Agaknya belum banyak studi yang mengungkapkan soal implikasi sosial ekonomi dibalik momen perayaan hari valentine di Indonesia. Kecuali maraknya polemik pro dan kontra di berbagai media di setiap bulan Februari- sepertinya- kita patut menyimak dampak ekonomi yang ditimbulkan dari perayaan hari valentine di sejumlah negara. Tak usah berdebat panjang soal akar tradisi dan substansi budaya karena toh muaranya adalah rembesan ekonomi di sektor konsumsi.
COBA kita simak bersama. Di Amerika Serikat, menurut data Biro Sensus Amerika seperti dikutip dari www.history.com, sekitar 188 juta kartu valentine dipertukarkan setiap tahun pada momen hari valentine. Angka ini sekaligus mencerminkan bahwa lebih dari setengah penduduk Amerika Serikat merayakan hari valentine dengan membeli sedikitnya satu kartu ucapan.
Di industri lain, cokelat misalnya, pada tahun 2010 saja tercatat 1.241 industri cokelat dan cocoa menyedot 43.322 tenaga kerja, utamanya di industri sejenis di negara bagian California dan Penssilvania.
Sementara tahun yang sama pula ada 515 industri memproduksi makanan non-cokelat memberikan lapangan kerja untuk 22.234 orang lainnya. Efek lainnya adalah pemasukan di bidang pengangkutan produksi tersebut mencapai 13,9 milliar dollar AS untuk produksi cokelat, serta 5,7 milliar dollar AS untuk produksi non-cokelat. Tahun 2011 ini terdapat 3.467 jumlah toko permen (candy stores) di Amerika Serikat yang habis-habisan mempromosikan toko mereka sebagai sumber sajian pesta perayaan hari valentine.
Ini belum terhitung omset industri bunga. Kombinasi antara pedagang grosir dan eceran bunga potong yang mempunyai omset 100.000 dollar AS atau lebih menghasilkan sekitar 397 juta dollar AS. Sama halnya dengan tahun lalu, produksi bunga ros dan bunga tulip dipredikasi tak jauh dari perputaran uang tahun lalu yakni sekitar 39 juta dollar AS. Ada setidaknya 21.667 produsen bunga potong dan 109.915 tenaga kerja yang bekerja keras untuk mengeduk perputaran uang sedahsyat itu. Di bidang industri permata atau batu mulia terdata 28.772 toko di Amerika Serikat menawarkan berbagai perhiasan demi menyambut valentine. Dan, tahun lalu saja, angka penjualan mereka menembus 2,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp5 Triliun, jika dihitung dari kurs 1 Dollar AS = Rp9 ribu. Fantastis! Tak hanya di belahan AS, industri konsumsi serupa menjelang hari valentine juga merambah Jepang dan Korea Selatan.
Jika pada perayaan valentine para pria memberikan coklat kepada pasangannnya sebagai ungkapan kasih sayang, namun di Jepang dan Korea justru kebalikannya. Di hari valentine tersebut justru para wanita yang memberi hadiah berupa cokelat atau permen kepada para pria. Ada dua jenis cokelat yang di berikan sebagai hadiah yaitu ‘honmei-choko’ dan ‘girichoko’.
Kata Honmei-choko berarti “true love chocolate”, diberikan pada pria yang menjadi pujaan hati wanita. Sedangkan girichoko berarti ‘obligation chocolate’, yang diberikan pada teman- teman pria atu rekan kerja yang tak memiliki hubungan romansa. Di dua negara ini, hari valentine diperingati dua kali yaitu 14 Februari dan 14 Maret. Pada 14 Februari, para wanita biasanya akan memberi honmei-choko dan giri-choko kepada para pria pasangan mereka atau pujaan hati mereka. Biasanya cokelat yang diberikan tersebut merupakan hasil buatan sendiri untuk mengekspresikan perasaan dan keteguhan hati mereka kepada pasangan terkasih.
Selanjutnya pada tanggal 14 Maret merupakan waktunya bagi para pria untuk mengembalikan hadiah yang diberikan.
