25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Medan berhasil meraih penghargaan langit biru dari Menteri Lingkungan Hidup, Balthazar Kambuaya. Pemko dinilai mampu mengatasi masalah pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim. Sejalan dengan prestasi itu, Pemko Medan kembali menggagas pembentukan kawasan tanpa rokok (KTR) untuk mewujudkan Medan Sehat.

KEPALA Dinas Kesehatan Kota Medan dr Edwin Effendi mengatakan, penetapan kawasan tanpa rokok merupakan salah satu upaya Pemko Medan mewujudkan masyarakat kota yang sehat dan berkualitas. Sebab, sesuai fakta ilmiah, rokok adalah pemicu munculnya berbagai penyakit terhadap manusia. Merokok merupakan perilaku tak sehat yang menyebabkan kerugian bukan hanya kepada perokok, tapi juga terhadap orang di sekitarnya dan menjadikannya perokok pasif.

“Dan perokok pasif ini sesungguhnya jauh lebih dirugikan. Sebab mereka menghirup karbon dioksida (CO2), sisa hasil pembakaran rokok. Ini lebih berbahaya. Oleh karena itu, perlu kita tetapkan larangan merokok di kawasan- kawasan tertentu yang banyak dikunjungi orang,” katanya.

Edwin mengatakan, saat ini Pemko Medan tengah mempersiapkan penyusunan peraturan daerah (perda) tentang kawasan tanpa rokok (KTR). Dengan adanya payung hukum, KTR diharapkan lebih cepat terwujud. “Sedang dipersiapkan perda-nya. Sudah kita lakukan kajian akademis, studi banding dan inventarisasi masalah,” ujarnya.

Memang, katanya, penetapan kawasan rokok agak dilematis. Sebagian pihak menganggap perilaku merokok adalah hak asasi. Namun bagi banyak orang lainnya, tindakan merokok juga mengganggu kenyamanan dan kesehatan mereka. Oleh karena itu, dalam hal perwujudan KTR, prinsip yang dijadikan dasar dan semangat adalah mengutamakan hak asasi bersama.

“Memang dilematis, sebab merokok adalah hak asasi. Tapi jika merokok di tempat-tempat umum, hak asasi orang lain juga terlanggar.

Hak asasi bersama inilah yang harus diutamakan, bukan hak asasi individual,” kata Edwin.

Edwin melanjutkan, akibat dilema itu, Pemko mengharapkan dukungan seluruh komponen terlibat dan partisipasi semua pihak mewujudkan KTR di Kota Medan, terutama jajaran kesehatan, instansi pendidikan dan pemerintah.

Dan selama persiapan penyusunan Perda tentang KTR, Pemko melalui Dinas Kesehatan akan sepenuhnya meminta masukan dan pendapat dari berbagai komponen dan lembaga agar rencana penyusunan Perda ini dapat tersosialisasi dengan baik.

Sebagai bagian dari sosialisasi, Selasa (20/12) lalu, persiapan penyusunan rancangan Perda KTR sudah digelar di Hotel Emerald Garden Medan. Dalam acara itu, Wali Kota Medan Rahudman Harahap menyatakan kebijakan secara tegas bahwa KTR perlu diwujudkan sebagai bagian dan pembangunan masyarakat yang sehat dan bersih.

“Rokok merupakan zat adiktif berbahaya yang dapat merusak kesehatan baik perokok aktif maupun perokok pasif terutama pada anak-anak.

Untuk merubah perilaku perokok menjadi bukan perokok, bukanlah persoalan gampang.

Namun masyarakat terutama yang tidak merokok, juga perlu diperhatikan sehingga salah satu solusi adalah membuat aturan yang melarang merokok di kawasan tertentu,” ujar wali kota.

Menurut Edwin Effendi, perilaku merokok berasal dari teman dekat yang umumnya dimulai dari dorongan sosial. Dengan dorongan sosial tersebut, manusia mencari orang lain untuk mengadakan interaksi. Di dalam interaksi sosial itulah individu saling menyesuaikan dan tak jarang terpengaruh perilaku negatif yang merugikan lingkungan. Jika ia berinteraksi dengan lingkungan perokok, misalnya, maka individu tersebut berpotensi menjadi perokok.

Dia menjelaskan, asap dari pembakaran rokok mengandung 4000 zat racun, 69 di antaranya menyebabkan kanker. Diperkirakan tahun 2015 rokok akan membunuh orang 50 persen lebih banyak dibandingkan kematian yang disebabkan HIV/AIDS. Data WHO tahun 2008 menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat ketiga perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India.

