31.7 C
Medan
Sunday, May 26, 2024

Angkot Tua tak Berizin, Sebagian Masih Beroperasi di Jalanan

MEDAN-Sebanyak 285 angkutan kota (angkot) pintu belakang di Medan yang masih beroperasi tidak mengantongi speksi serta tidak pernah dilakukan uji berkala kendaraan.

Kasi Angkutan Kota Dishub Medan, Hendrik Ginting menegaskan 285 unit angkutan kota pintu belakang itu milik Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) dan Rahayu Medan Ceria (RMC).

“Memang jumlahnya tidak begitu banyak lagi, namun angkutan itu tidak ada speksinya tapi tetap beroperasi. Kita tidak tahu siapa yang bertanggung jawab dengan angkutan kota itu,” kata Hendrik.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Armansyah Lubis menegaskan, operasional angkutan kota pintu belakang di Medan tidak ada izinnya. Sebab, hingga sekarang Dishub Medan tidak pernah lagi mengeluarkan  perpanjangan speksi, bahkan angkutan kota pintu belakang tidak pernah melakukan pengujian kendaraan berkala.

“Jelas ini mengakibatkan kemacetan dan menambah polusi udara,” ujar Armansyah.
Padahal, lanjutnya, dalam pengujian kendaraan berkala selama enam bulan sekali harus dilakukan angkutan kota yang ada di Medan.

“Di sinilah diperiksa kelayakan angkutan tersebut, mulai dari mesin, rem hingga pengujian emisinya. Kalau kita lihat kenyataannya masih tetap ada yang beroperasi. Kita tidak bisa menindaknya, karena mereka masih mengantongi izin dari perusahaan KPUM  dan RMC,” terang Armasnyah.

Sebelumnya, tahun 2010, KPUM pernah melakukan peremajaan 100 unit angkutan kota pintu belakang. Namun, hingga sekarang angkutan kota pintu belakang itu tetap tidak ditarik dari peredaran, justru ditambah dengan angkutan kota yang baru yakni Grand Max, sehingga jumlah angkutan kota di Medan semakin banyak.

“Janjinya pengusaha akan menarik angkutan kota yang lama, mereka mau menggunakan angkutan itu untuk angkutan di daerah-daerah. Tapi kita tidak tahu lagi kenapa hingga sekarang masih tetap saja ada angkutan kota pintu belakang milik KPUM yang beroperasi, padahal speksinya juga tidak ada,” tegas Armasnyah.

Dishub Medan, terang Armansyah, tidak memiliki kewenangan untuk mengandangkan angkutan kota pintu belakang yang tidak memiliki speksi. Pasalnya, pihak perusahaan masih memberikan plafon untuk angkutan yang lama. Bahkan, kalaupun ditindak di lapangan dengan menilang, Dishub Medan juga tidak bisa menahan angkutan tersebut berlama-lama, karena pemilik angkutan punya hak untuk menebus SIM dan STNK-nya.
“Makanya, Dishub Medan tidak mau lagi sembarangan mengeluarkan rekomendasi untuk peremajaan angkutan kota di Medan. Harus jelas, mana angkutan kotanya yang mau ditarik. Kalau sudah jelas dan masih beroperasi nantinya di lapangan, kita bisa langsung mengandangkannya,” terang Armansyah.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe yang juga pengelola Rahayu Medan Ceria (RMC) mengaku kalau angkutan pintu belakang RMC No 106 sudah tidak ada lagi.

“Tidak ada lagi angkutan yang pintu belakang, semua sudah ditarik. Bisa di cek di lapangan. Trayek 106 itu angkutannya semua sudah pintu samping yang pintu belakang sudah tidak ada lagi,” kata Mont.

Namun dari pantauan wartawan di lapangan, sejumlah angkutan kota pintu belakang di Medan masih terlihat beroperasi. Beberapa unit angkutan pintu belakang RMC 106 masih beroperasi dari Mandala ke Amplas. Sedangkan angkutan kota pintu belakang milik KPUM seperti No 08, 03, 04 dan 17 juga masih banyak terlihat beroperasi di lapangan.

Sumbang Gas Rumah Kaca Terbesar

Kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumut khusunya di Kota Medan.
Menurut Kepala BLH Sumut, Hj Hidayati ada sebanyak 2.284.404 unit kendaraan baik roda empat maupun roda dua. Selain itu, untuk bidang industri menempati urutan kedua, dimana terdapat sebanyak 1.600 industri.

Penyumbang lainnya adalah disebabkan oleh kebakaran hutan atau lahan, dimana tercatat ada 498 titik hotspot. Keberadaan sampah menempati urutan selanjutnya, dengan taksasi atau perhitungan15 juta orang dikali 0,6 kg sampah.

Sumut memiliki 1,7 juta ha areal perkebunan sawit yang berpotensi menghasilkan 8,7 miliar ton setara CO2 per tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan kapasitas olah 30 ton per jam saja dapat menghasilkan 13.000 ton setara CO2 per tahun dan berpotensi menghasilkan emisi 35.000-100.000 ton CO2 per tahun. Jadi apabila kualitas udara nasional melalui emisi tidak diperbaiki atau tidak dilakukan perubahan, maka telah diproyeksikan pada tahun 2018 akan terjadi peningkatan 20 kali partikel debu (PM). Oleh karenanya BLH Sumut melakukan 10 strategi sepanjang 2010-2014, antara lain, peningkatan kualitas air permukaan (Asahan, Deli dan Belawan), konservasi ekosistem Danau Toba, Pantai Timur dan lain-lain. (ari/adl)

MEDAN-Sebanyak 285 angkutan kota (angkot) pintu belakang di Medan yang masih beroperasi tidak mengantongi speksi serta tidak pernah dilakukan uji berkala kendaraan.

