25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Oposisi Dipukul Mundur

Pro-Kadhafi Dekati Benghazi

AJDABIYA – Kekhawatiran tentara opisisi Libya bahwa Kota Ajdabiya bakal menjadi medan perang sengit dalam melawan militer pemerintah terjadi, Rabu (16/3). Akibat serangan militer loyalis Muammar Kadhafi, pasukan oposisi dilaporkan terpukul mundur dan melarikan diri.

BBC melansir, sejumlah mobil berisi tentara oposisi meninggalkan Ajdabiya setelah satu unit tank mengebom salah satu wilayah di pinggiran kota yang dikuasai pejuang anti pemerintah. Namun, oposisi membantah klaim tentara pro-Kadhafi bahwa Ajdabiya telah direbut.

Ajdabiya adalah kota kedua terakhir yang dikuasai kelompok oposisi. Kota lain yang masih menjadi pusat pejuang oposisi adalah Benghazi. BBC melaporkan, setelah membombardir secara besar-besaran, tentara pemerintah telah melakukan penyerangan pertama kemarin.

Langkah maju yang dibuat tentara loyalis Kadhafi itu terjadi seiring dengan pembahasan pemberlakuan zona larangan terbang oleh Dewan Keamanan PBB. Inggris, Prancis, dan Lebanon telah mengusulkan draf resolusi.
Sebelumnya, para pemimpin oposisi Libya mendesak komunitas internasional agar menghentikan pasukan pro-Kadhafi dengan menggunakan pesawat. Meski demikian, bisa dipahami negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina ragu dalam mengambil keputusan pemberlakuan no fly zone. Sebagian di antara mereka khawatir dicap melakukan intervensi militer dalam konflik Libya.

Liga Arab mendukung wacana pemberlakuan no fly zone tersebut. Namun, pertemuan tingkat menteri luar negeri G8 di Paris juga gagal menyepakatinya.

Tentara loyalis Kolonel Muammar Kadhafi menyatakan telah menguasai Ajdabiya. Tetapi, kelompok oposisi menegaskan bahwa serangan pro pemerintah bisa dipatahkan.

Ajdabiya berjarak 160 kilometer dari Benghazi dan menjadi jalur utama menuju perbatasan Mesir. Kondisi di Benghazi dilaporkan semakin tegang selama beberapa jam terakhir. Sementara itu, optimisme kelompok oposisi agar zona larangan terbang diberlakukan meluntur.

Jalal Al Gallal dari Dewan Nasional Transisi Libya menyatakan, bakal terjadi pembantaian jika komunitas internasional tidak melakukan intervensi. “Dia (Kadhafi, Red) akan membunuh orang-orang sipil. Dia akan membunuh mimpi-mimpi mereka (akan kebebasan). Dia menghancurkan kami lagi dan lagi,” ucap dia kepada BBC.
Selasa (15/3), telah terjadi pertempuran sengit di Kota Brega. Kota minyak tersebut telah beberapa kali berganti penguasa, antara pro pemerintah dan oposisi. Kemarin dilaporkan, kelompok oposisi telah kehilangan kontrol atas kota tersebut. Di wilayah barat, pasukan pemerintah dilaporkan berhasil mengambil alih Kota Zuwara dan berupaya merebut Misrata.

Sementara itu, dalam pidatonya melalui televisi, Kadhafi mencela sikap Prancis dan Inggris. “Inggris tidak lagi berarti (bagi Libya) karena telah mengusulkan menyerang Libya. Apakah ada batas antara kita? Apakah Anda (Inggris) penjaga kami? Atas dasar apa,” serunya.

