RIYADH, SUMUTPOS.CO – Raja Salman dari Arab Saudi berang. Kemarin (24/5) dia berjanji memberikan pembalasan serupa bagi orang-orang di balik bom bunuh diri di masjid Syiah Jumat (22/5). Serangan tersebut mengakibatkan 21 jamaah tewas dan 101 lainnya luka. Dua korban tewas adalah anak-anak. Itu adalah serangan paling mematikan di Saudi selama beberapa tahun ini. Itu juga menjadi serangan pertama Islamic State of Islam and Syria (ISIS) di negeri berjuluk Petrodolar tersebut.
“Setiap orang yang terlibat, merencanakan, mendukung, atau bersimpati terhadap kejahatan mengerikan ini harus bertanggung jawab dan menerima hukuman yang layak,” ujar Salman.
Pemerintah Arab Saudi menjelaskan, saat kejadian pelaku memasuki Masjid Imam Ali di Desa Al Qudaih, Provinsi Qatif. Masjid tersebut adalah milik minoritas Syiah di Saudi. Pelaku membelit tubuhnya dengan sabuk yang penuh bahan peledak. Saat itu jamaah sedang sujud untuk menunaikan salat Jumat ketika tiba-tiba bom meledak. Korban tewas termasuk anak-anak.
Pihak ISIS mengklaim bahwa mereka adalah dalang di balik serangan itu. Pemerintah Saudi kemarin membenarkan klaim tersebut. Pelaku diidentifikasi bernama Saleh bin Abdul Rahman Saleh Qashimi. Dia merupakan penduduk Saudi yang ingin menjadi anggota ISIS. Pihak ISIS sendiri menjuluki Qashimi sebagai Abu “Ammar Al Najdi.
“Dia termasuk dalam daftar pencarian orang oleh badan keamanan nasional karena termasuk jaringan yang menerima perintah ISIS dari luar negeri,” ujar Kementerian Luar Negeri.
Mereka menambahkan bahwa jaringan ISIS di Saudi diidentifikasi sejak sebulan lalu. Sejauh ini, ada 26 orang yang ditahan. Seluruhnya adalah penduduk Saudi yang ingin menjadi anggota ISIS.
Serangan di Masjid Imam Ali itu terjadi saat hubungan antara warga Syiah dan Sunni di Saudi memanas. Penduduk Syiah yang mayoritas tinggal di area timur merasa dianaktirikan. Mayoritas penduduk Saudi memang Sunni. Meski begitu, penduduk Syiah lebih memilih tidak terbakar emosi terkait serangan ISIS tersebut. Sabtu (23/5) penduduk turun ke jalan menuntut pemerintah supaya penjagaan di pos keamanan Qatif diperketat agar kejadian sama tidak terulang.
“Mereka (korban) marah pada ISIS dan Sunni radikal, tapi tidak pada penduduk Sunni secara umum,” ujar Naseema Assada, salah seorang penduduk Qatif. “Pemerintah harus menjaga penduduknya. Jika tidak, ini adalah salah pemerintah,” tambahnya. (AFP/Reuters/sha/c17/tia)