Giri-choko bisa dikembalikan sesuai bentuk aslinya, namun honmei-choko harus dikembalikan dengan harga berkali-kali lipat dari aslinya. Biasanya para pria Jepang mengembalikan honmei-choko dalam bentuk perhiasan, lingerie, atau beberapa kado romantis lainnya. Di Jepang tanggal 14 Maret dijuluki sebagai White Day, julukan ini terlahir oleh sebuah perusahaan marshmallow Jepang yang memperkenalkan tradisi pengembalian hadiah valentine mulai tahun 1960-an. Di Korea, White Day dimanfaatkan oleh para pria untuk mengungkapkan perasaan pada wanita yang dicintainya. Coba bayangkan berapa ribu Yen dan Won berputar di Jepang dan Korea berputar pada momen valentine tersebut? Terlepas dari sejarahnya, yang konon muncul dari masa kelam, dibalik peringatan Hari Valentine itu, ternyata ada nuansa bisnis di belakangnya. Seperti penjualan berbagai pernak- pernik aksesoris yang berbentuk hati, penganan berupa kue tart, cokelat, dan sebagainya yang juga berbentuk hati.
Begitu pula para pedagang bunga dan karangan bunga, merangkai bunga khusus untuk peringatan hari valentine itu.
Tak ketinggalan café, restoran, hotel, dan mal-mal, berusaha menangkap peluang bisnis dibalik peringatan hari kasih sayang tersebut. Tentu saja yang menjadi sasarannya adalah para remaja maupun pasangan muda yang sangat terpengaruh oleh nuansa hari valentine.
Warna-warni pink seakan mendominasi hari Kasih Sayang ini. Namun belakangan ini ada pula produsen yang melemparkan warna kuning untuk produknya seperti yang dilakukan oleh Fu-Bi yang membuat Chocolate Scented Headphones, sebuah headphone dengan cita rasa cokelat. Lantas ada NTT Docomo bekerja sama dengan Sharp meluncurkan sebuah ponsel full cokelat.
Memang belum ada penelitian, seberapa besar trickle down effect secara ekonomi di setiap momentum valentine. Namun diyakini, kalangan anak muda yang getol merayakannya terus meningkat sejalan merebaknya berbagai situs jejaring sosial, seperti facebook, twitter, dan sebagainya. Tentu saja kalangan pebisnis kreatif yang justru kecipratan laba lewat produkproduk bernuansa valentine, misalnya memproduksi secara massal coklat berbentuk hati.
Di lain waktu, momen valentine pada 14 Februari nanti juga dimanfaatkan produsen otomotif mempromosikan produknya.
Contohnya produsen motor Yamaha. Sebanyak 150 konsumen loyal Yamaha diundang untuk makan malam romantis alias candle light dinner. Di masing-masing restoran diundang 50 konsumen.
Memang, di Indonesia efek momen valentine yang (masih) kontroversial ini bukan berarti dinisbikan sama sekali. Impactnya tetap ada, tapi jika dicermati sebetulnya relatif tak sedahsyat di negara lain. Dari data yang dirilis dari Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), permintaan cokelat olahan di pasar lokal tahun 2012 ini boleh jadi melonjak hingga 10 persen.
Kenaikan ini diprediksi, selain membaiknya daya beli masyarakat, juga dikarenakan tingginya permintaan cokelat menjelang valentine yang jatuh di pekan kedua Februari ini .
“Untuk valentine’s day itu rutin ada permintaan, itu juga menopang peningkatan di dalam negeri yang bisa mencapai 10 persen. Ini lebih tinggi dibanding tahun lalu,” ungkap Ketua Umum AIKI Piter Jasman kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos).
Presiden Komisaris BT Cocoa ini juga mengatakan sejalan pendapatan per kapita Orang Indonesia misalnya 2011 mencapai 3.542 dollar AS atau sekitar Rp31,8 juta atau naik 17,7 persen dibanding tahun 2010 sebesar 3.010 dollar AS atau sekitar Rp27 juta. Tren ini membuat permintaan cokelat olahan di dalam negeri juga cukup signifikan permintaannya.
“Daya beli yang meningkat karena pendapatan per kapita naik. Sekarang saja sudah beragam makanan yang menggunakan cokelat, seperti ice cream, wafer, biskuit dan banyak lainnya,” katanya. Bukan hanya di dalam negeri, menurutnya setiap tahun permintaan cokelat di dunia terus meningkat, setidaknya berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) di negara-negara Asia akan ada kenaikan permintaan cokelat hingga 5 persen. “Terutama di negara-negara berkembang lebih banyak menggunakan cocoa powder, kalau negara Eropa lebih banyak cocoa butter,” katanya.
