29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Deteksi Dini Kanker Payudara, Raba dan SADARI Sebulan Sekali

PENJELASAN: Dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk (kanan) didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bambang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10).
M IDRIS/sumut pos
PENJELASAN: Dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk (kanan) didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bambang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10). M IDRIS/sumut pos

Bagi kaum wanita, hendaknya rajin meraba payudaranya sendiri atau Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) setiap sebulan sekali. Sebab, kaum wanita sangat rentan terkena kanker payudara, khususnya bagi wanita yang pola hidupnya tidak sehat.

Banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita terserang penyakit kanker payudara, mulai dari faktor genetik, perubahan pola hidup, konsumsi makanan tinggi lemak dan alkohol yang berlebihan, merokok, dan lain sebagainya. Namun, dari berbagai faktor tersebut ternyata perubahan pola hidup dan konsumsi makanan tinggi lemak menjadi faktor paling memicu kanker payudara.

Menurut dokter Spesialis Bedah Onkologi dari RS Murni Teguh, dr Albiner Simarmata SpB(K) Onk, faktor penyebab kanker payudara ini tidak ada penyebab khusus karena penyakit tersebut bukan disebabkan dari virus. Bahkan, faktor keturunan tidak signifikan hanya memberi andil sekitar 5 sampai 10 persen sajan

“Faktor utamanya adalah perubahan-perubahan pola hidup, seperti penundaan perkawinan. Kemudian, penundaan usia kelahiran pertama,” ungkap dr Albiner didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10).

Diutarakannya, berdasarkan laporan penelitian dari India bagian timur, apabila perempuan menikah dan melahirkan di atas 30 tahun maka memiliki kesempatan dua kali lebih besar terkena kanker payudara. Termasuk juga, perempuan yang sudah haid di bawah usia 11 tahun. “Selain itu, perempuan yang haid lebih lama atau menopause setelah usia 55 tahun. Namun, di Indonesia untuk menopause ini masih jarang karena rata-rata di bawah 50 tahun,” ujar dr Albiner.

Tak hanya itu saja, sambung dia, ada juga faktor lainnya yaitu kegemukan atau kelebihan lemak. Selanjutnya, sering mengkonsumsi makanan bercampur bahan kimia.

“Untuk mencegah kanker payudara tidak ada pencegahan yang primer, karena tidak tahu seseorang yang berpotensi terkena penyakit ini. Oleh karenanya, yang ada pencegahan sekunder seperti menjaga pola makan hidup sehat dan berat badan, berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alhokol,” sebut dr Albiner.

Ia menuturkan, pencegahan penyakit tersebut juga bisa dilakukan dengan deteksi dini yaitu melakukan pemeriksaan rutin sendiri terhadap payudara pada masa 7 hingga 10 hari setelah haid. Deteksi ini dilakukan disarankan satu kali dalam sebulan. “Sekitar 80 persen keluhan awalnya penyakit ini adalah benjolan, tapi tidak terasa sakit dan tidak tahu karena tidak dideteksi dini atau diperiksa ke dokter, sehingga tidak tahu,” tuturnya.

Kata dr Albiner, sebagian besar penderita kanker payudara yang ditanganinya berusia lanjut karena tidak mewaspadai sedini mungkin penyakit tersebut. Padahal, jika mendeteksi dini dan memeriksa ke dokter ketika ada benjolan 1 hingga 2 centimeter (cm), maka akan cukup menolong untuk dilakukan pencegahan.

“Dalam kanker termasuk payudara, sangat dipengaruhi stadium atau besarnya tumor. Kemudian, keterlibatan kelenjar getah bening dan penyebarannya. Jadi, kalau tumornya masih kecil sekitar 2 cm atau stadium 1 maka angka harapan hidupnya 100 persen hingga 5 tahun ke depan,” paparnya.

Namun demikian, lanjut dr Albiner, yang sering terjadi pada pasien ketika ada benjolan kecil dibiarkan karena terkendala atau ada hambatan sosial. Misalnya, pasien yang sudah memiliki suami dan hendak memeriksakannya tentu harus meminta izin terlebih dahulu. Setelah meminta izin, suaminya setuju tetapi mertua tidak setuju.

