25 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Dari Kuda Pacu hingga Sembahyang Arwah

Pergantian kalender China di Sumatera Utara (Sumut) berlangsung meriah. Di berbagai daerah digelar beragam acara yang khas mulai dari sembahyang, pohon doa, pesta petasan, dan sebagainya. Perbedaaan mencolok di tahun ini adalah keberadaan patung kuda hingga kuda betulan.

Di Maha Vihara Maitreya yang terletak di Jalan Cemara Boulevard Utara No 8 Komplek Cemara Asri, Medan, ribuan warga telah pada sejak malamn
Selain masyarakat Tionghoa, kepadatan juga muncul akibat kedatangan berbagai warga yang ingin menonton kemeriahan Imlek.

IMLEK: Replika kuda yang terbuat dari kertas terpasang di depan Maha Vihara Maitreya Komplek perumahan Cemara Asri Jalan Krakatau Medan, Kamis (30/1). malam. //AMINOER RASYID/SUMUT POS
IMLEK: Replika kuda yang terbuat dari kertas terpasang di depan Maha Vihara Maitreya Komplek perumahan Cemara Asri Jalan Krakatau Medan, Kamis (30/1). malam. //AMINOER RASYID/SUMUT POS

Namun, ada hal yang tak biasa di acara malam pergantian tahun China ini, yakni pihak vihara menggantikannya dengan mempertontonkan dua ekor kuda pacu berwarna putih dan cokelat yang disumbangkan oleh Persatuan Berkuda Seluruh Indonesia(PORDASI ) Sumut. Hal ini disebabkan karena tepat berakhirnya malam tanggal 30 Januari, etnis Tionghoa mengalami perubahan dari Tahun Ular ke Tahun Kuda Kayu.

Marwin Tan, mewakili dari Yasasan  Majelis Palita Umat Budha Maitreya Sumatera Indonesia (Mapanbumi) mengatakan, keramaian yang terjadi di setiap tahunnya terus meningkat. “Vihara Maitreya selain sebagai tempat ibadah, menjadi tempat ikon pariwisata. Jadi tak heran warga yang bukan Tionghoa berkunjung kemari sekadar melihat-lihat dan berfoto-foto. Dan tahun ini lebih ramai dari tahun lalu, saya kira sekitar 5.000 ribu warga yang datang secara bergantian,” katanya pada Sumut Pos, kemarin malam (30/1).

Pantauan di lapangan, pohon doa sangat dipadati oleh masyarakat yang ingin menggantungkan doa dan harapan di tahun baru tersebut. “Ada juga tempat nasihat. Setiap umat nantinya disiruh mengambil satu gulungan yang isinya nasihat. Sedangkan untuk ritual kita ada di dalam, yakni ada lilin doa dan lilin ditempeli kertas doa kemudian dipersembahkan ke altar. Tujuannya lilin itu melambangkan terang dan mudah-mudahan terang itu menyinari hidup di tahun yang baru ini, sehingga doa yang kita lengketkan mudah-mudahan terkabul,” paparnya.

Suasana sedikit berbeda tergambar di rumah susun (rusun) di Jalan Asia Medan Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area.  Di rumah susun ini, ada 400 Kepala Keluarga (KK) yang merayakan malam Imlek secara sederhana. Menurut keterangan Robert, pria paruh baya yang tinggal di sekitar situ mengatakan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tepat di hari H nya perayaan memang tak begitu meriah. Tetapi, malam sebelum perayaan Imlek tampak begitu meriah di sana.

Sementara itu, ketika dikunjungi ke rumah Kepala Lingkungan di sana, Mardiah Siregar mengatakan, hampir setiap tahunnya warga Tionghoa yang berada di rumah susun ini merayakan Imlek dengan sederhana. “Selalu ada pesta kembang api untuk menyambut tahun yang baru ini,” ucapnya, Jumat (31/1).

Lebih lanjut dikatakannya, sebenarnya yang menggelar pesta kembang api bukan warga rumah susun ini. Tetapi warga Tionghoa dari daerah lainnya yang mau berbagi kebahagian dengan warga yang tinggal di rumah susun ini. Karena untuk merayakan pesta seperti ini, sudah pasti mereka tidak mampu. Apalagi kembang apinya kembang api mahal. Di rumah susun ini, katanya, perayaan pesta kembang api digelar mulai pukul 20.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB. Usai pesta kembang api, pagi harinya, sebelum bersilaturahmi ke rumah sanak keluarga, di lokasi ini juga digelar pertunjukan barongsai.

Dari Tebingtinggi, warga etnis Tionghoa yang lebih banyak mendatangi viahara dan klenteng untuk melakukan sembahyang meminta kesehatan dan kemurahan rezeki. Salah satunya Vihara Avalokites Vara San see Temple di Jalan Tengku Hasyim Kota Tebingtinggi pada Jumat pagi (31/1) banyak didatangi warga untuk melakukan ritual sembahyang arwah.

Dengan membawa berbagai sesajen seperti nasi lengkap dengan lauk pauknya, buah-buahan segar seperti buah apel dan nanas, berbagai kue seperti kue bakul dan apem dan gincua (kertas berbetuk uang) dan cuasa (kertas berbentuk baju) untuk di bakar di persembahkan kepada arwah leluhur yang telah meninggal. “Vihara juga menggelar ibadah kebaktian umum untuk mensukseskan mendoai negara supaya aman dan tentram semua lintas agama dan budaya di Kota Tebingtinggi serta khusunya Indonesia,”papar Pengurus Vihara, Suhu Darma Surya. (nit/tri/ian/mag-1/rbb)

Pergantian kalender China di Sumatera Utara (Sumut) berlangsung meriah. Di berbagai daerah digelar beragam acara yang khas mulai dari sembahyang, pohon doa, pesta petasan, dan sebagainya. Perbedaaan mencolok di tahun ini adalah keberadaan patung kuda hingga kuda betulan.

