25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tak Mau Cepat Biar Bisa Nikmati Suasana

Tour of California berlangsung delapan etape, 12-19 Mei 2013. Rombongan datang berpisah-pisah. Ada yang berangkat tanggal 9, ada yang berangkat tanggal 12. Berikut catatan AZRUL ANANDA, direktur utama koran Jawa Pos, dibantu YUDY HANANTA dan DIPTA WAHYU.

LATIHAN DULU:  Dari kiri, Tonny Budianto, Aris Utama,  Bob Denhert bersepeda  kawasan pantai sekitar Los Angeles.//SRBC FOR JAWA POS/jpnn
LATIHAN DULU: Dari kiri, Tonny Budianto, Aris Utama, dan Bob Denhert bersepeda di kawasan pantai sekitar Los Angeles.//SRBC FOR JAWA POS/jpnn

Walau lomba dimulai pada 12 Mei, rombongan baru ‘memulai’ program sepeda pada 16 Mei. Yaitu, program bike fitting (penyesuaian sepeda), perkenalan dengan pengelola tur dan guide, serta technical meeting.

Bersepedanya sendiri dilakukan pada 17″20 Mei. Rencananya, hari pertama bersepeda relatif ‘santai’ di kawasan sekililing San Francisco yang indah, lalu menonton ending etape hari tersebut di Kota San Jose.

Pada 18 Mei, rencananya kami disuguhin menu ‘penyiksaan’ utama. Kami diajak mendaki Mount Diablo, dengan ketinggian lebih dari 1.100 meter di atas permukaan laut. Kami mendakinya pada pagi sebelum para profesional lewat, kemungkinan sudah di hadapan para penonton lomba. Di puncak, kami lantas menonton finis etape itu juga.

Lalu, 19 Mei, kami menonton etape terakhir lomba yang finis di Santa Rosa, lalu bersepeda lagi puluhan kilometer menyusuri kawasan tersebut sekaligus kota-kota sekitarnya.

Walau lomba sudah berakhir, kami mendapat tambahan porsi bersepeda pada 20 Mei. Malam itu juga, tepatnya tengah malam, kami langsung pulang kembali ke Indonesia dari San Francisco.

Untuk seluruh program ini, kami sempat menimang-nimang beberapa pilihan pengelola. Bila perjalanan wisata kami dikelola secara maksimal oleh Genta Tours, program bersepedanya mengikuti Cannondale Tours.

Pilihan itu dijatuhkan karena beberapa faktor: Cannondale punya program rutin Tour of California, punya akses ekstra ke lomba. Selain itu, Cannondale menurunkan tim elitenya di California, dan kami bisa mendapat akses untuk bertemu dengan tim!

“Kami telah menyiapkan program yang akan memukau rombongan Anda dari Indonesia,” bunyi pesan Justin Wuycheck, pro series manager, senior guide Cannondale Tour.

Berbeda dengan ketika di Prancis, saat kami membawa sendiri sepeda dari Indonesia, kali ini kami bisa santai. Sepeda-sepeda karbon termutakhir disiapkan Cannondale. Khususnya tipe Super Six Evo, tipe top end.

Meski demikian, peserta boleh membawa sepeda sendiri. Seperti yang dilakukan Sony, penggemar berat sepeda custom. Sony ke California membawa sepeda custom merek Parlee, salah satu merek terbaik asal Amerika.

Ada tiga guide yang khusus disiapkan untuk menemani kami. Salah satunya Lyne Besette (38) mantan pembalap perempuan juara nasional Kanada dengan pengalaman dan prestasi tingkat dunia.

Kami bercanda, anggota kami yang kemampuannya paling hebat, seperti Sun Hin, Budianto, Bambang Poerniawan, dan Rudi, boleh menantang Besette mendaki Mount Diablo. Yang lain santai menikmati suasana di belakang.

“Nggak, saya nggak mau cepat-cepat. Nanti malah tidak bisa menikmati suasana dan pemandangan,” kata Rudi.

Selama masa ‘jalan-jalan’, rombongan juga bisa beradaptasi dengan jam California, yang berselisih 12 jam dengan Indonesia. Belajar dari pengalaman di Prancis, masa adaptasi ini penting kalau ingin bersepedanya segar dan menyenangkan.

