30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Muslim India Tolak Pendirian Kuil di Lahan Bekas Masjid

net
UNJUK RASA: Sekolomok mulsim di India saat menggelar unjuk rasa.
UNJUK RASA: Sekolomok mulsim di India saat menggelar unjuk rasa.

INDIA, SUMUTPOS.CO – Dua lembaga himpunan umat Muslim terkemuka mengajukan petisi penolakan keputusan Mahkamah Agung India yang mengizinkan umat Hindu membangun kuil di sebuah situs suci di utara Kota Ayodhya. Masjid kuno berusia 460 tahun pernah berdiri di situs itu, tetapi dihancurkan oleh umat Hindu pada 1992 lalu.

All India Muslim Personal Law Board (AIMPLB) dan organisasi cendekiawan Muslim Jamiat Ulama-i-Hind menentang keputusan mahkamah agung pada 9 November lalu, yang memutuskan bahwa umat Hindu yang berhak mengelola lahan itu.

Putusan itu juga mendukung umat Hindu untuk mengawasi pembangunan sebuah kuil di situs tersebut.

Sementara itu, mahkamah agung juga tetap memberikan sebidang tanah lainnya di Ayodhya untuk dikelola umat Muslim. Di wilayah itu, umat Muslim diizinkan untuk membangun masjid baru.

“AIMPLB akan mengajukan petisi peninjauan dalam kasus #BabriMasjid karena kesalahan nyata dalam putusan mahkamah agung,” demikian pernyataan kelompok itu melalui kicauan di Twitter pada Minggu (17/11).

AIMPLB menyatakan menolak menerima tanah yang dijanjikan mahkamah agung. Senada dengan AIMPLB, Presiden Jamiat Ulama-i-Hind, Arshad Madani, mengatakan bahwa sengketa lahan itu bukan masalah harga diri.

“Ini adalah masalah syariah Islam. Kami tidak dapat memberikan masjid atau mengambil apa pun sebagai pengganti,” kata Madani seperti dikutip AFP.

Sementara itu, Dewan Wakaf Pusat Sunni Uttar Pradesh, salah satu partai Muslim yang terlibat dalam kasus ini, justru menerima putusan mahkamah agung. Meski begitu, kelompok itu belum memutuskan apakah akan menerima sebidang tanah yang ditawarkan tersebut atau tidak.

Keputusan mahkamah agung pada 9 November lalu itu merupakan kelanjutan dari keputusan sebelumnya pada 2010 lalu yang menegaskan bahwa situs suci itu harus dibagi.

Keputusan mahkamah agung pada 2010 lalu memaparkan bahwa dua pertiga wilayah itu dikuasai oleh umat Hindu, sementara sisanya dikuasai umat Muslim.

Sejak itu, keputusan pembagian wilayah itu memicu perselisihan hukum yang panjang. Sengketa situs suci itu di masa lalu bahkan memicu kerusuhan hingga menewaskan ribuan orang.

Pasukan keamanan juga bersiaga menjelang putusan mahkamah agung dibacakan pada 9 November lalu. Baik pemimpin Hindu maupun Muslim juga telah menyerukan umat untuk tenang.

Meski begitu, kepolisian menangkap puluhan orang karena berkomentar ujaran kebencian di media sosial setelah keputusan mahkamah agung keluar.

Sebanyak 77 orang ditangkap di negara bagian Uttar Pradesh. Sementara delapan orang ditangkap di negara bagian Madhya Pradesh. Pihak berwenang juga menindak lebih dari 8.270 unggahan berpotensi memecah belah umat. (bbs/azw)

net
UNJUK RASA: Sekolomok mulsim di India saat menggelar unjuk rasa.
UNJUK RASA: Sekolomok mulsim di India saat menggelar unjuk rasa.

INDIA, SUMUTPOS.CO – Dua lembaga himpunan umat Muslim terkemuka mengajukan petisi penolakan keputusan Mahkamah Agung India yang mengizinkan umat Hindu membangun kuil di sebuah situs suci di utara Kota Ayodhya. Masjid kuno berusia 460 tahun pernah berdiri di situs itu, tetapi dihancurkan oleh umat Hindu pada 1992 lalu.

All India Muslim Personal Law Board (AIMPLB) dan organisasi cendekiawan Muslim Jamiat Ulama-i-Hind menentang keputusan mahkamah agung pada 9 November lalu, yang memutuskan bahwa umat Hindu yang berhak mengelola lahan itu.

Putusan itu juga mendukung umat Hindu untuk mengawasi pembangunan sebuah kuil di situs tersebut.

Sementara itu, mahkamah agung juga tetap memberikan sebidang tanah lainnya di Ayodhya untuk dikelola umat Muslim. Di wilayah itu, umat Muslim diizinkan untuk membangun masjid baru.

“AIMPLB akan mengajukan petisi peninjauan dalam kasus #BabriMasjid karena kesalahan nyata dalam putusan mahkamah agung,” demikian pernyataan kelompok itu melalui kicauan di Twitter pada Minggu (17/11).

AIMPLB menyatakan menolak menerima tanah yang dijanjikan mahkamah agung. Senada dengan AIMPLB, Presiden Jamiat Ulama-i-Hind, Arshad Madani, mengatakan bahwa sengketa lahan itu bukan masalah harga diri.

“Ini adalah masalah syariah Islam. Kami tidak dapat memberikan masjid atau mengambil apa pun sebagai pengganti,” kata Madani seperti dikutip AFP.

Sementara itu, Dewan Wakaf Pusat Sunni Uttar Pradesh, salah satu partai Muslim yang terlibat dalam kasus ini, justru menerima putusan mahkamah agung. Meski begitu, kelompok itu belum memutuskan apakah akan menerima sebidang tanah yang ditawarkan tersebut atau tidak.

Keputusan mahkamah agung pada 9 November lalu itu merupakan kelanjutan dari keputusan sebelumnya pada 2010 lalu yang menegaskan bahwa situs suci itu harus dibagi.

Keputusan mahkamah agung pada 2010 lalu memaparkan bahwa dua pertiga wilayah itu dikuasai oleh umat Hindu, sementara sisanya dikuasai umat Muslim.

Sejak itu, keputusan pembagian wilayah itu memicu perselisihan hukum yang panjang. Sengketa situs suci itu di masa lalu bahkan memicu kerusuhan hingga menewaskan ribuan orang.

Pasukan keamanan juga bersiaga menjelang putusan mahkamah agung dibacakan pada 9 November lalu. Baik pemimpin Hindu maupun Muslim juga telah menyerukan umat untuk tenang.

Meski begitu, kepolisian menangkap puluhan orang karena berkomentar ujaran kebencian di media sosial setelah keputusan mahkamah agung keluar.

Sebanyak 77 orang ditangkap di negara bagian Uttar Pradesh. Sementara delapan orang ditangkap di negara bagian Madhya Pradesh. Pihak berwenang juga menindak lebih dari 8.270 unggahan berpotensi memecah belah umat. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/