25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

20 Ribu Penduduk Spanyol Aksi Dukung Gaza, Sekutu Israel Stop Bantu UNRWA

SUMUTPOS.CO – “Memotong bantuan bagi 2 juta orang di Gaza adalah hukuman kolektif.” Pernyataan itu dikeluarkan Ketua Badan Pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini. Sikap itu muncul setelah Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya memutuskan untuk menghentikan bantuan ke lembaga yang dipimpinnya

MANUVER AS tersebut dilakukan pasca muncul tudingan Israel. Zionos menyebut ada staf UNRWA yang ikut membantu serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

Sekjen PBB Antonio Guterres kemarin (28/1), menyatakan bahwa jika tudingan itu benar, maka dia akan meminta pertanggung jawaban pada setiap staf yang terlibat. “Setiap pegawai PBB yang terlibat dalam aksi teror akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk melalui tuntutan pidana,” ujar Guterres seperti dikutip The Guardian.

Guterres memberikan rincian tentang anggota staf UNRWA yang diduga terlibat. Dari 12 orang yang dituduh, 9 telah diberhentikan, 1 tewas dan 2 orang lainnya sedang diklarifikasi. Awalnya hanya AS, Australia dan Kanada saja yang menghentikan bantuan untuk UNWRA. Lalu pada Sabtu (17/1) Inggris, Jerman, Italia, Belanda, Swiss dan Finlandia menyusul. Guterres meminta agar pemerintah yang menghentikan kontribusinya setidaknya menjamin kelangsungan operasi UNRWA saat ini.

“Puluhan ribu pria dan wanita yang bekerja untuk UNRWA, banyak di antaranya berada dalam situasi paling berbahaya bagi pekerja kemanusiaan, mereka tidak boleh dihukum. Kebutuhan mendesak dari masyarakat yang putus asa yang mereka layani juga harus dipenuhi,’’ ujarnya.

Lazzarini di lain pihak menegaskan bahwa memberikan sanksi pada sebuah badan PBB hanya karena tuduhan kriminal terhadap beberapa individu adalah hal yang tidak bertanggung jawab. Utamanya di saat perang, pengungsian dan krisis politik terjadi di Palestina. ’’Kehidupan masyarakat di Gaza bergantung pada dukungan ini dan begitu pula stabilitas regional,’’ tegasnya.

Sementara itu, sekitar 20 ribu penduduk Spanyol turun ke jalan di Madrid pada Sabtu (27/1). Mereka memberikan dukungan pada warga Palestina. Aksi ini dilakukan sehari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) mengatakan Israel harus mencegah tindakan genosida dalam perangnya dengan Hamas.

Pemerintah Spanyol telah menjadi salah satu pihak yang paling kritis di Eropa atas serangan Israel terhadap Hamas. Spanyol menjadi salah satu negara yang menyambut baik keputusan ICJ. ’’Mereka dalam kondisi tanpa air, tanpa makanan, tanpa apa pun, selama hampir 110 hari. Anak-anak sekarat dan hidup dalam situasi yang sangat sulit,’’ ujar salah satu demonstran Lobna Elnakhala tentang situasi di Gaza.

Terpisah, para pejabat keturunan Arab di negara bagian Michigan, AS menegaskan tidak akan membahas pemilu 2024 jika masih terjadi genosida di Gaza. Banyak pejabat Arab-Amerika terpilih seperti walikota dan legislator negara bagian menolak bertemu dengan Julie Chavez Rodriguez, manajer kampanye Presiden AS Joe Biden. “Sungguh tidak terduga saat ini kita mencoba membicarakan politik elektoral dengan genosida yang sedang terjadi,” ujar Walikota Dearborn Abdullah Hammoud.

Dearborn adalah rumah bagi komunitas besar Palestina, Lebanon, Yaman, dan Iraq. Ia dikenal sebagai ibu kota Arab Amerika. Empat wilayah itu sedang diserang oleh AS maupun Israel.

Israel Harus Hentikan Genosida

Sebelumnya, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional memerintah Israel untuk mencegah genosida terhadap warga Palestina dan berbuat lebih banyak untuk membantu warga sipil. Tindakan pencegahan yang dimaksud itu sesuai dengan Konvensi Genosida PBB 1948 Pasal II. Semua tindakan tersebut wajib dilakukan dalam waktu satu bulan.

