25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Orang Buta Jangan Dipandang Sebelah Mata

“Tidak ada template sebenarnya bukan menjadi masalah bagi kami, karena kami masih bisa membawa keluarga atau orang yang dipercayai mengantarkan kami ke bilik pencoblosannya. Tapi masalahnya banyak TPS yang tidak menerima ada orang lain kecuali si pencoblos masuk ke bilik itu.”

Masyarakat Sumut sebentar lagi akan menyambut Pemilihan Gubernur Sumut 2013. Proses transisi pergantian pemerintahan pun tengah dipersiapkan. Masyarakat sudah sangat siap untuk melakukan pencoblosan di masing-masing TPS di daerahnya. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu adalah hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Namun Syaiful Bakti Daulay SH (47), ketua I DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut beserta rekan-rekannya masih menunggu dan berharap pihak KPUD datang melakukan sosialisasi terhadap mereka.

Syaiful terlihat duduk santai bersama rekannya, Rusman (40), Sekretaris DPD Pertuni Sumut di kantor Pertuni di Jalan Sampul, Nomor 30, Medan, Minggu (3/3) kemarin. Mereka baru saja mengadakan arisan bulanan, sesekali mereka bicara akan gegap-gempitanya suasana menjelang Pilgubsu di luar sana, meskipun tidak dapat melihat kemeriahan pesta politik tersebut tapi kehebohannya tetap terdengar sampai ke kuping mereka.

Di sela-sela pembicaraannya, mereka bertanya-tanya, menjelang Pemilu yang hanya tinggal hitungan hari mengapa pihak KPU belum juga melihatkan tanda-tanda untuk memberikan sosialisasi kepada mereka tentang tata cara untuk mencoblos bagi masyarakat penyandang tuna netra. “Kenapa sampai saat ini belum juga ada sosialisasi dari KPU tentang tata cara pencoblosan bagi kami,” tanya Syaiful.

Biasanya, untuk Pemilu, selalu ada sosialisasi yang dilakukan oleh pihak KPU tentang tata cara pencoblosan, bahkan ada tamplate atau kertas suara khusus bagi penyadang tuna netra. Namun saat ini, tidak ada tanda-tanda adanya hal tersebut. Tanpa adanya template maka jalan satu-satunya adalah mencoblos dengan ditemani orang yang dipercaya, bisa anaknya, istrinya dan rekannya yang dipercaya dan yang jelas tidak tuna netra. Cara ini menjadi solusinya, namun kekwatiran juga muncul dengan adanya solusi ini. Sebenarnya kejadian ini bukan untuk yang pertama kalinya, saat pemilihan kepala daerah, Sofyan juga rekan-rekannya tidak mendapatkan fasilitas template dan cara tersebut telah dilakukan, tapi tetap saja solusi ini tak berjalan baik. Keluarga yang dipercayai untuk mengantarkan pencandang tuna netra ke bilik pencoblosan dilarang untuk masuk dan harus digantikan dengan panitia di TPS.

Jelas hal ini menimbulkan keraguan bagi dirinya. Karena memang saat-saat pemilu mesin-mesin politik ikut bermain. “Tidak ada template sebenarnya bukan menjadi masalah bagi kami, karena kami masih bisa membawa keluarga atau orang yang dipercayai mengantarkan kami ke bilik pencoblosannya. Tapi masalahnya banyak TPS yang tidak menerima ada orang lain kecuali si pencoblos masuk ke bilik itu dan panitialah yang akhirnya menemani. Tapi kitakan jadi ragu,” katanya.

Dalam situasi seperti ini, wajar ketakutan-ketakutan tersebut timbul dari para masyarakat penyandang tuna netra karena bagaimanapun kondisinya mereka tetap ingin memilih pemimpin yang benar ia percaya membawa perubahan bagi Sumut juga yang mampu mensejahterakan dan memperhatikan disabilitas tuna netra.

“Apapun bisa saja terjadi, kita kan gak tahu, kita pingin coblos no sekian malah ditunjukkan nomor sekian, kami jugakan ingin memilih pemimpin yang kami percayai karena kami tidak juga tidak mendukung satupun kandidat,” ujarnya.

