30 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

Lima Tewas dalam Kontak Senjata

SLAVYANSK, SUMUTPOS.CO – Suara berondongan senjata di timur Ukraina memupus harapan warga lokal yang ingin menghayati makna Paskah dalam suasana damai gencatan senjata. Sedikitnya lima orang tewas dalam kontak senjata di dekat Kota Sloviansk.

Media Rusia melaporkan, para korban tewas dalam sebuah serangan di pos pemeriksaan yang dijaga aktivis pro-Rusia. Sementara itu, pemerintah Ukraina menyebut satu orang tewas dalam “bentrokan antara dua kelompok warga”.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam serangan yang mereka duga dilakukan kelompok nasionalis Ukraina itu. Insiden tersebut terjadi di tengah penolakan kelompok-kelompok pro-Rusia untuk meninggalkan fasilitas pemerintah Ukraina yang mereka kuasai.

Padahal, Pakta Jenewa yang ditandatangani Rusia, Ukraina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat Jumat (18/4) menyepakati bahwa semua kelompok militer ilegal di Ukraina harus dibubarkan. Senjata mereka, yang menduduki fasilitas pemerintah, harus dilucuti. Mereka juga harus meninggalkan gedung-gedung tersebut.

Namun, kelompok separatis di Donetsk menganggap pemerintahan Kiev adalah ilegal. Mereka bersikukuh akan bertahan sampai pemerintahan sementara itu dibubarkan. Kontak senjata yang menelan korban kemarin adalah insiden berdarah pertama sejak penandatanganan Pakta Jenewa tiga hari lalu.

Tokoh separatis yang mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai pemimpin pemberontak, Dennis Pushilin, menyatakan, kelompoknya tidak ikut menandatangani kesepakatan Jenewa tersebut. Bos grup yang menyebut kelompok mereka Republik Rakyat Donetsk itu menyatakan, Menlu Rusia Sergey Lavrov, yang menandatangani pakta tersebut, tidak mewakili kelompoknya.

“Dia (Lavrov) mewakili Federasi Rusia,” tegasnya. Pushilin mendesak dilakukannya referendum pada 11 Mei mendatang yang menentukan nasib Donetsk agar terpisah secara penuh dari Ukraina.

Menindaklanjuti pertemuan di Jenewa, pihak-pihak yang terlibat kembali bertemu di Kiev. Meski misi untuk meredakan ketegangan di Ukraina tidak sepenuhnya tercapai, semua pihak sepakat mengizinkan 57 organisasi negara menjadi mediator negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina.

Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) menyatakan akan mengirim deputy chief monitor- nya ke Ukraina Timur demi membantu implementasi pakta internasional tersebut. “Para partisipan pertemuan tersebut menyadari perlunya mengambil langkah konkret untuk mencegah eskalasi lebih luas,” tulis pernyataan resmi OSCE. Menurut mereka, pemerintah Ukraina lebih dulu mengambil langkah pengawasan.

OSCE juga mengatakan, semua pihak yang hadir dalam pertemuan di Kiev Sabtu (19/4) juga setuju bertemu secara rutin. Mereka akan mencari solusi terbaik untuk menghentikan kekerasan yang terus berlanjut di sejumlah kota di Ukraina Timur.

Namun, upaya mencari solusi damai tidak berjalan beriringan dengan perang komentar di media antara pemerintah Rusia dan Amerika Serikat. Washington menuduh Rusia memancing ketegangan di Ukraina dengan menempatkan 40 ribu pasukannya di dekat perbatasan Ukraina. AS juga telah menjatuhkan sanksi blacklist kepada sejumlah pejabat Rusia.

Rusia bersikeras bahwa penempatan itu merupakan bagian dari latihan militer. Presiden Vladimir Putin menegaskan tidak akan menuruti permintaan AS untuk menarik pasukannya.

Negara adidaya Amerika Serikat malah dikabarkan bergabung dalam latihan militer di Eropa Timur. Sumber yang mengetahui langsung rencana tersebut mengungkapkan, latihan gabungan itu akan dilakukan beberapa pekan ke depan di Polandia dan Estonia. Dua negara itu adalah sekutu AS yang berbatasan langsung dengan Rusia. Pemerintah Polandia dan Estonia sendiri merasa tidak nyaman dengan pergerakan militer Rusia di dalam dan di sekitar Ukraina. (AFP/BBC/CNN/cak/c17/dos)

SLAVYANSK, SUMUTPOS.CO – Suara berondongan senjata di timur Ukraina memupus harapan warga lokal yang ingin menghayati makna Paskah dalam suasana damai gencatan senjata. Sedikitnya lima orang tewas dalam kontak senjata di dekat Kota Sloviansk.