Dalam putusan Jumat (26/1) itu, para hakim menyatakan bahwa Israel harus mengambil semua tindakan sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah pasukannya melakukan genosida dan harus mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi kemanusiaan. Meski tidak memerintahkan gencatan senjata, ICJ menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengesampingkan kasus genosida. “Kami memutuskan bahwa warga Palestina masuk dalam kelompok yang dilindungi berdasar Konvensi Genosida 1948,” ujar Joan Donoghue, ketua ICJ, sebagaimana yang dikutip Reuters.

Pengadilan tinggi PBB itu memang tidak secara langsung memerintahkan gencatan senjata, tetapi mengabulkan sejumlah langkah darurat yang diminta Afrika Selatan. Diketahui bahwa Afrika Selatan telah mengadukan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Afrika Selatan meminta pengadilan agar agresi militer Israel yang masih berlangsung dan telah menewaskan lebih dari 25 ribu warga Palestina segera dihentikan.

Israel masih membela diri. Dikutip Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus membantah Israel telah melakukan genosida. “Seperti negara lain, Israel mempunyai hak dasar untuk membela diri. Pengadilan di Den Haag berhak menolak permintaan keterlaluan untuk mencabut hak tersebut dari kami,” katanya.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki menuturkan bahwa negaranya menyambut baik putusan ICJ mengenai situasi di Jalur Gaza yang berpihak pada kemanusiaan dan hukum internasional. “Israel harus mengambil semua langkah untuk mencegah genosida di Jalur Gaza,” tegasnya.

Perintah ICJ, sambung Riyad, menjadi pengingat penting bahwa tidak ada negara yang berada di atas hukum. Dia menambahkan bahwa perintah tersebut harus menjadi peringatan bagi Israel dan para aktor yang terlibat. “Palestina menegaskan kembali rasa terima kasih yang tak terhingga kepada rakyat dan pemerintah Afrika Selatan yang telah mengambil langkah berani dalam solidaritas aktif ini. Palestina akan terus bekerja sama erat dengan Afrika Selatan dan negara-negara lain guna memastikan keadilan ditegakkan,” katanya.

Senada, Pejabat Senior Hamas Sami Abu Zuhri menyatakan bahwa putusan ICJ merupakan perkembangan penting yang berkontribusi dalam mengisolasi pendudukan Israel dan mengungkap kejahatannya di Gaza. “Kami menyerukan untuk memaksa Israel melaksanakan putusan pengadilan tersebut,” tegas Abu Zuhri. (sha/bay/agf/c14/tia/jpg)

SUMUTPOS.CO – “Memotong bantuan bagi 2 juta orang di Gaza adalah hukuman kolektif.” Pernyataan itu dikeluarkan Ketua Badan Pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini. Sikap itu muncul setelah Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya memutuskan untuk menghentikan bantuan ke lembaga yang dipimpinnya

MANUVER AS tersebut dilakukan pasca muncul tudingan Israel. Zionos menyebut ada staf UNRWA yang ikut membantu serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

Sekjen PBB Antonio Guterres kemarin (28/1), menyatakan bahwa jika tudingan itu benar, maka dia akan meminta pertanggung jawaban pada setiap staf yang terlibat. “Setiap pegawai PBB yang terlibat dalam aksi teror akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk melalui tuntutan pidana,” ujar Guterres seperti dikutip The Guardian.

Guterres memberikan rincian tentang anggota staf UNRWA yang diduga terlibat. Dari 12 orang yang dituduh, 9 telah diberhentikan, 1 tewas dan 2 orang lainnya sedang diklarifikasi. Awalnya hanya AS, Australia dan Kanada saja yang menghentikan bantuan untuk UNWRA. Lalu pada Sabtu (17/1) Inggris, Jerman, Italia, Belanda, Swiss dan Finlandia menyusul. Guterres meminta agar pemerintah yang menghentikan kontribusinya setidaknya menjamin kelangsungan operasi UNRWA saat ini.

“Puluhan ribu pria dan wanita yang bekerja untuk UNRWA, banyak di antaranya berada dalam situasi paling berbahaya bagi pekerja kemanusiaan, mereka tidak boleh dihukum. Kebutuhan mendesak dari masyarakat yang putus asa yang mereka layani juga harus dipenuhi,’’ ujarnya.

Lazzarini di lain pihak menegaskan bahwa memberikan sanksi pada sebuah badan PBB hanya karena tuduhan kriminal terhadap beberapa individu adalah hal yang tidak bertanggung jawab. Utamanya di saat perang, pengungsian dan krisis politik terjadi di Palestina. ’’Kehidupan masyarakat di Gaza bergantung pada dukungan ini dan begitu pula stabilitas regional,’’ tegasnya.

