26.7 C
Medan
Friday, May 10, 2024

FH USU: Hukum Adat Dalam Pandangan Filsafat Hukum Dipertahankan Hingga Kini

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hukum adat merupakan salah satu bentuk hukum yang berlaku di Indonesia, berupa hukum tidak tertulis yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Di mana hukum adat menjadi hukum positif yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan maupun kebudayaan masyarakat Indonesia.

“Dari segi wujud kebudayaan, hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sangat kompleks, dengan substansi yang mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat. Sehingga hukum adat menjadi salah satu aspek kehidupan masyarakat dalam kebudayaan bangsa Indonesia,” kata Mahasiswi Prodi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Ivana Novinda Rambe SH MH bersama Dosen FH USU, Dr Affila SH MHum, Minggu (31/12).

Menurutnya, hukum adat dapat terlihat eksistensinya di berbagai wilayah hingga saat ini. Adanya perkumpulan adat serta perangkat hukum adat. “Jika membahas sejarah dari hukum adat sendiri, lanjut Ivana, maka akan membahas lintas masa, yaitu masa sebelum dijajah oleh Belanda, masa saat kolonial Belanda berkuasa hingga masa setelah Indonesia meraih kemerdekaannya.

Zaman sebelum kolonial Belanda berada di Indonesia, sambungnya, pada masa itu ditandai dengan hukum adat sebagai hukum positif, yang berlaku sebagai hukum dan ditata oleh rakyat di berbagai kerajaan yang hidup dan berkembang di beberapa kepulauan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

“Peraturan-peraturan yang berasal dari hukum adat pun dikeluarkan dan berlaku sebagai hukum yang nyata. Saat kolonial Belanda berada di Indonesia, hukum adat diperhitungkan oleh kolonial Belanda. Namun seiring berjalan waktu, hukum adat dianggap hukum pribumi yang primitif dan tidak sejalan dengan hukum eropa,” bebernya.

Dijelaskannya, setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, Pemerintah Indonesia menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945).

“Dapat dikatakan hukum adat adalah aturan hukum yang unik. Ia berlaku walau tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan. Hal ini sejalan dengan pandangan filsafat hukum. Dimana, hukum adalah ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari secara keilmuan namun bersifat abstrak,” jelasnya.

Jika kita mengkaji dalam filsafat hukum, terangnya, hukum bersumber dari manusia. Manusia lah yang menciptakan hukum tersebut, bersumber dari dalam diri manusia dan dari luar manusia. Dari dalam diri manusia yaitu proses berfikir manusia maupun pengalaman hidup. Namun juga berasal dari luar diri manusia, yaitu Tuhan, kitab dan alam semesta.

Hal ini sejalan dengan Hukum adat, paparnya, Hukum Adat lahir bersamaan dengan adanya manusia sebagai pembuatnya. Di mana ada masyarakat di situ ada hukum (Ibi Ius Ibi Societas). Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, bahwa adanya hukum adat sebagai fondasi penting dari suatu sistem hukum pada hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari berbagai cita-cita dan cara-cara manusia yang berusaha untuk mengatasi masalah nyata maupun yang timbul dari pergaulan sehari-hari yang menyangkut kedamaian masyarakat itu sendiri.

“Semakin kompleks susunan suatu masyarakat semakin luas dan mendalam pengaruh hukum adat dalam mengatur kehidupan manusia,” sebutnya.

Berbicara hukum adat dalam pandangan filsafat hukum, Ivana menilai, di dalam filsafat hukum terdapat mazhab yang sangat penting dalam perkembangan filsafat hukum yaitu mazhab sejarah yang dipopulerkan oleh Friedrich Karl Von Savigy sebagai tokoh mazhab sejarah (historical school jurisprudence).

“Von Savigny mengemukakan konsepsi yang mengedepankan jiwa bangsa (volkgeis), dengan filosofi das recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke†yaitu hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat,” urainya.

Pada konsepsi mazhab sejarah ini, kata Ivana lagi, mampu memandang bahwa hukum-hukum yang berasal dari masa lalu merupakan hukum yang pernah dijalankan di masa lalu, dan sedikit banyak akan mempengaruhi hukum yang berlaku di masa sekarang, karena jiwa bangsa (volkgeist) sesuai dengan jiwa masyarakatnya yang merupakan sumber dari segala hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tersebut dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa.

“Filsuf-filsuf yang lahir dan menjadi pelopor bagi mazhab sejarah ini mendasarkan pemikirannya bahwa hukum terbentuk di luar legislasi, artinya hukum tidak dibuat oleh lembaga formal, tetapi tumbuh dan berkembang di masyarakat secara alami. Hal ini sangat mencerminkan Hukum Adat yang kita miliki” tandasnya. (dwi)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hukum adat merupakan salah satu bentuk hukum yang berlaku di Indonesia, berupa hukum tidak tertulis yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Di mana hukum adat menjadi hukum positif yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan maupun kebudayaan masyarakat Indonesia.

