26 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Tentang 7,6 Hektare Sawit

Meninggalkan bisnis bengkel dan beralih ke kelapa sawit bukan pekerjaan gampang. Tapi, atas nama komitmen, jujur, dan ikhlas, Haji Anif terus berusaha maju. Padahal, modal dasar dia menggeluti bisnis kepala sawit hanya dengan lahan seluas 7,6 hektare.

“Saya mulai pada 1982, di Desa Sekoci, Besitang (Kabupaten Langkat, Red). Tidak luas, hanya 7,6 hektar. Memang, saat itu belum begitu banyak yang membuka kebun sawit. Setelah itu berkembang hingga dipercayai mengelolah PIR (Perkebunan Inti Rakyat, Red) lokal,” kenang bapak aktif dalam olahraga berburu dan memancing ini.

Setelah dipercayai mengelola PIR lokal, perkebunan Haji Anif pun terus berkembang. Awalnya hanya sekitar 1.500 hektare di Langkat. Namun, dari situ terus dikembangkan. Mulanya hanya punya lahan di Langkat, kini sudah punya di Deliserdang, Mandailing Natal dan Riau.Kini petani swadaya tersebut telah menjadikan ladang sawitnya yang seluas 7,6 hektar itu menjadi puluhan ribu hektare. Nama perusahaan pun ia bentuk, selain PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM), sebelumnya lebih dulu tercatat PT Anugerah Sawindo (ASI).

Lalu, seiring kemajuan yang dicapai, Haji Anif tidak lupa berbagi rezeki. Warga sekitar perkebunan juga ikut merasakan kemajuan perkebunan tersebut. Misalnya PT ALAM yang berada di Madina. Dengan memilih empat desa di Kecamatan Muara Batang Gadis, Haji Anif telah membangun kebun plasma sejak 2005 lalu. Jumlah petani yang terangkul dalam program ini (data 2011) mencapai 1.211 Kepala Keluarga (KK). Menariknya, di daerah ini Haji Anif memberikan tiga hektar kebun kelapa sawit per petani. Jadi, total lahan yang terpakai hampir mencapai 4.000 hektar. “Belakangan saya baru tahu kalau perusahaan saya adalah yang pertama kali di Indonesia menerapkan PIR kelapa sawit dengan luas kebun plasma tiga hektar per KK,” ungkap Haji Anif kepada Sumut saat berada di Madina pada 2011 lalu.

“Saya menyadari, dengan minimal tiga hektarlah petani bisa nyaman menjalani hidup. Menurut hitungan saya, dengan lahan seluas itu, dalam masa tanam 8 tahun, petani akan mendapat penghasilan 5 hingga 10 juta per bulan,” sambungnya.

Maka, tidak berlebihan jika pada “Konfrensi 100 Tahun Industri Sawit Indonesia” Haji Anif terpilih sebagai salah satu pembicara pada sesi Corporate Social Responbility. Selain Haji Anif, pembicara lainnya adalah Haposan Panjaitan (PT Asian Agri) dan Joko Supriyono (PT Astra Argo Lestari).Setelah tumbuh dan berkembang di bisnis sawit, Haji Anif pun mulai merambah properti. Tonggak popularitas Haji Anif, antara lain, sukses membangun megaperumahan mewah di Medan, Kompleks Cemara Asri dan Cemara Abadi. Maklum, kompleks perumahan ini terbilang paling mewah di Medan, selain Kompleks Setiabudi, dengan harga per unit di atas Rp2,5 miliar. “Kami membangunnya awal 1990-an. Kita punya sekitar 300 hektare tanah di kompleks ini,” katanya. (*)

Meninggalkan bisnis bengkel dan beralih ke kelapa sawit bukan pekerjaan gampang. Tapi, atas nama komitmen, jujur, dan ikhlas, Haji Anif terus berusaha maju. Padahal, modal dasar dia menggeluti bisnis kepala sawit hanya dengan lahan seluas 7,6 hektare.

“Saya mulai pada 1982, di Desa Sekoci, Besitang (Kabupaten Langkat, Red). Tidak luas, hanya 7,6 hektar. Memang, saat itu belum begitu banyak yang membuka kebun sawit. Setelah itu berkembang hingga dipercayai mengelolah PIR (Perkebunan Inti Rakyat, Red) lokal,” kenang bapak aktif dalam olahraga berburu dan memancing ini.

Setelah dipercayai mengelola PIR lokal, perkebunan Haji Anif pun terus berkembang. Awalnya hanya sekitar 1.500 hektare di Langkat. Namun, dari situ terus dikembangkan. Mulanya hanya punya lahan di Langkat, kini sudah punya di Deliserdang, Mandailing Natal dan Riau.Kini petani swadaya tersebut telah menjadikan ladang sawitnya yang seluas 7,6 hektar itu menjadi puluhan ribu hektare. Nama perusahaan pun ia bentuk, selain PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM), sebelumnya lebih dulu tercatat PT Anugerah Sawindo (ASI).

Lalu, seiring kemajuan yang dicapai, Haji Anif tidak lupa berbagi rezeki. Warga sekitar perkebunan juga ikut merasakan kemajuan perkebunan tersebut. Misalnya PT ALAM yang berada di Madina. Dengan memilih empat desa di Kecamatan Muara Batang Gadis, Haji Anif telah membangun kebun plasma sejak 2005 lalu. Jumlah petani yang terangkul dalam program ini (data 2011) mencapai 1.211 Kepala Keluarga (KK). Menariknya, di daerah ini Haji Anif memberikan tiga hektar kebun kelapa sawit per petani. Jadi, total lahan yang terpakai hampir mencapai 4.000 hektar. “Belakangan saya baru tahu kalau perusahaan saya adalah yang pertama kali di Indonesia menerapkan PIR kelapa sawit dengan luas kebun plasma tiga hektar per KK,” ungkap Haji Anif kepada Sumut saat berada di Madina pada 2011 lalu.

“Saya menyadari, dengan minimal tiga hektarlah petani bisa nyaman menjalani hidup. Menurut hitungan saya, dengan lahan seluas itu, dalam masa tanam 8 tahun, petani akan mendapat penghasilan 5 hingga 10 juta per bulan,” sambungnya.

Maka, tidak berlebihan jika pada “Konfrensi 100 Tahun Industri Sawit Indonesia” Haji Anif terpilih sebagai salah satu pembicara pada sesi Corporate Social Responbility. Selain Haji Anif, pembicara lainnya adalah Haposan Panjaitan (PT Asian Agri) dan Joko Supriyono (PT Astra Argo Lestari).Setelah tumbuh dan berkembang di bisnis sawit, Haji Anif pun mulai merambah properti. Tonggak popularitas Haji Anif, antara lain, sukses membangun megaperumahan mewah di Medan, Kompleks Cemara Asri dan Cemara Abadi. Maklum, kompleks perumahan ini terbilang paling mewah di Medan, selain Kompleks Setiabudi, dengan harga per unit di atas Rp2,5 miliar. “Kami membangunnya awal 1990-an. Kita punya sekitar 300 hektare tanah di kompleks ini,” katanya. (*)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Terpopuler

Artikel Terbaru

/