Media Rusia melaporkan, para korban tewas dalam sebuah serangan di pos pemeriksaan yang dijaga aktivis pro-Rusia. Sementara itu, pemerintah Ukraina menyebut satu orang tewas dalam “bentrokan antara dua kelompok warga”.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam serangan yang mereka duga dilakukan kelompok nasionalis Ukraina itu. Insiden tersebut terjadi di tengah penolakan kelompok-kelompok pro-Rusia untuk meninggalkan fasilitas pemerintah Ukraina yang mereka kuasai.

Padahal, Pakta Jenewa yang ditandatangani Rusia, Ukraina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat Jumat (18/4) menyepakati bahwa semua kelompok militer ilegal di Ukraina harus dibubarkan. Senjata mereka, yang menduduki fasilitas pemerintah, harus dilucuti. Mereka juga harus meninggalkan gedung-gedung tersebut.

Namun, kelompok separatis di Donetsk menganggap pemerintahan Kiev adalah ilegal. Mereka bersikukuh akan bertahan sampai pemerintahan sementara itu dibubarkan. Kontak senjata yang menelan korban kemarin adalah insiden berdarah pertama sejak penandatanganan Pakta Jenewa tiga hari lalu.

Tokoh separatis yang mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai pemimpin pemberontak, Dennis Pushilin, menyatakan, kelompoknya tidak ikut menandatangani kesepakatan Jenewa tersebut. Bos grup yang menyebut kelompok mereka Republik Rakyat Donetsk itu menyatakan, Menlu Rusia Sergey Lavrov, yang menandatangani pakta tersebut, tidak mewakili kelompoknya.

“Dia (Lavrov) mewakili Federasi Rusia,” tegasnya. Pushilin mendesak dilakukannya referendum pada 11 Mei mendatang yang menentukan nasib Donetsk agar terpisah secara penuh dari Ukraina.

Menindaklanjuti pertemuan di Jenewa, pihak-pihak yang terlibat kembali bertemu di Kiev. Meski misi untuk meredakan ketegangan di Ukraina tidak sepenuhnya tercapai, semua pihak sepakat mengizinkan 57 organisasi negara menjadi mediator negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina.

Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) menyatakan akan mengirim deputy chief monitor- nya ke Ukraina Timur demi membantu implementasi pakta internasional tersebut. “Para partisipan pertemuan tersebut menyadari perlunya mengambil langkah konkret untuk mencegah eskalasi lebih luas,” tulis pernyataan resmi OSCE. Menurut mereka, pemerintah Ukraina lebih dulu mengambil langkah pengawasan.

OSCE juga mengatakan, semua pihak yang hadir dalam pertemuan di Kiev Sabtu (19/4) juga setuju bertemu secara rutin. Mereka akan mencari solusi terbaik untuk menghentikan kekerasan yang terus berlanjut di sejumlah kota di Ukraina Timur.

Namun, upaya mencari solusi damai tidak berjalan beriringan dengan perang komentar di media antara pemerintah Rusia dan Amerika Serikat. Washington menuduh Rusia memancing ketegangan di Ukraina dengan menempatkan 40 ribu pasukannya di dekat perbatasan Ukraina. AS juga telah menjatuhkan sanksi blacklist kepada sejumlah pejabat Rusia.

Rusia bersikeras bahwa penempatan itu merupakan bagian dari latihan militer. Presiden Vladimir Putin menegaskan tidak akan menuruti permintaan AS untuk menarik pasukannya.

Negara adidaya Amerika Serikat malah dikabarkan bergabung dalam latihan militer di Eropa Timur. Sumber yang mengetahui langsung rencana tersebut mengungkapkan, latihan gabungan itu akan dilakukan beberapa pekan ke depan di Polandia dan Estonia. Dua negara itu adalah sekutu AS yang berbatasan langsung dengan Rusia. Pemerintah Polandia dan Estonia sendiri merasa tidak nyaman dengan pergerakan militer Rusia di dalam dan di sekitar Ukraina. (AFP/BBC/CNN/cak/c17/dos)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/