“Dari segi wujud kebudayaan, hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sangat kompleks, dengan substansi yang mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat. Sehingga hukum adat menjadi salah satu aspek kehidupan masyarakat dalam kebudayaan bangsa Indonesia,” kata Mahasiswi Prodi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Ivana Novinda Rambe SH MH bersama Dosen FH USU, Dr Affila SH MHum, Minggu (31/12).

Menurutnya, hukum adat dapat terlihat eksistensinya di berbagai wilayah hingga saat ini. Adanya perkumpulan adat serta perangkat hukum adat. “Jika membahas sejarah dari hukum adat sendiri, lanjut Ivana, maka akan membahas lintas masa, yaitu masa sebelum dijajah oleh Belanda, masa saat kolonial Belanda berkuasa hingga masa setelah Indonesia meraih kemerdekaannya.

Zaman sebelum kolonial Belanda berada di Indonesia, sambungnya, pada masa itu ditandai dengan hukum adat sebagai hukum positif, yang berlaku sebagai hukum dan ditata oleh rakyat di berbagai kerajaan yang hidup dan berkembang di beberapa kepulauan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

“Peraturan-peraturan yang berasal dari hukum adat pun dikeluarkan dan berlaku sebagai hukum yang nyata. Saat kolonial Belanda berada di Indonesia, hukum adat diperhitungkan oleh kolonial Belanda. Namun seiring berjalan waktu, hukum adat dianggap hukum pribumi yang primitif dan tidak sejalan dengan hukum eropa,” bebernya.

Dijelaskannya, setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, Pemerintah Indonesia menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945).

“Dapat dikatakan hukum adat adalah aturan hukum yang unik. Ia berlaku walau tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan. Hal ini sejalan dengan pandangan filsafat hukum. Dimana, hukum adalah ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari secara keilmuan namun bersifat abstrak,” jelasnya.

Jika kita mengkaji dalam filsafat hukum, terangnya, hukum bersumber dari manusia. Manusia lah yang menciptakan hukum tersebut, bersumber dari dalam diri manusia dan dari luar manusia. Dari dalam diri manusia yaitu proses berfikir manusia maupun pengalaman hidup. Namun juga berasal dari luar diri manusia, yaitu Tuhan, kitab dan alam semesta.

Hal ini sejalan dengan Hukum adat, paparnya, Hukum Adat lahir bersamaan dengan adanya manusia sebagai pembuatnya. Di mana ada masyarakat di situ ada hukum (Ibi Ius Ibi Societas). Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, bahwa adanya hukum adat sebagai fondasi penting dari suatu sistem hukum pada hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari berbagai cita-cita dan cara-cara manusia yang berusaha untuk mengatasi masalah nyata maupun yang timbul dari pergaulan sehari-hari yang menyangkut kedamaian masyarakat itu sendiri.

“Semakin kompleks susunan suatu masyarakat semakin luas dan mendalam pengaruh hukum adat dalam mengatur kehidupan manusia,” sebutnya.

Berbicara hukum adat dalam pandangan filsafat hukum, Ivana menilai, di dalam filsafat hukum terdapat mazhab yang sangat penting dalam perkembangan filsafat hukum yaitu mazhab sejarah yang dipopulerkan oleh Friedrich Karl Von Savigy sebagai tokoh mazhab sejarah (historical school jurisprudence).

“Von Savigny mengemukakan konsepsi yang mengedepankan jiwa bangsa (volkgeis), dengan filosofi das recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke†yaitu hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat,” urainya.

Pada konsepsi mazhab sejarah ini, kata Ivana lagi, mampu memandang bahwa hukum-hukum yang berasal dari masa lalu merupakan hukum yang pernah dijalankan di masa lalu, dan sedikit banyak akan mempengaruhi hukum yang berlaku di masa sekarang, karena jiwa bangsa (volkgeist) sesuai dengan jiwa masyarakatnya yang merupakan sumber dari segala hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tersebut dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa.

“Filsuf-filsuf yang lahir dan menjadi pelopor bagi mazhab sejarah ini mendasarkan pemikirannya bahwa hukum terbentuk di luar legislasi, artinya hukum tidak dibuat oleh lembaga formal, tetapi tumbuh dan berkembang di masyarakat secara alami. Hal ini sangat mencerminkan Hukum Adat yang kita miliki” tandasnya. (dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/