Kasi Angkutan Kota Dishub Medan, Hendrik Ginting menegaskan 285 unit angkutan kota pintu belakang itu milik Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) dan Rahayu Medan Ceria (RMC).

“Memang jumlahnya tidak begitu banyak lagi, namun angkutan itu tidak ada speksinya tapi tetap beroperasi. Kita tidak tahu siapa yang bertanggung jawab dengan angkutan kota itu,” kata Hendrik.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Armansyah Lubis menegaskan, operasional angkutan kota pintu belakang di Medan tidak ada izinnya. Sebab, hingga sekarang Dishub Medan tidak pernah lagi mengeluarkan  perpanjangan speksi, bahkan angkutan kota pintu belakang tidak pernah melakukan pengujian kendaraan berkala.

“Jelas ini mengakibatkan kemacetan dan menambah polusi udara,” ujar Armansyah.
Padahal, lanjutnya, dalam pengujian kendaraan berkala selama enam bulan sekali harus dilakukan angkutan kota yang ada di Medan.

“Di sinilah diperiksa kelayakan angkutan tersebut, mulai dari mesin, rem hingga pengujian emisinya. Kalau kita lihat kenyataannya masih tetap ada yang beroperasi. Kita tidak bisa menindaknya, karena mereka masih mengantongi izin dari perusahaan KPUM  dan RMC,” terang Armasnyah.

Sebelumnya, tahun 2010, KPUM pernah melakukan peremajaan 100 unit angkutan kota pintu belakang. Namun, hingga sekarang angkutan kota pintu belakang itu tetap tidak ditarik dari peredaran, justru ditambah dengan angkutan kota yang baru yakni Grand Max, sehingga jumlah angkutan kota di Medan semakin banyak.

“Janjinya pengusaha akan menarik angkutan kota yang lama, mereka mau menggunakan angkutan itu untuk angkutan di daerah-daerah. Tapi kita tidak tahu lagi kenapa hingga sekarang masih tetap saja ada angkutan kota pintu belakang milik KPUM yang beroperasi, padahal speksinya juga tidak ada,” tegas Armasnyah.

Dishub Medan, terang Armansyah, tidak memiliki kewenangan untuk mengandangkan angkutan kota pintu belakang yang tidak memiliki speksi. Pasalnya, pihak perusahaan masih memberikan plafon untuk angkutan yang lama. Bahkan, kalaupun ditindak di lapangan dengan menilang, Dishub Medan juga tidak bisa menahan angkutan tersebut berlama-lama, karena pemilik angkutan punya hak untuk menebus SIM dan STNK-nya.
“Makanya, Dishub Medan tidak mau lagi sembarangan mengeluarkan rekomendasi untuk peremajaan angkutan kota di Medan. Harus jelas, mana angkutan kotanya yang mau ditarik. Kalau sudah jelas dan masih beroperasi nantinya di lapangan, kita bisa langsung mengandangkannya,” terang Armansyah.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe yang juga pengelola Rahayu Medan Ceria (RMC) mengaku kalau angkutan pintu belakang RMC No 106 sudah tidak ada lagi.

“Tidak ada lagi angkutan yang pintu belakang, semua sudah ditarik. Bisa di cek di lapangan. Trayek 106 itu angkutannya semua sudah pintu samping yang pintu belakang sudah tidak ada lagi,” kata Mont.

Namun dari pantauan wartawan di lapangan, sejumlah angkutan kota pintu belakang di Medan masih terlihat beroperasi. Beberapa unit angkutan pintu belakang RMC 106 masih beroperasi dari Mandala ke Amplas. Sedangkan angkutan kota pintu belakang milik KPUM seperti No 08, 03, 04 dan 17 juga masih banyak terlihat beroperasi di lapangan.

Sumbang Gas Rumah Kaca Terbesar

Kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumut khusunya di Kota Medan.
Menurut Kepala BLH Sumut, Hj Hidayati ada sebanyak 2.284.404 unit kendaraan baik roda empat maupun roda dua. Selain itu, untuk bidang industri menempati urutan kedua, dimana terdapat sebanyak 1.600 industri.

Penyumbang lainnya adalah disebabkan oleh kebakaran hutan atau lahan, dimana tercatat ada 498 titik hotspot. Keberadaan sampah menempati urutan selanjutnya, dengan taksasi atau perhitungan15 juta orang dikali 0,6 kg sampah.

Sumut memiliki 1,7 juta ha areal perkebunan sawit yang berpotensi menghasilkan 8,7 miliar ton setara CO2 per tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan kapasitas olah 30 ton per jam saja dapat menghasilkan 13.000 ton setara CO2 per tahun dan berpotensi menghasilkan emisi 35.000-100.000 ton CO2 per tahun. Jadi apabila kualitas udara nasional melalui emisi tidak diperbaiki atau tidak dilakukan perubahan, maka telah diproyeksikan pada tahun 2018 akan terjadi peningkatan 20 kali partikel debu (PM). Oleh karenanya BLH Sumut melakukan 10 strategi sepanjang 2010-2014, antara lain, peningkatan kualitas air permukaan (Asahan, Deli dan Belawan), konservasi ekosistem Danau Toba, Pantai Timur dan lain-lain. (ari/adl)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/