“Jadi sudah sepantasnya pemerintah dan berbagai elemen menanggulangi dampak rokok.

Di beberapa negara, untuk mengurangi dampak rokok hampir semua tempat kerja dan fasilitas publik sudah menjadi area bebas asap rokok. Peraturan ini berlaku di dalam dan luar gedung. Tapi di Medan, nantinya akan kita terapkan secara perlahan sesuai kondisi dan kebutuhan,” katanya. (pms)

Perubahan Perilaku

MEROKOK merupakan perilaku tak sehat. Perilaku ini tentu semakin buruk jika dipandang dari dampak atau akibat yang ditimbulkannya. Sebab, perilaku merokok tak hanya berdampak terhadap pelaku itu sendiri, tapi juga mengganggu kesehatan pihak lain dan lingkungan. Oleh karena itu, salah satu tujuan Perda tentang KTR nantinya adalah mengubah perilaku perokok.

Menurut Edwin, jika seorang perokok tidak bisa menghentikan kebiasaannya merokok karena sudah candu, paling tidak dia memiliki kesadaran bahwa aktivitasnya merokok bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap dan orang lain dan lingkungannya. Itulah sesungguhnya substansi dari seluruh peraturan, memberikan kesadaran atas pentingnya sesuatu untuk dikerjakan atau dihindari.

Selama ini, orang yang bukan perokok seolah tidak punya hak dan kesempatan untuk menolak paparan asap rokok.

Meskipun seseorang keberatan dan merasa tidak nyaman berada di dekat perokok, ia cenderung diam. Itu terjadi karena tidak ada ruang dan hak diberikan kepada mereka untuk menyuarakan keberatannya.

“Dengan adanya Perda KTR ini, nantinya setiap orang bisa menegur atau menyampaikan keberatannya terhadap seorang perokok. Tentu seseorang yang melanggar aturan atau merokok di tempat yang telah dilarang, akan dikenai sanksi,” ujar Edwin Effendi.

Namun pemberlakuan sanksi diharapkan hanya bagian dari upaya terakhir. Substansi paling penting dari penyusunan Perda KTR yang diharapkan adalah peningkatan kesadaran dan menggugah perilaku orang untuk saling menghargai dan meningkatkan perilaku sosial kolektif. “Kita ingin masyarakat Medan semakin tinggi kesadarannya membudayakan perilaku sosial kebersamaan,” kata Edwin.

Dengan begitu, katanya, secara moral, perokok akan segan dan enggan merokok di tempat-tempat tertentu yang telah dilarang.

Jika kondisi ini berulang, lambat laun perokok akan menghargai orang lain di sekitarnya.

Lebih jauh Edwin mengatakan, dalam Perda tentang KTR, nantinya memang akan diatur sanksi terhadap perokok yang melakukan pelanggaran.

Sanksi yang dikenakan berupa denda atau sanksi materi. Terhadap setiap pelanggaran, akan dikenakan denda sebesar Rp200.000.

Tapi nilai itu masih dikaji apakah pantas, mendidik atau sebanding dengan akibat yang ditmbulkannya.

“Sesuai rencana, akan dikenai sanksi materi Rp200.000. Tapi itu masih dianalisa apakah sebanding dengan akibat yang ditimbulkannya.

Jika seseorang merokok di tempat yang sangat ramai, berapa orang terganggu kesehatannya, berapa kerugian lingkungan, semua itu dihitung. Jadi bisa saja Rp200.000, bisa juga sampai sejuta,” katanya sembari menambahkan, tahun 2012 diharapkan Perda tentang KTR sudah bisa dibahas bersama DPRD, ditetapkan, lalu diberlakukan.

Menurut Edwin, Perda tentang KTR disiapkan sesuai amanah undang-undang, termasuk soal sanksi bagi pelaku pelanggaran. Penanggulangan telah diatur dalam Peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia NO. 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

Selain itu, tahun 2009 pemerintah juga mensahkan undang-undang (UU) NO. 36 tentang Kesehatan yang penjelasannya juga terkait dengan rokok.

“Jadi Pemko Medan dalam hal ini menindaklanjuti PP dan UU tersebut. Undang-undang mengamanahkan, rokok harus bebas dari kawasan atau fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum dan lain-lain.