“Dulu, kami mendarat di Prancis sudah malam, lalu langsung merakit sepeda dan dinner. Besok pagi-pagi langsung menempuh tanjakan 1.300-an meter di atas permukaan laut. Tubuh ini rasanya belum menyesuaikan diri sudah dihajar tanjakan,” kenang San, pentolan Makassar Cycling Club (MCC).
Kali ini, ketika program bersepeda dimulai, badan sudah menyesuaikan diri. Beberapa peserta, seperti Aris Utama dan Budianto Tanadi, bahkan sudah “curi start” bersepeda.

Mereka menyewa sepeda dulu, lalu ‘berlatih’ di Pacific Coast Highway, di sekitar Los Angeles, bersama Bob Denhert, rekan Aris di California. Tidak tanggung-tanggung, Selasa lalu (14/5) mereka bersepeda sejauh 95 kilometer.

Aris menjelaskan, Denhert bakal ke Surabaya pada akhir Juni nanti. Dia sudah mendaftarkan diri ikut event Audax East Java 2013, yang diselenggarakan Jawa Pos Cycling pada 30 Juni, bersepeda 232 kilometer dalam sehari. “Ini sekaligus berlatih ikut Audax East Java,” kelakar Aris.
Selama masa ‘jalan-jalan’ rombongan juga membiasakan diri dengan cuaca. Walau secara resmi masih musim semi, temperatur di California, khususnya wilayah selatan, melonjak tinggi sekali.

Senin (13/5) lalu suhu konstan di atas 40 derajat Celsius. Udara kering dan nyaris tak ada angin membuat kami serasa dipanggang di oven. Saat mengikuti perkembangan lomba Tour of California, beberapa dari kami langsung berpikir ekstra.

Pada etape-etape awal lomba, karena panas luar biasa, sejumlah pembalap butuh pertolongan dan masuk rumah sakit. Bayangkan, suhu dilaporkan sempat menyentuh 50 derajat Celsius! “Kalau pembalap saja teler, apalagi kita,” ucap Rudi. (bersambung)

Tour of California berlangsung delapan etape, 12-19 Mei 2013. Rombongan datang berpisah-pisah. Ada yang berangkat tanggal 9, ada yang berangkat tanggal 12. Berikut catatan AZRUL ANANDA, direktur utama koran Jawa Pos, dibantu YUDY HANANTA dan DIPTA WAHYU.

LATIHAN DULU:  Dari kiri, Tonny Budianto, Aris Utama,  Bob Denhert bersepeda  kawasan pantai sekitar Los Angeles.//SRBC FOR JAWA POS/jpnn
LATIHAN DULU: Dari kiri, Tonny Budianto, Aris Utama, dan Bob Denhert bersepeda di kawasan pantai sekitar Los Angeles.//SRBC FOR JAWA POS/jpnn

Walau lomba dimulai pada 12 Mei, rombongan baru ‘memulai’ program sepeda pada 16 Mei. Yaitu, program bike fitting (penyesuaian sepeda), perkenalan dengan pengelola tur dan guide, serta technical meeting.

Bersepedanya sendiri dilakukan pada 17″20 Mei. Rencananya, hari pertama bersepeda relatif ‘santai’ di kawasan sekililing San Francisco yang indah, lalu menonton ending etape hari tersebut di Kota San Jose.

Pada 18 Mei, rencananya kami disuguhin menu ‘penyiksaan’ utama. Kami diajak mendaki Mount Diablo, dengan ketinggian lebih dari 1.100 meter di atas permukaan laut. Kami mendakinya pada pagi sebelum para profesional lewat, kemungkinan sudah di hadapan para penonton lomba. Di puncak, kami lantas menonton finis etape itu juga.

Lalu, 19 Mei, kami menonton etape terakhir lomba yang finis di Santa Rosa, lalu bersepeda lagi puluhan kilometer menyusuri kawasan tersebut sekaligus kota-kota sekitarnya.

Walau lomba sudah berakhir, kami mendapat tambahan porsi bersepeda pada 20 Mei. Malam itu juga, tepatnya tengah malam, kami langsung pulang kembali ke Indonesia dari San Francisco.

