30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tak Gentar Meski Kerap Diteror

Randa Habib, Jurnalis yang Dicekal karena Tulisan tentang Ratu Rania

Randa Habib diboikot dan terancam dituntut karena menulis pernyataan para tokoh suku yang mengecam ibu negara Jordania, Ratu Rania. Padahal, kepala biro AFP di Amman itu merupakan orang kepercayaan mendiang Raja Hussein dan sudah 25 tahun lebih berkiprah di istana.

DI komputernya, sebuah artikel baru tertulis beberapa paragraf. Atasannya di kantor pusat AFP di Paris memberikan deadline satu jam. Tetapi, tetap saja dengan ramah Randa Habib menyambut kedatangan Jawa Pos (grup Sumut Pos) di kantornya, di 2nd Circle Jabal Am man, Amman, pada suatu sore pekan lalu. “Saya terkenal ya sekarang,” kata perempuan Prancis berdarah Lebanon yang lahir 58 tahun silam itu.

Wanita yang sejak 1987 menjadi kepala biro AFP di Amman itu terkenal karena diprotes keras sekaligus terancam dituntut Kerajaan Jordania karena tulisannya tentang sang ibu negara, Ratu Rania.

Tulisan itu didasarkan pada pernyataan 36 kepala suku di Jordania yang selama ini menjadi pendukung setia keluarga Hashemite (dinasti yang berkuasa di Jordania). Para kepala suku itu, mengecam tindakan nepotis yang diduga diotaki Ratu Rania dengan menghadiahkan tanah dan lahan pertanian di sejumlah kawasan di Jordania kepada keluarga Al Yassin, keluarga sang ratu.

Padahal, selama ini ada semacam “kontrak budaya” antara kerajaan dan para tokoh suku yang menyebutkan tanah dan lahan itu hanya boleh gunakan untuk kepentingan publik. Para kepala suku tersebut menuding Rania berada di balik naturalisasi 78 ribu keturunan Pakistan di Jordania.

Randa pertama menulis artikel yang mengebohkan itu pada 6 Februari, tapi dalam versi singkat. Ketika itu, para tokoh suku yang mengeluarkan pernyataan tidak menyebutkan nama. Versi panjangnya baru muncul tiga hari kemudian setelah ada nama ke-36 penanda tangan pernyataan. Versi kedua itulah yang langsung direaksi keras kerajaan.

Sehari setelah artikel terbit, rezim berkuasa di Jordania langsung melayangkan surat protes resmi tiga lembar yang diserahkan duta besar Jordania di Paris kepada kantor pusat AFP. Isinya mengecam habis Randa: bias, tidak profesional, menulis tidak berdasar fakta.

“Saat saya menulis artikel itu lagi diterbitkan pada 9 Februari, saya kenal sebagian nama-nama mereka yang mengeluarkan pernyataan. Mereka kredibel. Mereka juga bilang punya bukti atas semua tudingan yang mereka lontarkan,” tuturnya. Tetapi, Randa santai menyikapi semua perkembangan itu.  Sebab, dia didukung penuh pihak AFP dan pengalaman panjangnya sebagai jurnalis yang berkiprah di Timur Tengah, wilayah paling rentan konflik di dunia.(*/c4/jpnn)

Randa Habib, Jurnalis yang Dicekal karena Tulisan tentang Ratu Rania

Randa Habib diboikot dan terancam dituntut karena menulis pernyataan para tokoh suku yang mengecam ibu negara Jordania, Ratu Rania. Padahal, kepala biro AFP di Amman itu merupakan orang kepercayaan mendiang Raja Hussein dan sudah 25 tahun lebih berkiprah di istana.

DI komputernya, sebuah artikel baru tertulis beberapa paragraf. Atasannya di kantor pusat AFP di Paris memberikan deadline satu jam. Tetapi, tetap saja dengan ramah Randa Habib menyambut kedatangan Jawa Pos (grup Sumut Pos) di kantornya, di 2nd Circle Jabal Am man, Amman, pada suatu sore pekan lalu. “Saya terkenal ya sekarang,” kata perempuan Prancis berdarah Lebanon yang lahir 58 tahun silam itu.

Wanita yang sejak 1987 menjadi kepala biro AFP di Amman itu terkenal karena diprotes keras sekaligus terancam dituntut Kerajaan Jordania karena tulisannya tentang sang ibu negara, Ratu Rania.

Tulisan itu didasarkan pada pernyataan 36 kepala suku di Jordania yang selama ini menjadi pendukung setia keluarga Hashemite (dinasti yang berkuasa di Jordania). Para kepala suku itu, mengecam tindakan nepotis yang diduga diotaki Ratu Rania dengan menghadiahkan tanah dan lahan pertanian di sejumlah kawasan di Jordania kepada keluarga Al Yassin, keluarga sang ratu.

Padahal, selama ini ada semacam “kontrak budaya” antara kerajaan dan para tokoh suku yang menyebutkan tanah dan lahan itu hanya boleh gunakan untuk kepentingan publik. Para kepala suku tersebut menuding Rania berada di balik naturalisasi 78 ribu keturunan Pakistan di Jordania.

Randa pertama menulis artikel yang mengebohkan itu pada 6 Februari, tapi dalam versi singkat. Ketika itu, para tokoh suku yang mengeluarkan pernyataan tidak menyebutkan nama. Versi panjangnya baru muncul tiga hari kemudian setelah ada nama ke-36 penanda tangan pernyataan. Versi kedua itulah yang langsung direaksi keras kerajaan.

Sehari setelah artikel terbit, rezim berkuasa di Jordania langsung melayangkan surat protes resmi tiga lembar yang diserahkan duta besar Jordania di Paris kepada kantor pusat AFP. Isinya mengecam habis Randa: bias, tidak profesional, menulis tidak berdasar fakta.

“Saat saya menulis artikel itu lagi diterbitkan pada 9 Februari, saya kenal sebagian nama-nama mereka yang mengeluarkan pernyataan. Mereka kredibel. Mereka juga bilang punya bukti atas semua tudingan yang mereka lontarkan,” tuturnya. Tetapi, Randa santai menyikapi semua perkembangan itu.  Sebab, dia didukung penuh pihak AFP dan pengalaman panjangnya sebagai jurnalis yang berkiprah di Timur Tengah, wilayah paling rentan konflik di dunia.(*/c4/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/