya Build, Operate and Transfer (BOT) Inalum akan berakhir 2013. Tiga tahun sebelum kontrak habis, sesuai perjanjian, kedua pihak harus bernegosiasi apakah kontrak berlanjut atau diputus. Meski pemerintah sudah menegaskan tidak akan memperpanjang kontrak NAA, namun proses nego tetap harus dilakukan, dengan acuan proposal yang diajukan pihak NAA.

Dalam beberapa kesempatan, Mustafa mengatakan, perbankan plat merah siap mengambil alih saham NAA, yang besarnya 58,9 persen. Dana yang dibutuhkan sekitar 720 juta dolar AS.

Dijelaskan, ada dua opsi pengelolaan Inalum, yakni menjadikannya sebagai BUMN baru atau menjadi anak perusahaan BUMN.

Mustafa juga mengatakan, sejumlah BUMN akan dilibatkan mengelola Inalum ke depan, yakni PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Danareksa Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Aneka Tambang (Antam). (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/