28 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Brunei Tunda Penerapan Hukum Islam Bagi Pelaku Kriminal

Sultan Hassanal Bolkiah menyebutkan penerapan hukum Islam merupakan "sejarah besar".
Sultan Hassanal Bolkiah menyebutkan penerapan hukum Islam merupakan “sejarah besar”.

SUMUTPOS.CO – Brunei menunda penerapan hukum Islam yang berat bagi pelaku kriminal, yang menurut rencana dimulai pada Selasa (23/04).

Pemerintah Brunei menyatakan pada Oktober lalu akan memberlakukan hukuman Syariah termasuk hukuman rajam atau hukuman mati dengan cara dilempar batu, untuk orang dewasa dan potong tangan bagi pencuri.

Asisten Direktur Unit Hukum Islam Unit Jauyah Zaini mengatakan penundaan dilakukan karena “situasi yang tidak dapat dihindari”.

Tidak disebutkan kapan hukuman tersebut akan diberlakukan, tetapi seorang pejabat mengatakan kepada media lokal bahwa undang-undang akan mulai dilaksanakan “dalam waktu dekat”.

Brunei telah menjalankan sejumlah hukum Islam yang lebih ketat dibandingkan Malaysia dan Indonesia, dengan melarang penjualan dan konsumsi alkohol.

Ketika mengumumkan kebijakan tersebut pada tahun lalu, Sultan Hassanal Bolkiah, 67 tahun, menyatakan aturan itu merupakan “salah satu bagian dari sejarah besar bangsa kita.”

Sultan yang merupakan salah stau orang terkaya di dunia, mengatakan peraturan baru tidak akan mengubah kebijakan negara dan secara resmi mengatakan pada masa lalu para hakim diberikan keleluasaan dalam menentukan hukuman.

Pengadilan sipil Brunei yang berdasarkan pada hukum Inggris. Sementara pengadilan Syariah sebelumnya hanya memiliki kewenangan terbatas untuk mengurusi masalah pernikahan dan warisan.

 

DESAKAN PBB

PBB telah menyampaikan “kekhawatiran yang mendalam” mengenai rencana tersebut.

“Dalam hukum internasional, melempar baru kepada orang hingga meninggal meneruskan bentuk penyiksaan, tidak manusiawi atau menurunkan derajat perlakuan atau penurunan, dan jelas dilarang,” jelas juru bicara pada kantor Komisioner Tinggi HAM untuk HAM Rupert Colville, dalam konferensi pers, awal April lalu.

“Kamu mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan dan melakukan kajian komprehensif dengan standar HAM internasional.”

Colville menambahkan bahwa revisi hukuman mati “dapat mendorong kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dimasa mendatang” karena masih adanya stereotip. (NET)

Sultan Hassanal Bolkiah menyebutkan penerapan hukum Islam merupakan "sejarah besar".
Sultan Hassanal Bolkiah menyebutkan penerapan hukum Islam merupakan “sejarah besar”.

SUMUTPOS.CO – Brunei menunda penerapan hukum Islam yang berat bagi pelaku kriminal, yang menurut rencana dimulai pada Selasa (23/04).

Pemerintah Brunei menyatakan pada Oktober lalu akan memberlakukan hukuman Syariah termasuk hukuman rajam atau hukuman mati dengan cara dilempar batu, untuk orang dewasa dan potong tangan bagi pencuri.

Asisten Direktur Unit Hukum Islam Unit Jauyah Zaini mengatakan penundaan dilakukan karena “situasi yang tidak dapat dihindari”.

Tidak disebutkan kapan hukuman tersebut akan diberlakukan, tetapi seorang pejabat mengatakan kepada media lokal bahwa undang-undang akan mulai dilaksanakan “dalam waktu dekat”.

Brunei telah menjalankan sejumlah hukum Islam yang lebih ketat dibandingkan Malaysia dan Indonesia, dengan melarang penjualan dan konsumsi alkohol.

Ketika mengumumkan kebijakan tersebut pada tahun lalu, Sultan Hassanal Bolkiah, 67 tahun, menyatakan aturan itu merupakan “salah satu bagian dari sejarah besar bangsa kita.”

Sultan yang merupakan salah stau orang terkaya di dunia, mengatakan peraturan baru tidak akan mengubah kebijakan negara dan secara resmi mengatakan pada masa lalu para hakim diberikan keleluasaan dalam menentukan hukuman.

Pengadilan sipil Brunei yang berdasarkan pada hukum Inggris. Sementara pengadilan Syariah sebelumnya hanya memiliki kewenangan terbatas untuk mengurusi masalah pernikahan dan warisan.

 

DESAKAN PBB

PBB telah menyampaikan “kekhawatiran yang mendalam” mengenai rencana tersebut.

“Dalam hukum internasional, melempar baru kepada orang hingga meninggal meneruskan bentuk penyiksaan, tidak manusiawi atau menurunkan derajat perlakuan atau penurunan, dan jelas dilarang,” jelas juru bicara pada kantor Komisioner Tinggi HAM untuk HAM Rupert Colville, dalam konferensi pers, awal April lalu.

“Kamu mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan dan melakukan kajian komprehensif dengan standar HAM internasional.”

Colville menambahkan bahwa revisi hukuman mati “dapat mendorong kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dimasa mendatang” karena masih adanya stereotip. (NET)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/