AFP melansir, Menteri Luar Negeri Prancis, Alain Juppe dalam blognya menyatakan bahwa sejumlah negara Arab telah bersedia bergabung dalam operasi militer di Libya. “Hanya ancaman militer yang bisa menghentikan Kadhafi,” tulisnya.   (cak/c11/dos/jpnn)

Pro-Kadhafi Dekati Benghazi

AJDABIYA – Kekhawatiran tentara opisisi Libya bahwa Kota Ajdabiya bakal menjadi medan perang sengit dalam melawan militer pemerintah terjadi, Rabu (16/3). Akibat serangan militer loyalis Muammar Kadhafi, pasukan oposisi dilaporkan terpukul mundur dan melarikan diri.

BBC melansir, sejumlah mobil berisi tentara oposisi meninggalkan Ajdabiya setelah satu unit tank mengebom salah satu wilayah di pinggiran kota yang dikuasai pejuang anti pemerintah. Namun, oposisi membantah klaim tentara pro-Kadhafi bahwa Ajdabiya telah direbut.

Ajdabiya adalah kota kedua terakhir yang dikuasai kelompok oposisi. Kota lain yang masih menjadi pusat pejuang oposisi adalah Benghazi. BBC melaporkan, setelah membombardir secara besar-besaran, tentara pemerintah telah melakukan penyerangan pertama kemarin.

Langkah maju yang dibuat tentara loyalis Kadhafi itu terjadi seiring dengan pembahasan pemberlakuan zona larangan terbang oleh Dewan Keamanan PBB. Inggris, Prancis, dan Lebanon telah mengusulkan draf resolusi.
Sebelumnya, para pemimpin oposisi Libya mendesak komunitas internasional agar menghentikan pasukan pro-Kadhafi dengan menggunakan pesawat. Meski demikian, bisa dipahami negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina ragu dalam mengambil keputusan pemberlakuan no fly zone. Sebagian di antara mereka khawatir dicap melakukan intervensi militer dalam konflik Libya.

Liga Arab mendukung wacana pemberlakuan no fly zone tersebut. Namun, pertemuan tingkat menteri luar negeri G8 di Paris juga gagal menyepakatinya.

Tentara loyalis Kolonel Muammar Kadhafi menyatakan telah menguasai Ajdabiya. Tetapi, kelompok oposisi menegaskan bahwa serangan pro pemerintah bisa dipatahkan.

Ajdabiya berjarak 160 kilometer dari Benghazi dan menjadi jalur utama menuju perbatasan Mesir. Kondisi di Benghazi dilaporkan semakin tegang selama beberapa jam terakhir. Sementara itu, optimisme kelompok oposisi agar zona larangan terbang diberlakukan meluntur.

Jalal Al Gallal dari Dewan Nasional Transisi Libya menyatakan, bakal terjadi pembantaian jika komunitas internasional tidak melakukan intervensi. “Dia (Kadhafi, Red) akan membunuh orang-orang sipil. Dia akan membunuh mimpi-mimpi mereka (akan kebebasan). Dia menghancurkan kami lagi dan lagi,” ucap dia kepada BBC.
Selasa (15/3), telah terjadi pertempuran sengit di Kota Brega. Kota minyak tersebut telah beberapa kali berganti penguasa, antara pro pemerintah dan oposisi. Kemarin dilaporkan, kelompok oposisi telah kehilangan kontrol atas kota tersebut. Di wilayah barat, pasukan pemerintah dilaporkan berhasil mengambil alih Kota Zuwara dan berupaya merebut Misrata.

Sementara itu, dalam pidatonya melalui televisi, Kadhafi mencela sikap Prancis dan Inggris. “Inggris tidak lagi berarti (bagi Libya) karena telah mengusulkan menyerang Libya. Apakah ada batas antara kita? Apakah Anda (Inggris) penjaga kami? Atas dasar apa,” serunya.

AFP melansir, Menteri Luar Negeri Prancis, Alain Juppe dalam blognya menyatakan bahwa sejumlah negara Arab telah bersedia bergabung dalam operasi militer di Libya. “Hanya ancaman militer yang bisa menghentikan Kadhafi,” tulisnya.   (cak/c11/dos/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/