Pertuni sebenarnya mengharapkan adanya solusi terbaik bagi tuna netra untuk mencoblos dari KPU, karena bagaimanapun kondisinya, mereka memiliki hak suara untuk memilih pemimimpin Sumut. Meskipun pasangan cagub nomor urut 1, 2 dan 5 telah berkunjung ke Pertuni untuk memperkenalkan diri serta menyampaikan upaya yang akan dilakukan untuk mensejahterakan masyarakat penyandang tuna netra, Sofyan dan rekan-rekannya tidak berpihak kepada satu kandidat dari ketiga calon tersebut.

“Kami tidak ada berpihak oleh siapapun, makanya kami memilih pemimpin yah yang sesuai dengan hati masing-masing, makanya kami harap ada solusi yang baik agar kami bisa mencoblos dengan tenang dan nyaman,” katanya.

Hanya satu harapan Sofyan, bilapun tidak ada tamplate, ia mengharapkan masing-masing TPS mau memberikan izin kepada salah seorang keluarganya yang menemani ia atau penyandang tuna netra lainnya yang ada di Sumut untuk menemani dan membantu proses pencoblosan nantinya. Harapan yang sepele memang, namun satu suara saja, mampu menentukan kehidupan Sumut kedepannya.

Harapan Pertuni Kepada Cagubsu saat ini sangat besar, penyandang disabilitas memang tidak bisa dipandang sebelah mata, mereka juga merupakan warga negara Indonesia yang harus lebih diperhatikan. Cagubsu diminta untuk peka dengan berbagai masalah yang ada di Sumut khususnya bagi para penyandang tuna netra.

“Cagub terpilih nanti harus memperhatikan disabilitas netra di Sumut, tahun 2010 hingga 2011, usaha-usaha disabilitas, selalu mendapat bantun, namun mulai 2012 hingga saat ini, belum bantuan lagi dari pemerintah. Memang Dinas Sosial selalu membantu berupa bantuan barang, tapi bantuan usaha yang dahulunya ada sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya.

Ia mengharapkan agar pemimpin Sumut yang terpilih nantinya, mampu menyejahterakan seluruh masyarakat Sumut tanpa terkecuali. (*)

“Tidak ada template sebenarnya bukan menjadi masalah bagi kami, karena kami masih bisa membawa keluarga atau orang yang dipercayai mengantarkan kami ke bilik pencoblosannya. Tapi masalahnya banyak TPS yang tidak menerima ada orang lain kecuali si pencoblos masuk ke bilik itu.”

Masyarakat Sumut sebentar lagi akan menyambut Pemilihan Gubernur Sumut 2013. Proses transisi pergantian pemerintahan pun tengah dipersiapkan. Masyarakat sudah sangat siap untuk melakukan pencoblosan di masing-masing TPS di daerahnya. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu adalah hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Namun Syaiful Bakti Daulay SH (47), ketua I DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut beserta rekan-rekannya masih menunggu dan berharap pihak KPUD datang melakukan sosialisasi terhadap mereka.

Syaiful terlihat duduk santai bersama rekannya, Rusman (40), Sekretaris DPD Pertuni Sumut di kantor Pertuni di Jalan Sampul, Nomor 30, Medan, Minggu (3/3) kemarin. Mereka baru saja mengadakan arisan bulanan, sesekali mereka bicara akan gegap-gempitanya suasana menjelang Pilgubsu di luar sana, meskipun tidak dapat melihat kemeriahan pesta politik tersebut tapi kehebohannya tetap terdengar sampai ke kuping mereka.

Di sela-sela pembicaraannya, mereka bertanya-tanya, menjelang Pemilu yang hanya tinggal hitungan hari mengapa pihak KPU belum juga melihatkan tanda-tanda untuk memberikan sosialisasi kepada mereka tentang tata cara untuk mencoblos bagi masyarakat penyandang tuna netra. “Kenapa sampai saat ini belum juga ada sosialisasi dari KPU tentang tata cara pencoblosan bagi kami,” tanya Syaiful.