Di Maha Vihara Maitreya yang terletak di Jalan Cemara Boulevard Utara No 8 Komplek Cemara Asri, Medan, ribuan warga telah pada sejak malamn
Selain masyarakat Tionghoa, kepadatan juga muncul akibat kedatangan berbagai warga yang ingin menonton kemeriahan Imlek.

IMLEK: Replika kuda yang terbuat dari kertas terpasang di depan Maha Vihara Maitreya Komplek perumahan Cemara Asri Jalan Krakatau Medan, Kamis (30/1). malam. //AMINOER RASYID/SUMUT POS
IMLEK: Replika kuda yang terbuat dari kertas terpasang di depan Maha Vihara Maitreya Komplek perumahan Cemara Asri Jalan Krakatau Medan, Kamis (30/1). malam. //AMINOER RASYID/SUMUT POS

Namun, ada hal yang tak biasa di acara malam pergantian tahun China ini, yakni pihak vihara menggantikannya dengan mempertontonkan dua ekor kuda pacu berwarna putih dan cokelat yang disumbangkan oleh Persatuan Berkuda Seluruh Indonesia(PORDASI ) Sumut. Hal ini disebabkan karena tepat berakhirnya malam tanggal 30 Januari, etnis Tionghoa mengalami perubahan dari Tahun Ular ke Tahun Kuda Kayu.

Marwin Tan, mewakili dari Yasasan  Majelis Palita Umat Budha Maitreya Sumatera Indonesia (Mapanbumi) mengatakan, keramaian yang terjadi di setiap tahunnya terus meningkat. “Vihara Maitreya selain sebagai tempat ibadah, menjadi tempat ikon pariwisata. Jadi tak heran warga yang bukan Tionghoa berkunjung kemari sekadar melihat-lihat dan berfoto-foto. Dan tahun ini lebih ramai dari tahun lalu, saya kira sekitar 5.000 ribu warga yang datang secara bergantian,” katanya pada Sumut Pos, kemarin malam (30/1).

Pantauan di lapangan, pohon doa sangat dipadati oleh masyarakat yang ingin menggantungkan doa dan harapan di tahun baru tersebut. “Ada juga tempat nasihat. Setiap umat nantinya disiruh mengambil satu gulungan yang isinya nasihat. Sedangkan untuk ritual kita ada di dalam, yakni ada lilin doa dan lilin ditempeli kertas doa kemudian dipersembahkan ke altar. Tujuannya lilin itu melambangkan terang dan mudah-mudahan terang itu menyinari hidup di tahun yang baru ini, sehingga doa yang kita lengketkan mudah-mudahan terkabul,” paparnya.

Suasana sedikit berbeda tergambar di rumah susun (rusun) di Jalan Asia Medan Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area.  Di rumah susun ini, ada 400 Kepala Keluarga (KK) yang merayakan malam Imlek secara sederhana. Menurut keterangan Robert, pria paruh baya yang tinggal di sekitar situ mengatakan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tepat di hari H nya perayaan memang tak begitu meriah. Tetapi, malam sebelum perayaan Imlek tampak begitu meriah di sana.

Sementara itu, ketika dikunjungi ke rumah Kepala Lingkungan di sana, Mardiah Siregar mengatakan, hampir setiap tahunnya warga Tionghoa yang berada di rumah susun ini merayakan Imlek dengan sederhana. “Selalu ada pesta kembang api untuk menyambut tahun yang baru ini,” ucapnya, Jumat (31/1).

Lebih lanjut dikatakannya, sebenarnya yang menggelar pesta kembang api bukan warga rumah susun ini. Tetapi warga Tionghoa dari daerah lainnya yang mau berbagi kebahagian dengan warga yang tinggal di rumah susun ini. Karena untuk merayakan pesta seperti ini, sudah pasti mereka tidak mampu. Apalagi kembang apinya kembang api mahal. Di rumah susun ini, katanya, perayaan pesta kembang api digelar mulai pukul 20.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB. Usai pesta kembang api, pagi harinya, sebelum bersilaturahmi ke rumah sanak keluarga, di lokasi ini juga digelar pertunjukan barongsai.

Dari Tebingtinggi, warga etnis Tionghoa yang lebih banyak mendatangi viahara dan klenteng untuk melakukan sembahyang meminta kesehatan dan kemurahan rezeki. Salah satunya Vihara Avalokites Vara San see Temple di Jalan Tengku Hasyim Kota Tebingtinggi pada Jumat pagi (31/1) banyak didatangi warga untuk melakukan ritual sembahyang arwah.

Dengan membawa berbagai sesajen seperti nasi lengkap dengan lauk pauknya, buah-buahan segar seperti buah apel dan nanas, berbagai kue seperti kue bakul dan apem dan gincua (kertas berbetuk uang) dan cuasa (kertas berbentuk baju) untuk di bakar di persembahkan kepada arwah leluhur yang telah meninggal. “Vihara juga menggelar ibadah kebaktian umum untuk mensukseskan mendoai negara supaya aman dan tentram semua lintas agama dan budaya di Kota Tebingtinggi serta khusunya Indonesia,”papar Pengurus Vihara, Suhu Darma Surya. (nit/tri/ian/mag-1/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/