25.1 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

NATO Takut Kebangkitan Soviet dan Nazi

Rusia Panas

MOSKOW – North Atlantik Treaty Organization (NATO) khawatir kebangkitan ideologi komunis dan Nazi di dua Negara, Rusia dan Jerman.

Padahal, dua Negara tersebut sudah menjelma menjadi negara demokrasi dan mengadopsi perdagangan bebas.

Pernyataan itu disampaikan utusan Rusia untuk NATO Dmitry Rogozin, seperti dikutip RT, Selasa (27/12). Menurut dia, NATO sering memandang Rusia sebelah mata, dan seakanakan, Rusia masih tetap seperti Uni Soviet.

“Tidak peduli, apakah Rusia menjelma menjadi negara imperialis, komunis atau demokratis, mereka (NATO) tetap memandang kami seperti Uni Soviet,” ujar Rogozin.

Dia menyebutkan, hubungan NATO dengan Jerman tampak rumit karena NATO masih mengkhawatirkan kebangkitan Nazi di Jerman.

Hingga kini, Jerman tak memiliki batalyon di satuan angkatan bersenjata NATO.

Rogozin menilai, NATO sengaja melarang Jerman membentuk pasukannya di beberapa operasinya karena NATO masih takut dengan Jerman. Selain itu, Rogozin menganggap NATO masih menggunakan prinsip era Perang Dingin yang dianut mantan Sekretaris Jendral NATO Lord Ismay. “NATO masih menggunakan prinsip lama yakni Amerika di atas, Jerman di bawah, dan Rusia di luar. Hal ini menunjukkan penguasaan terhadap militer Jerman,” tambahnya.

Rogozin berkomentar terhadap sistem pertahanan misil NATO yang digagas Amerika Serikat (AS) dengan mengatakan, NATO tak memiliki teknologi dan pengalaman dalam menciptakan sistem pertahanan. Rogozin menyebut negara- negara Eropa yang bersekutu dengan AS seperti domba-domba yang akan disembelih.

Sementara itu, menjawab aksi demonstrasi ratusan ribu warga Rusia yang menolak kepemimpinan Vladimir Putin, kini pria yang masih menjabat Perdana Menteri Rusia itu malah berang dan menuding pihak oposisi tidak memiliki tujuan politik yang jelas. “Masalah yang muncul adalah, oposisiRusiatidakmemilikiprogram yang jelas untuk membangun Rusia. Mereka tidak menjelaskan secara signifikan, apa yang mereka capai,” ujarnya.

Demonstrasi besar terjadi di Rusia dan diklaim menjadi terbesar sejak runtuhnya Uni Soviet.

Demonstrasi itu bertujuan menentang pencalonan Putin sebagai Presiden Rusia. Pemerintah Rusia menuduh para demonstran dibayar AS dan kekhawatiran NATO melancarkan aksinya.

(bbs/jpnn)

Rusia Panas

MOSKOW – North Atlantik Treaty Organization (NATO) khawatir kebangkitan ideologi komunis dan Nazi di dua Negara, Rusia dan Jerman.

Padahal, dua Negara tersebut sudah menjelma menjadi negara demokrasi dan mengadopsi perdagangan bebas.

Pernyataan itu disampaikan utusan Rusia untuk NATO Dmitry Rogozin, seperti dikutip RT, Selasa (27/12). Menurut dia, NATO sering memandang Rusia sebelah mata, dan seakanakan, Rusia masih tetap seperti Uni Soviet.

“Tidak peduli, apakah Rusia menjelma menjadi negara imperialis, komunis atau demokratis, mereka (NATO) tetap memandang kami seperti Uni Soviet,” ujar Rogozin.

Dia menyebutkan, hubungan NATO dengan Jerman tampak rumit karena NATO masih mengkhawatirkan kebangkitan Nazi di Jerman.

Hingga kini, Jerman tak memiliki batalyon di satuan angkatan bersenjata NATO.

Rogozin menilai, NATO sengaja melarang Jerman membentuk pasukannya di beberapa operasinya karena NATO masih takut dengan Jerman. Selain itu, Rogozin menganggap NATO masih menggunakan prinsip era Perang Dingin yang dianut mantan Sekretaris Jendral NATO Lord Ismay. “NATO masih menggunakan prinsip lama yakni Amerika di atas, Jerman di bawah, dan Rusia di luar. Hal ini menunjukkan penguasaan terhadap militer Jerman,” tambahnya.

Rogozin berkomentar terhadap sistem pertahanan misil NATO yang digagas Amerika Serikat (AS) dengan mengatakan, NATO tak memiliki teknologi dan pengalaman dalam menciptakan sistem pertahanan. Rogozin menyebut negara- negara Eropa yang bersekutu dengan AS seperti domba-domba yang akan disembelih.

Sementara itu, menjawab aksi demonstrasi ratusan ribu warga Rusia yang menolak kepemimpinan Vladimir Putin, kini pria yang masih menjabat Perdana Menteri Rusia itu malah berang dan menuding pihak oposisi tidak memiliki tujuan politik yang jelas. “Masalah yang muncul adalah, oposisiRusiatidakmemilikiprogram yang jelas untuk membangun Rusia. Mereka tidak menjelaskan secara signifikan, apa yang mereka capai,” ujarnya.

Demonstrasi besar terjadi di Rusia dan diklaim menjadi terbesar sejak runtuhnya Uni Soviet.

Demonstrasi itu bertujuan menentang pencalonan Putin sebagai Presiden Rusia. Pemerintah Rusia menuduh para demonstran dibayar AS dan kekhawatiran NATO melancarkan aksinya.

(bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/