(pms)

Dimulai dari Jajaran Kesehatan

MESKIPUN Perda tentang KTR masih dalam tahap persiapan dan penyusunan, namun Dinas Kesehatan Kota Medan mulai melakukan upaya- upaya konkrit. Secara konsisten, pihaknya mulai menegaskan kepada setiap petugas kesehatan agar tidak merokok di tempat-tempat umum, terutama di tempat-tempat yang menjadi sarana kesehatan.

“Jadi sudah kita mulai dari sekarang.

Saya selalu mempertegas agar sikap petugas kesehatan menunjukkan komitmen untuk tidak merokok di tempat umum. Kita sampaikan itu melalui himbauan, arahan dan pemahaman,” katanya.

Himbauan itu berlaku untuk seluruh jajaran kesehatan, baik yang bertugas di puskesmas, rumah sakit, dan instansi-instansi kesehatan lainnya.

Jika setiap rumah sakit mulai memberlakukan larangan merokok, maka salah satu tempat yang diamanahkan undang-undang harus bebas rokok, sesungguhnya sudah mulai terpenuhi.

Sebab, sesuai undang-undang, dalam Perda tentang KTR di Kota Medan yang sedang digagas, salah satu tempat yang diprioritaskan bebas rokok adalah sarana kesehatan.

Tempat lain yang menjadi prioritas adalah sarana atau lembaga pendidikan.

Ini mencakup keseluruhan sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Selama ini, banyak guru yang merokok sambil mengajar, dan kondisi itu diharapkan tidak terjadi lagi ke depan.

“Bagaimana mungkin kita melarang murid untuk tidak merokok, sementara gurunya mengajar sambil merokok.

Ini pembelajaran penting dan harus dipikirkan bersama,” ujar Edwin.

Instansi pemerintah juga menjadi prioritas untuk ditetapkan sebagai KTR. Namun demikian, di instansi-instansi pemerintah dan pendidikan, akan dikaji apakah perlu menyediakan tempat khusus merokok. “Itu nanti akan kita kaji juga. Kita juga harus menghargai hak asasi asasi perokok, maka akan kita pikirkan pembuatan ruangan atau tempat khusus merokok di instansi-instansi pemerintah atau lembaga pendidikan,” katanya. (pms)

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Medan berhasil meraih penghargaan langit biru dari Menteri Lingkungan Hidup, Balthazar Kambuaya. Pemko dinilai mampu mengatasi masalah pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim. Sejalan dengan prestasi itu, Pemko Medan kembali menggagas pembentukan kawasan tanpa rokok (KTR) untuk mewujudkan Medan Sehat.

KEPALA Dinas Kesehatan Kota Medan dr Edwin Effendi mengatakan, penetapan kawasan tanpa rokok merupakan salah satu upaya Pemko Medan mewujudkan masyarakat kota yang sehat dan berkualitas. Sebab, sesuai fakta ilmiah, rokok adalah pemicu munculnya berbagai penyakit terhadap manusia. Merokok merupakan perilaku tak sehat yang menyebabkan kerugian bukan hanya kepada perokok, tapi juga terhadap orang di sekitarnya dan menjadikannya perokok pasif.

“Dan perokok pasif ini sesungguhnya jauh lebih dirugikan. Sebab mereka menghirup karbon dioksida (CO2), sisa hasil pembakaran rokok. Ini lebih berbahaya. Oleh karena itu, perlu kita tetapkan larangan merokok di kawasan- kawasan tertentu yang banyak dikunjungi orang,” katanya.

Edwin mengatakan, saat ini Pemko Medan tengah mempersiapkan penyusunan peraturan daerah (perda) tentang kawasan tanpa rokok (KTR). Dengan adanya payung hukum, KTR diharapkan lebih cepat terwujud. “Sedang dipersiapkan perda-nya. Sudah kita lakukan kajian akademis, studi banding dan inventarisasi masalah,” ujarnya.

Memang, katanya, penetapan kawasan rokok agak dilematis. Sebagian pihak menganggap perilaku merokok adalah hak asasi. Namun bagi banyak orang lainnya, tindakan merokok juga mengganggu kenyamanan dan kesehatan mereka. Oleh karena itu, dalam hal perwujudan KTR, prinsip yang dijadikan dasar dan semangat adalah mengutamakan hak asasi bersama.

“Memang dilematis, sebab merokok adalah hak asasi. Tapi jika merokok di tempat-tempat umum, hak asasi orang lain juga terlanggar.