Sementara itu, sekitar 20 ribu penduduk Spanyol turun ke jalan di Madrid pada Sabtu (27/1). Mereka memberikan dukungan pada warga Palestina. Aksi ini dilakukan sehari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) mengatakan Israel harus mencegah tindakan genosida dalam perangnya dengan Hamas.

Pemerintah Spanyol telah menjadi salah satu pihak yang paling kritis di Eropa atas serangan Israel terhadap Hamas. Spanyol menjadi salah satu negara yang menyambut baik keputusan ICJ. ’’Mereka dalam kondisi tanpa air, tanpa makanan, tanpa apa pun, selama hampir 110 hari. Anak-anak sekarat dan hidup dalam situasi yang sangat sulit,’’ ujar salah satu demonstran Lobna Elnakhala tentang situasi di Gaza.

Terpisah, para pejabat keturunan Arab di negara bagian Michigan, AS menegaskan tidak akan membahas pemilu 2024 jika masih terjadi genosida di Gaza. Banyak pejabat Arab-Amerika terpilih seperti walikota dan legislator negara bagian menolak bertemu dengan Julie Chavez Rodriguez, manajer kampanye Presiden AS Joe Biden. “Sungguh tidak terduga saat ini kita mencoba membicarakan politik elektoral dengan genosida yang sedang terjadi,” ujar Walikota Dearborn Abdullah Hammoud.

Dearborn adalah rumah bagi komunitas besar Palestina, Lebanon, Yaman, dan Iraq. Ia dikenal sebagai ibu kota Arab Amerika. Empat wilayah itu sedang diserang oleh AS maupun Israel.

Israel Harus Hentikan Genosida

Sebelumnya, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional memerintah Israel untuk mencegah genosida terhadap warga Palestina dan berbuat lebih banyak untuk membantu warga sipil. Tindakan pencegahan yang dimaksud itu sesuai dengan Konvensi Genosida PBB 1948 Pasal II. Semua tindakan tersebut wajib dilakukan dalam waktu satu bulan.

Dalam putusan Jumat (26/1) itu, para hakim menyatakan bahwa Israel harus mengambil semua tindakan sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah pasukannya melakukan genosida dan harus mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi kemanusiaan. Meski tidak memerintahkan gencatan senjata, ICJ menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengesampingkan kasus genosida. “Kami memutuskan bahwa warga Palestina masuk dalam kelompok yang dilindungi berdasar Konvensi Genosida 1948,” ujar Joan Donoghue, ketua ICJ, sebagaimana yang dikutip Reuters.

Pengadilan tinggi PBB itu memang tidak secara langsung memerintahkan gencatan senjata, tetapi mengabulkan sejumlah langkah darurat yang diminta Afrika Selatan. Diketahui bahwa Afrika Selatan telah mengadukan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Afrika Selatan meminta pengadilan agar agresi militer Israel yang masih berlangsung dan telah menewaskan lebih dari 25 ribu warga Palestina segera dihentikan.

Israel masih membela diri. Dikutip Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus membantah Israel telah melakukan genosida. “Seperti negara lain, Israel mempunyai hak dasar untuk membela diri. Pengadilan di Den Haag berhak menolak permintaan keterlaluan untuk mencabut hak tersebut dari kami,” katanya.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki menuturkan bahwa negaranya menyambut baik putusan ICJ mengenai situasi di Jalur Gaza yang berpihak pada kemanusiaan dan hukum internasional. “Israel harus mengambil semua langkah untuk mencegah genosida di Jalur Gaza,” tegasnya.

Perintah ICJ, sambung Riyad, menjadi pengingat penting bahwa tidak ada negara yang berada di atas hukum. Dia menambahkan bahwa perintah tersebut harus menjadi peringatan bagi Israel dan para aktor yang terlibat. “Palestina menegaskan kembali rasa terima kasih yang tak terhingga kepada rakyat dan pemerintah Afrika Selatan yang telah mengambil langkah berani dalam solidaritas aktif ini. Palestina akan terus bekerja sama erat dengan Afrika Selatan dan negara-negara lain guna memastikan keadilan ditegakkan,” katanya.

Senada, Pejabat Senior Hamas Sami Abu Zuhri menyatakan bahwa putusan ICJ merupakan perkembangan penting yang berkontribusi dalam mengisolasi pendudukan Israel dan mengungkap kejahatannya di Gaza. “Kami menyerukan untuk memaksa Israel melaksanakan putusan pengadilan tersebut,” tegas Abu Zuhri. (sha/bay/agf/c14/tia/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/