“Hal ini berdasarkan laporan di dalam forum Asia Pasifik, dimana hambatan sosial di Asia Tenggara penderita kanker payudara ini tidak independen. Artinya, pasien tidak bisa memutuskan untuk memeriksakan atau berobat ke dokter,” bebernya.

Lebih dari itu, ada juga miss konsepsi atau konsep yang salah. Misalnya, jangan mau berobat ke dokter dan nanti kalau diambil sampel maka bisa menyebar tumornya. “Padahal, tumor itu kalau sedikitpun tidak dilakukan apa-apa maka tidak akan menyebar.

Sebab, bentuk tumor pada kanker payudara berbeda dengan kanker lainnya. Akan tetapi, tumor pada kanker payudara memiliki kemampuan untuk terus bertambah dan pertumbuhannya tidak bisa terkontrol oleh tubuh penderitanya,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut dr Albiner, ketakutan-ketakukan atau stigma yang sudah terdoktrin di pikiran masyarakat, misalnya enggak usah diobati karena nanti akhirnya meninggal juga. Maka, stigma atau pemikiran yang keliru itu harus dirubah dan disingkirkan.

“Penderita kanker stadium awal yaitu 1 atau 2 harus didorong untuk melakukan pemeriksaan dan berobat ke dokter. Singapura telah berhasil menekan jumlah penderita penyakit ini selama 15 tahun, caranya dengan mendorong penderita stadium awal untuk berobat. Sedangkan Indonesia hampir selama 20 tahun tidak berubah ini polanya, karena stadium 3 dan 4 yang berobat. Namun, kini perlahan sudah ada yang stadium awal untuk berobat,” ujarnya.

Sementara, Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari menyampaikan, Oktober diperingati sebagai bulan kesadaran kanker payudara baik secara nasional maupun internasional. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kesadaran dan deteksi dini kanker payudara. Sebab, diagnosis dini penting dalam perawatan dan pengobatan kanker payudara.

Disebutkannya, program deteksi dini kanker payudara dengan Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang dianjurkan American Cancer Society (ACS). Antara lain, usia 20-25 tahun SADARI 1 bulan sekali hingga umur 50 tahun melakukan 7-10 hari sesudah menstruasi. Kemudian, usia 25-35 tahun SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter setiap tahun.

Selanjutnya, usia 40 tahun melakukan mamografi, usia 35-59 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi sesuai anjuran dokter. Terkahir, usia 50 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi 1 tahun sekali.

“Cara melakukan SADARI yaitu dengan meraba seluruh bagian payudara sesuai yang dianjurkan untuk merasakan ada sesuatu di dalam yang tidak biasa, atau adanya cairan dari puting susu. Kemudian, berbaring dan menaruh bantal pada sisi payudara yang akan diperiksa. Posisi lengan pada sisi payudara yang diperiksa diletakkan di belakang kepala,” jabar Bangbang.

Berikutnya, sambung dia, dengan tangan yang bebas gunakan 3 jari dalam posisi sejajar dengan payudara (bukan tegak lurus) untuk memeriksa seluruh area payudara. Tekan dengan gerakan memutar dan naik-turun, awali dari daerah ketiak turun ke bawah lalu naik lagi sampai seluruh area payudara terperiksa termasuk daerah puting susu.

Pada perabaan, rasakan keseragaman kontur payudara. Jika merasakan sesuatu yang tidak wajar, perhatikan baik-baik dan ulangi serta bandingkan dengan daerah lainnya. Bila perlu, catat dan ulangi pada pemeriksaan rutin bulan berikutnya atau segera memeriksakan diri ke dokter.

“Kelainan yang teraba dapat berbentuk benjolan yang agak keras dan tidak menghilang setelah dua kali siklus menstruasi. Jangan tunggu, segera memeriksakan diri ke dokter jika benjolan tidak hilang, atau benjolan tumbuh semakin besar, atau ada cairan keluar dari puting,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, jumlah pasien kanker payudara yang ditangani di RS Murni Teguh terjadi peningkatan dari tahun 2018 ke 2019. Tahun 2018, berjumlah 1.392 sedangkan 2019 mencapai 1.526. “Jumlah pasien kanker payudara di tahun 2019 ada 1.366 orang (rawat jalan) dan 160 orang untuk rawat inap (data Januari-September). Penyakit kanker payudara ini merupakan peringkat pertama di RS Murni Teguh ditahun 2018 dan 2019,” pungkasnya. (ris/ila)

PENJELASAN: Dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk (kanan) didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bambang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10).
M IDRIS/sumut pos
PENJELASAN: Dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk (kanan) didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bambang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10). M IDRIS/sumut pos

Bagi kaum wanita, hendaknya rajin meraba payudaranya sendiri atau Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) setiap sebulan sekali. Sebab, kaum wanita sangat rentan terkena kanker payudara, khususnya bagi wanita yang pola hidupnya tidak sehat.

Banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita terserang penyakit kanker payudara, mulai dari faktor genetik, perubahan pola hidup, konsumsi makanan tinggi lemak dan alkohol yang berlebihan, merokok, dan lain sebagainya. Namun, dari berbagai faktor tersebut ternyata perubahan pola hidup dan konsumsi makanan tinggi lemak menjadi faktor paling memicu kanker payudara.

Menurut dokter Spesialis Bedah Onkologi dari RS Murni Teguh, dr Albiner Simarmata SpB(K) Onk, faktor penyebab kanker payudara ini tidak ada penyebab khusus karena penyakit tersebut bukan disebabkan dari virus. Bahkan, faktor keturunan tidak signifikan hanya memberi andil sekitar 5 sampai 10 persen sajan

“Faktor utamanya adalah perubahan-perubahan pola hidup, seperti penundaan perkawinan. Kemudian, penundaan usia kelahiran pertama,” ungkap dr Albiner didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali saat diwawancarai, Kamis (31/10).

Diutarakannya, berdasarkan laporan penelitian dari India bagian timur, apabila perempuan menikah dan melahirkan di atas 30 tahun maka memiliki kesempatan dua kali lebih besar terkena kanker payudara. Termasuk juga, perempuan yang sudah haid di bawah usia 11 tahun. “Selain itu, perempuan yang haid lebih lama atau menopause setelah usia 55 tahun. Namun, di Indonesia untuk menopause ini masih jarang karena rata-rata di bawah 50 tahun,” ujar dr Albiner.

Tak hanya itu saja, sambung dia, ada juga faktor lainnya yaitu kegemukan atau kelebihan lemak. Selanjutnya, sering mengkonsumsi makanan bercampur bahan kimia.

“Untuk mencegah kanker payudara tidak ada pencegahan yang primer, karena tidak tahu seseorang yang berpotensi terkena penyakit ini. Oleh karenanya, yang ada pencegahan sekunder seperti menjaga pola makan hidup sehat dan berat badan, berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alhokol,” sebut dr Albiner.

Ia menuturkan, pencegahan penyakit tersebut juga bisa dilakukan dengan deteksi dini yaitu melakukan pemeriksaan rutin sendiri terhadap payudara pada masa 7 hingga 10 hari setelah haid. Deteksi ini dilakukan disarankan satu kali dalam sebulan. “Sekitar 80 persen keluhan awalnya penyakit ini adalah benjolan, tapi tidak terasa sakit dan tidak tahu karena tidak dideteksi dini atau diperiksa ke dokter, sehingga tidak tahu,” tuturnya.

Kata dr Albiner, sebagian besar penderita kanker payudara yang ditanganinya berusia lanjut karena tidak mewaspadai sedini mungkin penyakit tersebut. Padahal, jika mendeteksi dini dan memeriksa ke dokter ketika ada benjolan 1 hingga 2 centimeter (cm), maka akan cukup menolong untuk dilakukan pencegahan.

“Dalam kanker termasuk payudara, sangat dipengaruhi stadium atau besarnya tumor. Kemudian, keterlibatan kelenjar getah bening dan penyebarannya. Jadi, kalau tumornya masih kecil sekitar 2 cm atau stadium 1 maka angka harapan hidupnya 100 persen hingga 5 tahun ke depan,” paparnya.

Namun demikian, lanjut dr Albiner, yang sering terjadi pada pasien ketika ada benjolan kecil dibiarkan karena terkendala atau ada hambatan sosial. Misalnya, pasien yang sudah memiliki suami dan hendak memeriksakannya tentu harus meminta izin terlebih dahulu. Setelah meminta izin, suaminya setuju tetapi mertua tidak setuju.