Hak asasi bersama inilah yang harus diutamakan, bukan hak asasi individual,” kata Edwin.

Edwin melanjutkan, akibat dilema itu, Pemko mengharapkan dukungan seluruh komponen terlibat dan partisipasi semua pihak mewujudkan KTR di Kota Medan, terutama jajaran kesehatan, instansi pendidikan dan pemerintah.

Dan selama persiapan penyusunan Perda tentang KTR, Pemko melalui Dinas Kesehatan akan sepenuhnya meminta masukan dan pendapat dari berbagai komponen dan lembaga agar rencana penyusunan Perda ini dapat tersosialisasi dengan baik.

Sebagai bagian dari sosialisasi, Selasa (20/12) lalu, persiapan penyusunan rancangan Perda KTR sudah digelar di Hotel Emerald Garden Medan. Dalam acara itu, Wali Kota Medan Rahudman Harahap menyatakan kebijakan secara tegas bahwa KTR perlu diwujudkan sebagai bagian dan pembangunan masyarakat yang sehat dan bersih.

“Rokok merupakan zat adiktif berbahaya yang dapat merusak kesehatan baik perokok aktif maupun perokok pasif terutama pada anak-anak.

Untuk merubah perilaku perokok menjadi bukan perokok, bukanlah persoalan gampang.

Namun masyarakat terutama yang tidak merokok, juga perlu diperhatikan sehingga salah satu solusi adalah membuat aturan yang melarang merokok di kawasan tertentu,” ujar wali kota.

Menurut Edwin Effendi, perilaku merokok berasal dari teman dekat yang umumnya dimulai dari dorongan sosial. Dengan dorongan sosial tersebut, manusia mencari orang lain untuk mengadakan interaksi. Di dalam interaksi sosial itulah individu saling menyesuaikan dan tak jarang terpengaruh perilaku negatif yang merugikan lingkungan. Jika ia berinteraksi dengan lingkungan perokok, misalnya, maka individu tersebut berpotensi menjadi perokok.

Dia menjelaskan, asap dari pembakaran rokok mengandung 4000 zat racun, 69 di antaranya menyebabkan kanker. Diperkirakan tahun 2015 rokok akan membunuh orang 50 persen lebih banyak dibandingkan kematian yang disebabkan HIV/AIDS. Data WHO tahun 2008 menunjukkan, Indonesia menduduki peringkat ketiga perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India.

“Jadi sudah sepantasnya pemerintah dan berbagai elemen menanggulangi dampak rokok.

Di beberapa negara, untuk mengurangi dampak rokok hampir semua tempat kerja dan fasilitas publik sudah menjadi area bebas asap rokok. Peraturan ini berlaku di dalam dan luar gedung. Tapi di Medan, nantinya akan kita terapkan secara perlahan sesuai kondisi dan kebutuhan,” katanya. (pms)

Perubahan Perilaku

MEROKOK merupakan perilaku tak sehat. Perilaku ini tentu semakin buruk jika dipandang dari dampak atau akibat yang ditimbulkannya. Sebab, perilaku merokok tak hanya berdampak terhadap pelaku itu sendiri, tapi juga mengganggu kesehatan pihak lain dan lingkungan. Oleh karena itu, salah satu tujuan Perda tentang KTR nantinya adalah mengubah perilaku perokok.

Menurut Edwin, jika seorang perokok tidak bisa menghentikan kebiasaannya merokok karena sudah candu, paling tidak dia memiliki kesadaran bahwa aktivitasnya merokok bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap dan orang lain dan lingkungannya. Itulah sesungguhnya substansi dari seluruh peraturan, memberikan kesadaran atas pentingnya sesuatu untuk dikerjakan atau dihindari.

Selama ini, orang yang bukan perokok seolah tidak punya hak dan kesempatan untuk menolak paparan asap rokok.

Meskipun seseorang keberatan dan merasa tidak nyaman berada di dekat perokok, ia cenderung diam. Itu terjadi karena tidak ada ruang dan hak diberikan kepada mereka untuk menyuarakan keberatannya.

“Dengan adanya Perda KTR ini, nantinya setiap orang bisa menegur atau menyampaikan keberatannya terhadap seorang perokok. Tentu seseorang yang melanggar aturan atau merokok di tempat yang telah dilarang, akan dikenai sanksi,” ujar Edwin Effendi.

