26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Rata-rata Kendaraan Panas Itu Milik Leasing

Celah di leasing benar-benar dimanfaatkan para kolektor alias penarik kendaraan. Selain memanfaatkan kelengahan nasabah, mereka juga mengambil kesempatan dari pihak leasing yang hanya mementingkan kendaraan kembali sesuai dengan nomor rangka mesin.

AS, mantan kepala cabang salah satu  perusahaan leasing, kembali menjelaskan BPKB adalah dokumen resmi menyatakan kepemilikan yang sah. Berbeda dengan STNK, yang hanya sebagai penomoran urut kendaraan saja. Oleh karenanya, tidak akan mungkin leasing sembarang terima unit yang tidak jelas asalnya. Bagi leasing, kendaraan tarikan tidak perlu dalam kondisi utuh. Yang penting unit kembali berdasarkan nomor rangka mesin. “Biasanya orang leasing apabila melakukan penarikan, pertama kali dicek adalah STNK. Setelah itu baru nomor rangka mesin,” sebutnya.

Disinggung bisa tidak dibedakan nomor rangka mesin pabrikan dengan buatan sendiri, dia mengatakan, pihak leasing pasti tanda melihat mana nomor rangka asli maupun palsu. “Sebab itu kan digesek, jadi ketahuan kalau rangka sudah diketok. Leasing juga memastikan, setelah digesek ada tim verifikasi yang bekerja untuk itu. Seminggu setelah unit keluar, tim verifikasi turun ke lapangan mengecek karena dari awal sudah di-sounding,” ungkapnya.

Pendapat serupa juga dikatakan AP, mantan karyawan salah satu leasing di Medan. Menurutnya, salah satu celah tidak kembalinya unit sepeda motor, karena ulah oknum internal leasing tersebut. Biasanya kerap dilakukan para kolektor. Memiliki jaringan penadah serta akses yang cukup luas hingga dapat melego kendaraan ke daerah-daerah.

Beberapa kali dia kerap menyaksikan permainan temannya di lapangan. Bahkan ia sempat diajak berjumpa penampung sepeda motor rampasan. Ada juga bersifat kokangan dari konsumen yang tidak sanggup membayar kredit. Kala bertugas di Medan, Marelan menjadi salah satu lokasi yang empuk sebagai pembuangan motor-motor gelap.

“Praktik seperti itu di dunia leasing sudah menjadi rahasia umum. Tinggal pribadi kita saja bagaimana menyikapinya. Tergiurkah atau berani menolak. Memang sekali dua kali berhasil. Tapi risikonya kan juga besar. Selain bisa masuk bui, kita pun akhirnya kehilangan pekerjaan,” ujar pria yang selama 3 tahun bekerja di salah satu perusahaan leasing ternama di Medan ini.

Ia bercerita pernah ditawari temannya untuk mencoba praktik ilegal tersebut. Kendati sempat tergiur, ia akhirnya memutuskan tak menggubris ajakan tersebut. “Hampir rata peredaran kendaraan panas, baik hilang karena dicuri atau permainan oknum dalam adalah milik leasing. Banyak sekali unit milik leasing yang dibuang ke daerah-daerah terpencil melalui jaringan komplotan ilegal tersebut. Di daerah umumnya kendaraan tidak perlu namanya surat-surat karena hanya dipakai di kebun sawit. Tidak beroperasi di jalan raya sehingga jarang terendus oleh polisi,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, kendaraan bodong tersebut kerap dilego ke Aceh dan Riau. “Setahuku kalau jaringan yang berada di Medan, biasanya buang barangnya ke Aceh. Selain itu, Pekanbaru (Riau) juga menjadi alternatif lokasi pembuangan karena di sana ada permintaan. Biasanya untuk pekerja pabrik atau perkebunan yang wilayah kerjanya di daerah pedalaman. Ada pula istilah barter. Misalnya barang dari leasing Kisaran dibuang ke Rantauprapat. Jadi macam-macam motifnya,” sebutnya.

Dia mengakui, kecil pula kemungkinan barang hasil rampasan bisa masuk lagi ke leasing. Praktik ilegal itu umumnya dijual utuh ke penadah. Di sisi lain, onderdil sepeda motor akan ‘dicincang’ bila ada pesanan khusus. “Yang aku tahu, kendaraan itu dijual putus ke penadah. Dan mereka sudah pasti memiliki jaringan. Setelah terkumpul baru dibuang ke daerah tertentu,” katanya.

Sebenarnya, sambung dia, perusahaan leasing tidak pernah rugi terhadap barang yang hilang, karena sudah dicover pihak asuransi. Pemohon dalam hal ini konsumen, wajib membayar uang muka yang sudah sepaket dengan asuransi. Jadi, setiap unit kendaraan sudah diasuransikan pihak leasing.

Ia menyebutkan, selama bekerja 3 tahun di leasing, total klaim asuransi perusahaan antara 100-500 setiap tahunnya. “Rata-ratanya ya seperti itu. Data itu didapat dari laporan konsumen yang kehilangan sepeda motornya. Lantaran asuransi dicover oleh leasing, maka dikeluarkanlah unit baru dengan cicilan dari awal (nol),” sebutnya.

Mengenai unit tarikan, ia mengatakan, di leasing dikenal istilah kolektor recovery. Bidang tersebut biasanya menangani sepeda motor yang sudah hilang atau tidak ada. Terkadang melibatkan pihak eksternal. “ Ada juga tukang tarik yang kerjanya khusus menagih tunggakan sebulan atau dua bulan. Kolektor recovery ini, apabila sudah mentok, merekalah yang mengurusi unit yang udah hilang karena bukan pekerjaan gampang menemukan yang udah tidak nampak. Makanya, sering melibatkan pihak eksternal,” jelasnya. (tim/bersambung)

Celah di leasing benar-benar dimanfaatkan para kolektor alias penarik kendaraan. Selain memanfaatkan kelengahan nasabah, mereka juga mengambil kesempatan dari pihak leasing yang hanya mementingkan kendaraan kembali sesuai dengan nomor rangka mesin.