Imbas permintaan coklat seperti yang diutarakan Piter memang terasa di sejumlah pemilik outlet alias gerai pernakpernik khas remaja di kota ini. Menjelang hari valentine tahun ini, tren permintaan cokelat aneka kreasi buatan sejumlah gerai di Plaza Medan Fair meningkat hingga 20 persen. Rata-rata pemilik gerai itu mendapat pesanan cokelat berbagai bentuk dari konsumen yang kebanyakan pelajar dan mahasiswa.
Selain kartu, cukup banyak yang meminati kartu ucapan (chococard), cokelat batang, dan mawar. “Khusus valentine, kami buat tiga model itu, karena pesanan untuk jenis tersebut memang meningkat,” ujar Yunni Tri Hernani (30), pemilik usaha Griya Cokelat, Kamis (9/2). Dia mengakui menjelang perayaan hari kasih sayang itu, pihaknya mendapat pesanan 150 set chococard, 50 cokelat batang, dan 100 set cokelat berbentuk bunga mawar. Sebelumnya, ia tidak membuat produk itu karena kosongnya pesanan dan fokus membuat permen ‘lolipop’ cokelat dengan kapasitas 100 – 200 buah perhari.
Menurutnya, produk khusus valentine tidak dibuat saat hari biasa. Selain itu, usahanya hanya membuat produk yang rumit tidak setiap hari, namun jika ada pesanan dari pelanggan.
Yunni menjual cokelat buatannya mulai harga Rp2500 hingga Rp100 ribu per buah sesuai ukuran dan kerumitan bentuknya. Selain berhasil menembus toko dan supermarket, produk tersebut juga dijual dengan sistem online melalui jejaring sosial.
Pemilik gerai lainnya Nani Salbiyati (50) menambahkan usaha tersebut mulai digeluti keluarganya sejak dua tahun lalu.
Keluarga itu mempelajari usaha tersebut secara otodidak, kemudian mengembangkannya sendiri hingga memiliki empat karyawan tenaga produksi dan pemasaran. Namun, menjalankan usaha tersebut terkendala tidak tersedianya seluruh bahan baku. “Kalau cokelat hitam dijual Rp448 ribu per karton dengan isi 12 kilogram, sementara cokelat aneka warna harus dibeli dengan harga Rp426 ribu per kemasan isi 2 kilogram.
Harga ini lumayan mahal untuk sekadar modal bahan baku,” cetusnya.
Tak mau ketinggalan, manajemen pusat perbelanjaan juga ikut-ikutan menggelar aksi banjir hadiah dan diskon demi momen valentine bulan ini. Diskon alias aksi potong harga diberikan kepada sejumlah produk, antara lain pakaian dan gadget.
Beberapa pusat perbelanjaan juga memberikan hadiah berupa voucher belanja kepada para pengunjung.
Advertising & Promotion Officer Plaza Medan Fair, Tri Wahyudi, Jumat (10/2), mengemukakan, pihaknya telah menyiapkan kemeriahan dan pemberian diskon menarik bagi masyarakat yang berkunjung dan berbelanja di Plaza Medan Fair. ‘’Momen ini bagus buat tenant. Kami coba bantu sebisa mungkin agar jualan mereka laku,’’ katanya. Selain Plaza Medan Fair, Sun Plaza yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Medan juga menghadirkan acara valentine berbagi kasih dengan tema ”Eat, Play, Love”. Acara ini digelar sejak pekan lalu. Perayaan valentine didukung penuh oleh seluruh tenant di pusat perbelanjaan tersebut, utamanya gerai boneka dan resto yang juga punya promo diskon. Kecuali potongan harga, manajemen Sun Plaza akan menghadirkan Valentine Photo Contest. Di sini para contestant harus bergabung dengan Facebook Sun Plaza dan kemudian meng-upload satu lembar foto bersama orang tersayang saat berada di pusat perbelanjaan mewah tersebut. Para contestant itu diundi, dan pemenangnya mendapatkan boneka Teddy Bear dan Free Romantic Dinner.
Jika begitu kita bisa cermati hari penuh kasih sayang ini memang momen yang penuh nilai ekonomis. Jika itu menimbulkan tricle down effect yang bagus secara ekonomi ya, kenapa nggak dilihat dari sisi positifnya saja? (valdesz/farida/jpnn)