25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tim Medis RS Elisabeth Patahkan Tulang Bayi

PERTEMUAN: Keluarga Jimmy bertemu dengan Komisi B DPRD Medan untuk mencari keadilan.(foto: ist/sumutpos)

SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit (RS) Elisabeth Medan dilaporkan ke DPRD Medan. Pasalnya, tim medis diduga telah melakukan malpraktik ketika melakukan proses persalinan. Akibatnya, lengan bayi yang dilahirkan patah.

NASIB malang itu menimpa bayi dari pasangan Dedy Jimmy Hutapea dan istrinya Dora Br Manullang.

Berbulan-bulan, warga Jalan Ayahanda Gang Tabib, Medan itu mencari keadilan. Selasa (21/8), rasa keadilan itu akhirnya diperoleh setelah keduanya mengadu ke Komisi B DPRD Kota Medan.

Dalam pertemuan tersebut, hadir Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth, Maria Kristina, dr Alfred C Satyo mewakili Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan dan Kapala Dinas (Kadis) Kesehatan Kota Medan, Usma Polita.

Komisi B DPRD Kota Medan merekomendasi agar RS Elisabeth Medan bertanggung jawab secara penuh atas bayi pasangan Dedy Jimmy Hutapea dan Dora Br Manulang untuk ditangani hingga pulih.

Selain itu, rumah sakit tersebut disarankan membentuk tim ahli saraf, dokter anak dan lainnya agar bayi bisa ditangani dengan cepat.

Diceritakan Jimmy, peristiwa itu terjadi tanggal 31 Oktober 2017. Saat itu, istrinya akan melahirkan.

Mereka langsung melakukan konsultasi ke dr Zaman Kaban, sebagai dokter konsultasi pemeriksaan kandungan.

“Kami selama ini rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke dokter Zaman Kaban. Pas istri saya mengalami kontraksi, kami meminta saran rumah sakit dan kami memilih Santa Elisabeth,” ungkap Jimmy dihadapan anggota Komisi B DPRD Medan, Herri Zulkarnaen Hutajulu, Wong Chung Sen dan Edward Hutabarat.

Saat tiba di rumah sakit, istri Jimmy mengalami kontraksi dan berharap lahir secara normal. Singkat cerita, seorang perawat akhirnya melakukan penanganan medis.

Akan tetapi, dalam proses persalinan tersebut terjadi keganjilan. Karena perawat melakukan dorongan yang sangat kuat dari perut hingga bayi keluar.

“Bayi saya ditarik begitu dengan kuat sekali dan bidan yang menangani tampak berbisik dengan tim medis hingga saya curiga,” akunya.

Usai melahirkan, Jimmy mendapat kabar buruk. Alangkah terkejut hancur saat bidan menyatakan bayinya yang berjenis kelamin perempuan mengalami kelainan.

“Saya diberitahu oleh dokter dalam bahasa medis tapi saya tidak tahu artinya. Akhirnya, saya cari tahu sendiri dan ternyata bayi saya mengalami patah lengan,” sebutnya seraya mengatakan, dokter bilang bila tidak ditangani cepat maka akan cacat seumur hidup.

Dari situ, Jimmy bersama istri berembuk mencari solusi terbaik untuk mencari keadilan. Akhirnya, diputuskan melaporkan kasus ini ke DPRD Medan.

Direktur RS Santa Elisabeth Medan, Maria Kristina tak menampik akan hal itu. Maria mengaku, pihaknya sudah berupaya melakukan penanganan pemulihan.

“Kondisi bayi yang dilahirkan saat itu besar. Sehingga dilakukan tindakan destonasi bahu atau penekukan bahu untuk menyelamatkan bayi,” ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya sudah berupaya agar bayi bisa ditangani dengan cepat tapi belum membuahkan hasil.

Dalam pertemuan, sempat terjadi perdebatan dengan kuasa hukum Jimmy. Ancol menyayangkan sampai sekarang belum ada keseriusan pihak RS Santa Elisabeth Medan.

“Cukup lama persoalan ini sampai sekarang belum ada tindakan apapun. Kami sudah mengirimkan hasil dari dokter lainya serta sebagai perbandingan, tapi juga tidak direspon,” kata Ancol.

Tak ingin berdebat lama, akhirnya diputuskan untuk segera dibentuk tim bersama. Hal ini langsung disetujui pihak Dinas Kesehatan Kota Medan.

“Usia bayi ini masih bisa ditangani segera dibentuk saja tim untuk penanganan secara bersama dengan melibatkan IDI, Dinkes Kota Medan, tim ahli dokter dan juga DPRD,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Usma Polita yang langsung disetujui pihak Komisi B DPRD Kota Medan serta pihak rumah sakit.

Sementara, Dora Br Manullang, sebagai ibu dari bayi, hanya bisa berlinang air mata. “Bagaimana perasaan seorang ibu melihat anak diberlakukan seperti ini. Anakku sekarang ini alami kelainan aku hanya berharap sembuh total,” ucapnya.

Bila keadilan yang dituntutnya tak tercapai, Dora mengaku hanya bisa berharap kepada kalangan dermawan agar bayinya bisa dibawa berobat ke luar negeri.