Namun pemberlakuan sanksi diharapkan hanya bagian dari upaya terakhir. Substansi paling penting dari penyusunan Perda KTR yang diharapkan adalah peningkatan kesadaran dan menggugah perilaku orang untuk saling menghargai dan meningkatkan perilaku sosial kolektif. “Kita ingin masyarakat Medan semakin tinggi kesadarannya membudayakan perilaku sosial kebersamaan,” kata Edwin.

Dengan begitu, katanya, secara moral, perokok akan segan dan enggan merokok di tempat-tempat tertentu yang telah dilarang.

Jika kondisi ini berulang, lambat laun perokok akan menghargai orang lain di sekitarnya.

Lebih jauh Edwin mengatakan, dalam Perda tentang KTR, nantinya memang akan diatur sanksi terhadap perokok yang melakukan pelanggaran.

Sanksi yang dikenakan berupa denda atau sanksi materi. Terhadap setiap pelanggaran, akan dikenakan denda sebesar Rp200.000.

Tapi nilai itu masih dikaji apakah pantas, mendidik atau sebanding dengan akibat yang ditmbulkannya.

“Sesuai rencana, akan dikenai sanksi materi Rp200.000. Tapi itu masih dianalisa apakah sebanding dengan akibat yang ditimbulkannya.

Jika seseorang merokok di tempat yang sangat ramai, berapa orang terganggu kesehatannya, berapa kerugian lingkungan, semua itu dihitung. Jadi bisa saja Rp200.000, bisa juga sampai sejuta,” katanya sembari menambahkan, tahun 2012 diharapkan Perda tentang KTR sudah bisa dibahas bersama DPRD, ditetapkan, lalu diberlakukan.

Menurut Edwin, Perda tentang KTR disiapkan sesuai amanah undang-undang, termasuk soal sanksi bagi pelaku pelanggaran. Penanggulangan telah diatur dalam Peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia NO. 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

Selain itu, tahun 2009 pemerintah juga mensahkan undang-undang (UU) NO. 36 tentang Kesehatan yang penjelasannya juga terkait dengan rokok.

“Jadi Pemko Medan dalam hal ini menindaklanjuti PP dan UU tersebut. Undang-undang mengamanahkan, rokok harus bebas dari kawasan atau fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum dan lain-lain.

(pms)

Dimulai dari Jajaran Kesehatan

MESKIPUN Perda tentang KTR masih dalam tahap persiapan dan penyusunan, namun Dinas Kesehatan Kota Medan mulai melakukan upaya- upaya konkrit. Secara konsisten, pihaknya mulai menegaskan kepada setiap petugas kesehatan agar tidak merokok di tempat-tempat umum, terutama di tempat-tempat yang menjadi sarana kesehatan.

“Jadi sudah kita mulai dari sekarang.

Saya selalu mempertegas agar sikap petugas kesehatan menunjukkan komitmen untuk tidak merokok di tempat umum. Kita sampaikan itu melalui himbauan, arahan dan pemahaman,” katanya.

Himbauan itu berlaku untuk seluruh jajaran kesehatan, baik yang bertugas di puskesmas, rumah sakit, dan instansi-instansi kesehatan lainnya.

Jika setiap rumah sakit mulai memberlakukan larangan merokok, maka salah satu tempat yang diamanahkan undang-undang harus bebas rokok, sesungguhnya sudah mulai terpenuhi.

Sebab, sesuai undang-undang, dalam Perda tentang KTR di Kota Medan yang sedang digagas, salah satu tempat yang diprioritaskan bebas rokok adalah sarana kesehatan.

Tempat lain yang menjadi prioritas adalah sarana atau lembaga pendidikan.

Ini mencakup keseluruhan sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Selama ini, banyak guru yang merokok sambil mengajar, dan kondisi itu diharapkan tidak terjadi lagi ke depan.

“Bagaimana mungkin kita melarang murid untuk tidak merokok, sementara gurunya mengajar sambil merokok.

Ini pembelajaran penting dan harus dipikirkan bersama,” ujar Edwin.

Instansi pemerintah juga menjadi prioritas untuk ditetapkan sebagai KTR. Namun demikian, di instansi-instansi pemerintah dan pendidikan, akan dikaji apakah perlu menyediakan tempat khusus merokok. “Itu nanti akan kita kaji juga. Kita juga harus menghargai hak asasi asasi perokok, maka akan kita pikirkan pembuatan ruangan atau tempat khusus merokok di instansi-instansi pemerintah atau lembaga pendidikan,” katanya. (pms)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/