Ekonom Dradjad H Wibowo membongkar patgulipat di balik impor daging sapi. Menurutnya, kasak-kusuk tidak hanya dalam hal penentuan kuota impor, tapi juga saat meloloskan daging impor di pelabuhan.
Secara runut Dradjad menjelaskan, awalnya Kementerian Pertanian seolah-olah memang akan mendobrak dominasi 12 pemain daging impor dengan membuka sebanyak mungkin pemain baru. Namun faktanya, sebagian besar pemain baru itu hanya berjualan ijin saja. “Artinya hanya dipinjam sebagai bendera, atau kalaupun benar-benar mengimpor, jumlahnya sangat kecil,” kata Dradjad, Minggu (10/2).
Dari praktik itu pula maka pemain baru merasa lebih untung dengan mengambil fee yang dihitung per kilogram daging. Dradjad tak memungkiri adanya oknum dari partai politik (parpol) maupun nonparpol yang melindungi para pemain baru impor daging itu. Tentunya, kata Djadjad, perlindungan itu tak gratis karena pemain impor daging harus menyediakan fee.
Lantas dari mana para pemain daging impor menutup fee untuk oknum parpol maupun nonparpol itu? Dari hasil investgasi Dradjad terungkap bahwa fee itu ditutup dari pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Dengan berbagai alasan, mafia impor berhasil memperjuangkan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor daging. Akibatnya, selama periode Januari 2010-Juli 2011, negara kehilangan PPN sebesar Rp546 miliar. Itu hanya dari daging sapi, termasuk jeroannya,” beber bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu.
Mengutip database Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan, Dradjad menyebut jumlah impor daging sapi tahun 2010 mencapai 90.541.414 kilogram (Kg) daging dan 49.599.762 kg jeroan/daging sisa. Jadi totalnya 140.141.176 kg daging dan jeroan sapi/daging sisa.
Sementara untuk periode Januari-Jun 2011 jumlah impornya adalah 25.080.734 kg daging dan 16.398.425 kg jeroan/daging sisa. Totalnya adalah 41.479.159 kg.
Dari angka itu, kata Dradjad, jumlah PPN yang harus dibayar importer adalah Rp 548.803.681.353,00 atau Rp548,8 miliar. “Ini dibebankan kepada 49 importer. Tapi dari jumlah itu, yang dibayarkan kepada negara hanya Rp2,8 miliar. Sisanya yang Rp546 miliar dibebaskan, sehingga menjadi tambahan keuntungan importer,” beber Dradjad.
Anehnya, lanjut Dradjad, jumlah PPN yang dibebaskan itu ternyata setara dengan fee yang harus dibayarkan importer kepada oknum-oknum yang membantu mereka. Dari informasi yang diterima Dradjad, fee itu besarnya Rp5000 per kg daging dan Rp2000 per kg jeroan. “Jika dikalikan data impor di atas dengan fee yang harus disetor, diperoleh angka sekitar Rp452,5 miliar ditambah Rp 99 miliar, yaitu Rp551,5 miliar,” sebutnya. (ara/jpnn)