Biasanya, untuk Pemilu, selalu ada sosialisasi yang dilakukan oleh pihak KPU tentang tata cara pencoblosan, bahkan ada tamplate atau kertas suara khusus bagi penyadang tuna netra. Namun saat ini, tidak ada tanda-tanda adanya hal tersebut. Tanpa adanya template maka jalan satu-satunya adalah mencoblos dengan ditemani orang yang dipercaya, bisa anaknya, istrinya dan rekannya yang dipercaya dan yang jelas tidak tuna netra. Cara ini menjadi solusinya, namun kekwatiran juga muncul dengan adanya solusi ini. Sebenarnya kejadian ini bukan untuk yang pertama kalinya, saat pemilihan kepala daerah, Sofyan juga rekan-rekannya tidak mendapatkan fasilitas template dan cara tersebut telah dilakukan, tapi tetap saja solusi ini tak berjalan baik. Keluarga yang dipercayai untuk mengantarkan pencandang tuna netra ke bilik pencoblosan dilarang untuk masuk dan harus digantikan dengan panitia di TPS.

Jelas hal ini menimbulkan keraguan bagi dirinya. Karena memang saat-saat pemilu mesin-mesin politik ikut bermain. “Tidak ada template sebenarnya bukan menjadi masalah bagi kami, karena kami masih bisa membawa keluarga atau orang yang dipercayai mengantarkan kami ke bilik pencoblosannya. Tapi masalahnya banyak TPS yang tidak menerima ada orang lain kecuali si pencoblos masuk ke bilik itu dan panitialah yang akhirnya menemani. Tapi kitakan jadi ragu,” katanya.

Dalam situasi seperti ini, wajar ketakutan-ketakutan tersebut timbul dari para masyarakat penyandang tuna netra karena bagaimanapun kondisinya mereka tetap ingin memilih pemimpin yang benar ia percaya membawa perubahan bagi Sumut juga yang mampu mensejahterakan dan memperhatikan disabilitas tuna netra.

“Apapun bisa saja terjadi, kita kan gak tahu, kita pingin coblos no sekian malah ditunjukkan nomor sekian, kami jugakan ingin memilih pemimpin yang kami percayai karena kami tidak juga tidak mendukung satupun kandidat,” ujarnya.

Pertuni sebenarnya mengharapkan adanya solusi terbaik bagi tuna netra untuk mencoblos dari KPU, karena bagaimanapun kondisinya, mereka memiliki hak suara untuk memilih pemimimpin Sumut. Meskipun pasangan cagub nomor urut 1, 2 dan 5 telah berkunjung ke Pertuni untuk memperkenalkan diri serta menyampaikan upaya yang akan dilakukan untuk mensejahterakan masyarakat penyandang tuna netra, Sofyan dan rekan-rekannya tidak berpihak kepada satu kandidat dari ketiga calon tersebut.

“Kami tidak ada berpihak oleh siapapun, makanya kami memilih pemimpin yah yang sesuai dengan hati masing-masing, makanya kami harap ada solusi yang baik agar kami bisa mencoblos dengan tenang dan nyaman,” katanya.

Hanya satu harapan Sofyan, bilapun tidak ada tamplate, ia mengharapkan masing-masing TPS mau memberikan izin kepada salah seorang keluarganya yang menemani ia atau penyandang tuna netra lainnya yang ada di Sumut untuk menemani dan membantu proses pencoblosan nantinya. Harapan yang sepele memang, namun satu suara saja, mampu menentukan kehidupan Sumut kedepannya.

Harapan Pertuni Kepada Cagubsu saat ini sangat besar, penyandang disabilitas memang tidak bisa dipandang sebelah mata, mereka juga merupakan warga negara Indonesia yang harus lebih diperhatikan. Cagubsu diminta untuk peka dengan berbagai masalah yang ada di Sumut khususnya bagi para penyandang tuna netra.

“Cagub terpilih nanti harus memperhatikan disabilitas netra di Sumut, tahun 2010 hingga 2011, usaha-usaha disabilitas, selalu mendapat bantun, namun mulai 2012 hingga saat ini, belum bantuan lagi dari pemerintah. Memang Dinas Sosial selalu membantu berupa bantuan barang, tapi bantuan usaha yang dahulunya ada sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya.

Ia mengharapkan agar pemimpin Sumut yang terpilih nantinya, mampu menyejahterakan seluruh masyarakat Sumut tanpa terkecuali. (*)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/