“Kami sudah capek mencari keadilan. Sebagai ibu saya ingin nantinya anakku ini tumbuh dan berkembang tanpa kekurangan apa pun,” ujar Dora.(ris/ala)

PERTEMUAN: Keluarga Jimmy bertemu dengan Komisi B DPRD Medan untuk mencari keadilan.(foto: ist/sumutpos)

SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit (RS) Elisabeth Medan dilaporkan ke DPRD Medan. Pasalnya, tim medis diduga telah melakukan malpraktik ketika melakukan proses persalinan. Akibatnya, lengan bayi yang dilahirkan patah.

NASIB malang itu menimpa bayi dari pasangan Dedy Jimmy Hutapea dan istrinya Dora Br Manullang.

Berbulan-bulan, warga Jalan Ayahanda Gang Tabib, Medan itu mencari keadilan. Selasa (21/8), rasa keadilan itu akhirnya diperoleh setelah keduanya mengadu ke Komisi B DPRD Kota Medan.

Dalam pertemuan tersebut, hadir Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth, Maria Kristina, dr Alfred C Satyo mewakili Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan dan Kapala Dinas (Kadis) Kesehatan Kota Medan, Usma Polita.

Komisi B DPRD Kota Medan merekomendasi agar RS Elisabeth Medan bertanggung jawab secara penuh atas bayi pasangan Dedy Jimmy Hutapea dan Dora Br Manulang untuk ditangani hingga pulih.

Selain itu, rumah sakit tersebut disarankan membentuk tim ahli saraf, dokter anak dan lainnya agar bayi bisa ditangani dengan cepat.

Diceritakan Jimmy, peristiwa itu terjadi tanggal 31 Oktober 2017. Saat itu, istrinya akan melahirkan.

Mereka langsung melakukan konsultasi ke dr Zaman Kaban, sebagai dokter konsultasi pemeriksaan kandungan.

“Kami selama ini rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke dokter Zaman Kaban. Pas istri saya mengalami kontraksi, kami meminta saran rumah sakit dan kami memilih Santa Elisabeth,” ungkap Jimmy dihadapan anggota Komisi B DPRD Medan, Herri Zulkarnaen Hutajulu, Wong Chung Sen dan Edward Hutabarat.

Saat tiba di rumah sakit, istri Jimmy mengalami kontraksi dan berharap lahir secara normal. Singkat cerita, seorang perawat akhirnya melakukan penanganan medis.

Akan tetapi, dalam proses persalinan tersebut terjadi keganjilan. Karena perawat melakukan dorongan yang sangat kuat dari perut hingga bayi keluar.

“Bayi saya ditarik begitu dengan kuat sekali dan bidan yang menangani tampak berbisik dengan tim medis hingga saya curiga,” akunya.

Usai melahirkan, Jimmy mendapat kabar buruk. Alangkah terkejut hancur saat bidan menyatakan bayinya yang berjenis kelamin perempuan mengalami kelainan.

“Saya diberitahu oleh dokter dalam bahasa medis tapi saya tidak tahu artinya. Akhirnya, saya cari tahu sendiri dan ternyata bayi saya mengalami patah lengan,” sebutnya seraya mengatakan, dokter bilang bila tidak ditangani cepat maka akan cacat seumur hidup.

Dari situ, Jimmy bersama istri berembuk mencari solusi terbaik untuk mencari keadilan. Akhirnya, diputuskan melaporkan kasus ini ke DPRD Medan.

Direktur RS Santa Elisabeth Medan, Maria Kristina tak menampik akan hal itu. Maria mengaku, pihaknya sudah berupaya melakukan penanganan pemulihan.

“Kondisi bayi yang dilahirkan saat itu besar. Sehingga dilakukan tindakan destonasi bahu atau penekukan bahu untuk menyelamatkan bayi,” ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya sudah berupaya agar bayi bisa ditangani dengan cepat tapi belum membuahkan hasil.

Dalam pertemuan, sempat terjadi perdebatan dengan kuasa hukum Jimmy. Ancol menyayangkan sampai sekarang belum ada keseriusan pihak RS Santa Elisabeth Medan.

“Cukup lama persoalan ini sampai sekarang belum ada tindakan apapun. Kami sudah mengirimkan hasil dari dokter lainya serta sebagai perbandingan, tapi juga tidak direspon,” kata Ancol.

Tak ingin berdebat lama, akhirnya diputuskan untuk segera dibentuk tim bersama. Hal ini langsung disetujui pihak Dinas Kesehatan Kota Medan.

“Usia bayi ini masih bisa ditangani segera dibentuk saja tim untuk penanganan secara bersama dengan melibatkan IDI, Dinkes Kota Medan, tim ahli dokter dan juga DPRD,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Usma Polita yang langsung disetujui pihak Komisi B DPRD Kota Medan serta pihak rumah sakit.

Sementara, Dora Br Manullang, sebagai ibu dari bayi, hanya bisa berlinang air mata. “Bagaimana perasaan seorang ibu melihat anak diberlakukan seperti ini. Anakku sekarang ini alami kelainan aku hanya berharap sembuh total,” ucapnya.

Bila keadilan yang dituntutnya tak tercapai, Dora mengaku hanya bisa berharap kepada kalangan dermawan agar bayinya bisa dibawa berobat ke luar negeri.

“Kami sudah capek mencari keadilan. Sebagai ibu saya ingin nantinya anakku ini tumbuh dan berkembang tanpa kekurangan apa pun,” ujar Dora.(ris/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/