Untuk seluruh program ini, kami sempat menimang-nimang beberapa pilihan pengelola. Bila perjalanan wisata kami dikelola secara maksimal oleh Genta Tours, program bersepedanya mengikuti Cannondale Tours.

Pilihan itu dijatuhkan karena beberapa faktor: Cannondale punya program rutin Tour of California, punya akses ekstra ke lomba. Selain itu, Cannondale menurunkan tim elitenya di California, dan kami bisa mendapat akses untuk bertemu dengan tim!

“Kami telah menyiapkan program yang akan memukau rombongan Anda dari Indonesia,” bunyi pesan Justin Wuycheck, pro series manager, senior guide Cannondale Tour.

Berbeda dengan ketika di Prancis, saat kami membawa sendiri sepeda dari Indonesia, kali ini kami bisa santai. Sepeda-sepeda karbon termutakhir disiapkan Cannondale. Khususnya tipe Super Six Evo, tipe top end.

Meski demikian, peserta boleh membawa sepeda sendiri. Seperti yang dilakukan Sony, penggemar berat sepeda custom. Sony ke California membawa sepeda custom merek Parlee, salah satu merek terbaik asal Amerika.

Ada tiga guide yang khusus disiapkan untuk menemani kami. Salah satunya Lyne Besette (38) mantan pembalap perempuan juara nasional Kanada dengan pengalaman dan prestasi tingkat dunia.

Kami bercanda, anggota kami yang kemampuannya paling hebat, seperti Sun Hin, Budianto, Bambang Poerniawan, dan Rudi, boleh menantang Besette mendaki Mount Diablo. Yang lain santai menikmati suasana di belakang.

“Nggak, saya nggak mau cepat-cepat. Nanti malah tidak bisa menikmati suasana dan pemandangan,” kata Rudi.

Selama masa ‘jalan-jalan’, rombongan juga bisa beradaptasi dengan jam California, yang berselisih 12 jam dengan Indonesia. Belajar dari pengalaman di Prancis, masa adaptasi ini penting kalau ingin bersepedanya segar dan menyenangkan.

“Dulu, kami mendarat di Prancis sudah malam, lalu langsung merakit sepeda dan dinner. Besok pagi-pagi langsung menempuh tanjakan 1.300-an meter di atas permukaan laut. Tubuh ini rasanya belum menyesuaikan diri sudah dihajar tanjakan,” kenang San, pentolan Makassar Cycling Club (MCC).
Kali ini, ketika program bersepeda dimulai, badan sudah menyesuaikan diri. Beberapa peserta, seperti Aris Utama dan Budianto Tanadi, bahkan sudah “curi start” bersepeda.

Mereka menyewa sepeda dulu, lalu ‘berlatih’ di Pacific Coast Highway, di sekitar Los Angeles, bersama Bob Denhert, rekan Aris di California. Tidak tanggung-tanggung, Selasa lalu (14/5) mereka bersepeda sejauh 95 kilometer.

Aris menjelaskan, Denhert bakal ke Surabaya pada akhir Juni nanti. Dia sudah mendaftarkan diri ikut event Audax East Java 2013, yang diselenggarakan Jawa Pos Cycling pada 30 Juni, bersepeda 232 kilometer dalam sehari. “Ini sekaligus berlatih ikut Audax East Java,” kelakar Aris.
Selama masa ‘jalan-jalan’ rombongan juga membiasakan diri dengan cuaca. Walau secara resmi masih musim semi, temperatur di California, khususnya wilayah selatan, melonjak tinggi sekali.

Senin (13/5) lalu suhu konstan di atas 40 derajat Celsius. Udara kering dan nyaris tak ada angin membuat kami serasa dipanggang di oven. Saat mengikuti perkembangan lomba Tour of California, beberapa dari kami langsung berpikir ekstra.

Pada etape-etape awal lomba, karena panas luar biasa, sejumlah pembalap butuh pertolongan dan masuk rumah sakit. Bayangkan, suhu dilaporkan sempat menyentuh 50 derajat Celsius! “Kalau pembalap saja teler, apalagi kita,” ucap Rudi. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/