Siapa tak kenal CV Agro Sipirok Hijau di Sipirok, Tapanuli Selatan? Tempat usaha pembibitan tanaman ini menjadi salah satu primadona bagi para pemburu bibit tanaman. Meski sudah cukup tenar, CV Agro Sipirok Hijau ini berdiri dari perjalanan panjang nan berliku yang dialami Herman Hatimulan Harahap.
—–
Pria kelahiran Sipirok yang saat ini berusia 38 tahun tersebut memutar kembali pengalamannya hingga akhirnya berkenalan dengan pembibitan. Sejak kecil Herman sudah menyukai tanaman. Kesukaannya ini diturunkan oleh bapaknya yang adalah seorang petani sawah.
“Saya terlahir sebagai anak petani, akrab dengan tanaman sudah mendarah daging,” ujar Herman saat ditemui di Sibio-bio, November lalu.
Awal menikah pada 2011, ia mulai fokus berbisnis di sektor pertanian. Awalnya padi sawah dan jagung pipil. Lantas, ia bercocok tanam hortikultura seperti cabai, tomat, dan sayur-sayuran di atas lahan sendiri dan lahan sewa seluas total 4 hektar.
Ketika sedang asyik-asyiknya mendulang untung dari pertanian, Covid-19 yang muncul pada 2019 perlahan-lahan meluluhlantakkan usahanya itu. Pandemi Covid-19 yang membatasi pergerakan manusia berdampak besar ke ruang ekonomi dan sosial.
Harga pupuk dan pestisida melambung tinggi, sedangkan hama terus menyerang. Ditambah lagi, nilai ekonomi komoditas cabai tidak menguntungkan bagi petani. Herman sampai empat kali gagal menanam cabai, dan membuatnya rugi.
Di tengah kekecewaan itu, Herman tidak putus asa. Ia terus mencari peluang untuk membuat terus bertahan hidup. Sampai akhirnya ia melihat lockdown yang diwajibkan saat awal pandemi Covid-19 membuat pegawai kantoran harus bekerja dari rumah dan menghabiskan masa rehatnya di kebun atau halaman rumah. Mereka yang bekerja dari rumah atau dikenal dengan istilah work from home (WFH) ini berkebun kecil-kecilan untuk mengusir rasa penat selama lockdown berlangsung.
“Saya terpikir untuk melakukan pembibitan. Waktu itu ada lahan tidak terurus peninggalan orang tua, saya bersihkan untuk belajar pembibitan. Saya cari bibit di marketplace, dapat penjual bibit dari Binjai. Waktu itu bulan puasa tahun 2020,” tutur Herman.
Ia ingin memesan sekitar 200 bibit dari seorang pembibit di Binjai. Total biaya yang mesti dia bayar Rp600.000, nilai yang bagi Herman saat itu sangat berarti. Niatnya urung karena penjual menyatakan kemungkinan besar tidak bisa mengantar bibit ke rumah Herman akibat banyak jalan ditutup jelang Idulfitri. Dana yang sudah disiapkan Herman akhirnya dipakai untuk merayakan Hari Raya Lebaran.
Seminggu setelah Hari Raya, datang penjual bibit dari Binjai mengantarkan 200 bibit tanaman ke rumah Herman. Saat itu Herman tidak punya uang sama sekali
“Ternyata penjual ini menolak dibayar karena katanya ia tersentuh dengan cerita saya yang pernah gagal dan ingin belajar pembibitan. Saya saat itu terkejut sekali, kok ada orang sebaik ini,” ujar Herman.
Dari 200 bibit cuma-cuma itulah Herman mengawali bisnisnya sebagai penjual bibit tanaman. Setahun lamanya Herman menjadi reseller, hingga akhirnya ia melakukan pembibitan sendiri karena jumlah pelanggannya sudah banyak.
“Saya saat itu memberanikan diri. Kalau sudah maju, jangan mundur lagi,” ucap alumnus SMAN 1 Sipirok ini.
Herman lantas meminjam modal ke kerabatnya. Dengan tekun ia menjalani kegiatan usaha penangkaran bibit tanaman. Melalui bisnisnya ini, ia bisa menyerap tenaga kerja lokal. Ada tiga warga desa yang diberdayakannya untuk mengurus penangkaran bibit tanaman perkebunan dan hortikultura setiap hari. Di hari-hari tertentu, belasan orang lain bekerja sebagai tenaga kerja lepas.
Bisnisnya itu kemudian dilegalisasi melalui pendirian CV Agro Sipirok Hijau (ASH). Dalam sebulan, ASH bisa menghasilkan belasan juta rupiah, dengan jalur pemasaran di media sosial dan pesanan dominan bibit durian.
Pada 2023 ia mengikuti Program Petani Aktor Milenial yang dibesut PT Agincourt Resources, perusahaan tambang emas dan perak di Tapanuli Selatan. Dari audisi program tersebut ia meraih juara satu.
“Lewat program ini saya belajar banyak hal, mulai dari pelajaran budidaya, menanam bawang, membuat pestisida, hingga membangun sumber daya manusia. Lengkap sekali dan sangat berguna,” kata Herman.
Ia bercita-cita ingin memajukan bidang pertanian di Tapanuli Selatan, juga mengubah persepsi masyarakat tentang petani yang seringkali dianggap kecil.
“Saya ingin mengajak masyarakat untuk melihat petani tidak dengan sebelah mata, tetapi menyadari bahwa menjadi petani itu keren,” ungkap ayah tiga anak ini.
Beralamat di tepian Jalan Lintas Tarutung-Padang, Dusun Sumuran, Kelurahan Baringin, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Herman membina berbagai jenis bibit, dengan perlakuan sepenuh hati.
Di halaman rumahnya ini ada berbagai jenis bibit tanaman buah dan hias, diantaranya durian, manggis, alpukat, cengkeh, jeruk, matoa, aren, pinang betara, kayu manis, karet, jengkol, petai hingga jenis kayu-kayuan seperti gaharu. Dan sekarang telah siap diedarkan dan ditanam.
Herman punya visi, 20 hingga 30 tahun ke depan, dunia akan berebut pangan seiring dengan demografi global yang semakin pangan. Karena itu, sebagai negeri agraris, generasi harus memiliki kemampuan bertani, sebagai kemampuan bertahan di era mendatang.
“Selain kita usaha pembibitan, kita terus bertani ketahanan pangan padi sawah varietas Silatihan dan Siporang seluas setengah hektar dan tanaman jagung pipil,” cerita pria membaktikan dirinya meng-influence pemuda sekitar untuk percaya diri bertani.
Setelah mengikuti program Aktor Petani Milenial PTAR, Herman mulai lebih giat membagikan dan menyerap inovasi pertanian. Utamanya bagi mereka pemuda-pemudi di sekitar tempat tinggalnya. Di samping itu, jejaring pasar pun semakin lebar dan berkembang. Itu pula yang membikin ia makin optimis menjadi petani muda yang berjiwa wirausahawan.
“Seiring itu, apalagi nantinya kami didukung oleh pemerintah. Dan semoga urusan yang bersangkutan dengan usaha kami nanti bisa dibantu dan diarahkan. Seperti pengurus perizinan, pendaftaran e-katalog, pembentukan koperasi (Petani Milenial Martabe) dan lainnya,” kata Herman, juarawan Aktor Petani Milenial PTAR 2023 itu. (rel/san)