MEDAN- Ratusan massa dari Gerakan Masyarakat Peduli (GMP) Kota Medan, yang akan melakukan demo soal dugaan korupsi terhadap Plt wali Kota Medan Dzulmi Eldin,berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006-2007, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 20 Milyar.Saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan. Selasa (1/10) siang ini berakhir ricuh.
Pasalnya, sekelompok preman melakukan pengusiran paksa saat aksi sedang berlangsung. Diduga belasan preman tersebut merupakan suruhan pejabat terkait.
Pantauan di lapangan, puluhan preman tersebut mengusir pengunjukrasa saat melakukan orasi. Preman tersebut juga terlihat memaksa masuk para pendemo ke dalam mobil dan menendang sebagaian massa.
Tampak pula seorang oknum PNS di Pemko Medan yang diketahui bernama Panda juga terlihat bergabung dengan preman tersebut untuk mengusir massa.
“Bubar kalian, apa pula yang kalian demo. Apa sudah kuat kalian. Kan sudah kubilang jangan demo, masih juga kalian demo. Mau mati kalian rupanya,” ujar salah seorang preman.
Tidak Ada Instruksi ke Preman untuk Membubarkan Aksi
Pembubaran paksa massa Gerakan Masyarakat Peduli (GMP) Kota Medan oleh sekelompok preman saat berunjukrasa di kantor Walikota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis, seolah membenarkan kecurangan yang dilakukan Plt Walikota Medan Dzulmi Eldin saat menjabat Kepala Dinas Pendapatan.
Masa yang sejatinya akan berunjukrasa di depan kantor Walikota pukul 10:30 wib ini, sebelumnya juga telah dilempari batu oleh kelompok tak dikenal, saat melakukan koordinasi (titik kumpul aksi) di seputar Jalan Pulau Pinang. Namun Sekretaris Daerah Kota Medan Syaiful Bahri ketika dihubungi wartawan, Selasa (1/10) berselang beberapa menit kericuhan usai, membantah keras telah menyiapkan preman untuk membubarkan paksa massa pengunjukrasa.
“Tidak ada Pemko Medan demikian. Trims,” ungkap Syaiful melalui Short Massage Service miliknya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi A DPRD Medan Khairuddin Salim menyayangkan sikap aparat penegak hukum (Polisi) yang terkesan melakukan pembiaran saat pengunjukrasa dibubarkan paksa saat menyampaikan aspirasi mereka. Padahal, massa tersebut secara resmi telah menyampaikan surat pemberitahuan kepada Polresta Medan.
“Mereka (pengunjukrasa) kan sudah melayangkan surat pemberitahuan, yang berhak membubarkan itu aparat kepolisian bukan preman,” terangnya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006-2007, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 20 Milyar.
Dugaan korupsi tersebut meliputi, sewa gedung Bank Sumut senilai Rp2,1 Milyar, upah pungut senilai Rp2,8 Milyar dan Rehap Komputerisasi senilai Rp14 Milyar.[kl/hta]