“Hal ini berdasarkan laporan di dalam forum Asia Pasifik, dimana hambatan sosial di Asia Tenggara penderita kanker payudara ini tidak independen. Artinya, pasien tidak bisa memutuskan untuk memeriksakan atau berobat ke dokter,” bebernya.

Lebih dari itu, ada juga miss konsepsi atau konsep yang salah. Misalnya, jangan mau berobat ke dokter dan nanti kalau diambil sampel maka bisa menyebar tumornya. “Padahal, tumor itu kalau sedikitpun tidak dilakukan apa-apa maka tidak akan menyebar.

Sebab, bentuk tumor pada kanker payudara berbeda dengan kanker lainnya. Akan tetapi, tumor pada kanker payudara memiliki kemampuan untuk terus bertambah dan pertumbuhannya tidak bisa terkontrol oleh tubuh penderitanya,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut dr Albiner, ketakutan-ketakukan atau stigma yang sudah terdoktrin di pikiran masyarakat, misalnya enggak usah diobati karena nanti akhirnya meninggal juga. Maka, stigma atau pemikiran yang keliru itu harus dirubah dan disingkirkan.

“Penderita kanker stadium awal yaitu 1 atau 2 harus didorong untuk melakukan pemeriksaan dan berobat ke dokter. Singapura telah berhasil menekan jumlah penderita penyakit ini selama 15 tahun, caranya dengan mendorong penderita stadium awal untuk berobat. Sedangkan Indonesia hampir selama 20 tahun tidak berubah ini polanya, karena stadium 3 dan 4 yang berobat. Namun, kini perlahan sudah ada yang stadium awal untuk berobat,” ujarnya.

Sementara, Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari menyampaikan, Oktober diperingati sebagai bulan kesadaran kanker payudara baik secara nasional maupun internasional. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kesadaran dan deteksi dini kanker payudara. Sebab, diagnosis dini penting dalam perawatan dan pengobatan kanker payudara.

Disebutkannya, program deteksi dini kanker payudara dengan Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang dianjurkan American Cancer Society (ACS). Antara lain, usia 20-25 tahun SADARI 1 bulan sekali hingga umur 50 tahun melakukan 7-10 hari sesudah menstruasi. Kemudian, usia 25-35 tahun SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter setiap tahun.

Selanjutnya, usia 40 tahun melakukan mamografi, usia 35-59 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi sesuai anjuran dokter. Terkahir, usia 50 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi 1 tahun sekali.

“Cara melakukan SADARI yaitu dengan meraba seluruh bagian payudara sesuai yang dianjurkan untuk merasakan ada sesuatu di dalam yang tidak biasa, atau adanya cairan dari puting susu. Kemudian, berbaring dan menaruh bantal pada sisi payudara yang akan diperiksa. Posisi lengan pada sisi payudara yang diperiksa diletakkan di belakang kepala,” jabar Bangbang.

Berikutnya, sambung dia, dengan tangan yang bebas gunakan 3 jari dalam posisi sejajar dengan payudara (bukan tegak lurus) untuk memeriksa seluruh area payudara. Tekan dengan gerakan memutar dan naik-turun, awali dari daerah ketiak turun ke bawah lalu naik lagi sampai seluruh area payudara terperiksa termasuk daerah puting susu.

Pada perabaan, rasakan keseragaman kontur payudara. Jika merasakan sesuatu yang tidak wajar, perhatikan baik-baik dan ulangi serta bandingkan dengan daerah lainnya. Bila perlu, catat dan ulangi pada pemeriksaan rutin bulan berikutnya atau segera memeriksakan diri ke dokter.

“Kelainan yang teraba dapat berbentuk benjolan yang agak keras dan tidak menghilang setelah dua kali siklus menstruasi. Jangan tunggu, segera memeriksakan diri ke dokter jika benjolan tidak hilang, atau benjolan tumbuh semakin besar, atau ada cairan keluar dari puting,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, jumlah pasien kanker payudara yang ditangani di RS Murni Teguh terjadi peningkatan dari tahun 2018 ke 2019. Tahun 2018, berjumlah 1.392 sedangkan 2019 mencapai 1.526. “Jumlah pasien kanker payudara di tahun 2019 ada 1.366 orang (rawat jalan) dan 160 orang untuk rawat inap (data Januari-September). Penyakit kanker payudara ini merupakan peringkat pertama di RS Murni Teguh ditahun 2018 dan 2019,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/