AS, mantan kepala cabang salah satu  perusahaan leasing, kembali menjelaskan BPKB adalah dokumen resmi menyatakan kepemilikan yang sah. Berbeda dengan STNK, yang hanya sebagai penomoran urut kendaraan saja. Oleh karenanya, tidak akan mungkin leasing sembarang terima unit yang tidak jelas asalnya. Bagi leasing, kendaraan tarikan tidak perlu dalam kondisi utuh. Yang penting unit kembali berdasarkan nomor rangka mesin. “Biasanya orang leasing apabila melakukan penarikan, pertama kali dicek adalah STNK. Setelah itu baru nomor rangka mesin,” sebutnya.

Disinggung bisa tidak dibedakan nomor rangka mesin pabrikan dengan buatan sendiri, dia mengatakan, pihak leasing pasti tanda melihat mana nomor rangka asli maupun palsu. “Sebab itu kan digesek, jadi ketahuan kalau rangka sudah diketok. Leasing juga memastikan, setelah digesek ada tim verifikasi yang bekerja untuk itu. Seminggu setelah unit keluar, tim verifikasi turun ke lapangan mengecek karena dari awal sudah di-sounding,” ungkapnya.

Pendapat serupa juga dikatakan AP, mantan karyawan salah satu leasing di Medan. Menurutnya, salah satu celah tidak kembalinya unit sepeda motor, karena ulah oknum internal leasing tersebut. Biasanya kerap dilakukan para kolektor. Memiliki jaringan penadah serta akses yang cukup luas hingga dapat melego kendaraan ke daerah-daerah.

Beberapa kali dia kerap menyaksikan permainan temannya di lapangan. Bahkan ia sempat diajak berjumpa penampung sepeda motor rampasan. Ada juga bersifat kokangan dari konsumen yang tidak sanggup membayar kredit. Kala bertugas di Medan, Marelan menjadi salah satu lokasi yang empuk sebagai pembuangan motor-motor gelap.

“Praktik seperti itu di dunia leasing sudah menjadi rahasia umum. Tinggal pribadi kita saja bagaimana menyikapinya. Tergiurkah atau berani menolak. Memang sekali dua kali berhasil. Tapi risikonya kan juga besar. Selain bisa masuk bui, kita pun akhirnya kehilangan pekerjaan,” ujar pria yang selama 3 tahun bekerja di salah satu perusahaan leasing ternama di Medan ini.

Ia bercerita pernah ditawari temannya untuk mencoba praktik ilegal tersebut. Kendati sempat tergiur, ia akhirnya memutuskan tak menggubris ajakan tersebut. “Hampir rata peredaran kendaraan panas, baik hilang karena dicuri atau permainan oknum dalam adalah milik leasing. Banyak sekali unit milik leasing yang dibuang ke daerah-daerah terpencil melalui jaringan komplotan ilegal tersebut. Di daerah umumnya kendaraan tidak perlu namanya surat-surat karena hanya dipakai di kebun sawit. Tidak beroperasi di jalan raya sehingga jarang terendus oleh polisi,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, kendaraan bodong tersebut kerap dilego ke Aceh dan Riau. “Setahuku kalau jaringan yang berada di Medan, biasanya buang barangnya ke Aceh. Selain itu, Pekanbaru (Riau) juga menjadi alternatif lokasi pembuangan karena di sana ada permintaan. Biasanya untuk pekerja pabrik atau perkebunan yang wilayah kerjanya di daerah pedalaman. Ada pula istilah barter. Misalnya barang dari leasing Kisaran dibuang ke Rantauprapat. Jadi macam-macam motifnya,” sebutnya.

Dia mengakui, kecil pula kemungkinan barang hasil rampasan bisa masuk lagi ke leasing. Praktik ilegal itu umumnya dijual utuh ke penadah. Di sisi lain, onderdil sepeda motor akan ‘dicincang’ bila ada pesanan khusus. “Yang aku tahu, kendaraan itu dijual putus ke penadah. Dan mereka sudah pasti memiliki jaringan. Setelah terkumpul baru dibuang ke daerah tertentu,” katanya.

Sebenarnya, sambung dia, perusahaan leasing tidak pernah rugi terhadap barang yang hilang, karena sudah dicover pihak asuransi. Pemohon dalam hal ini konsumen, wajib membayar uang muka yang sudah sepaket dengan asuransi. Jadi, setiap unit kendaraan sudah diasuransikan pihak leasing.

Ia menyebutkan, selama bekerja 3 tahun di leasing, total klaim asuransi perusahaan antara 100-500 setiap tahunnya. “Rata-ratanya ya seperti itu. Data itu didapat dari laporan konsumen yang kehilangan sepeda motornya. Lantaran asuransi dicover oleh leasing, maka dikeluarkanlah unit baru dengan cicilan dari awal (nol),” sebutnya.

Mengenai unit tarikan, ia mengatakan, di leasing dikenal istilah kolektor recovery. Bidang tersebut biasanya menangani sepeda motor yang sudah hilang atau tidak ada. Terkadang melibatkan pihak eksternal. “ Ada juga tukang tarik yang kerjanya khusus menagih tunggakan sebulan atau dua bulan. Kolektor recovery ini, apabila sudah mentok, merekalah yang mengurusi unit yang udah hilang karena bukan pekerjaan gampang menemukan yang udah tidak nampak. Makanya, sering melibatkan pihak eksternal,” jelasnya. (tim/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/