25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Bidang Kesehatan Harus Prioritas Ketimbang JPS

KETERANGAN: Fraksi PKS DPRD Sumut saat bersilaturahmi dengan wartawan di gedung DPRD Sumut, Rabu (7/1). Dalam pertemuan itu, Fraksi PKS menyoroti porsi anggaran refocusing tahap II.
KETERANGAN: Fraksi PKS DPRD Sumut saat bersilaturahmi dengan wartawan di gedung DPRD Sumut, Rabu (7/1). Dalam pertemuan itu, Fraksi PKS menyoroti porsi anggaran refocusing tahap II.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) diingatkan agar jangan salah kaprah dalam penggunaan anggaran refocusing atau realokasi APBD Sumut 2020 tahap II. Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi diminta untuk lebih memprioritaskan bidang kesehatan ketimbang jaring pengaman sosial (JPS) berupa bantuan sosial. Hal ini mengingat, dalam waktu dekat pemberlakukan normal baru di Sumut, namun angka orang terinfeksi Covid-19 justru semakin tinggi.

“Berdasarkan data yang kami peroleh dan lihat dari GTPP Covid-19 Sumut porsi jaring pengaman sosial atau social safety net masih lebih besar dibanding bidang kesehatan. Selisihnya masih 50 persen dari komposisi porsi pada refocusing tahap I,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPDR Sumut, Hendro Susanto didampingi penasehat dan anggota fraksi, Hariyanto, Abdul Rahim Siregar, dan Dedi Iskandar saat silaturahmi dengan wartawan di Gedung DPRD Sumut, Jalab Imam Bonjol Medan, Rabu (1/7).

Dijabarkannya, anggaran untuk penanganan Covid-19 tahap II berdasarkan Pergubsu No.16/2020 sebesar Rp500 miliar. Terdiri dari bidang kesehatan senilai Rp130 miliar; JPS senilai Rp253 miliar; dan penanganan dampak (stimulus) ekonomi Rp117 miliar. Sementara refocusing tahap I sesuai Pergubsu Nomor 7/2020 sebesar Rp502,1 miliar, untuk sektor kesehatan dan pendukung sebesar Rp191,8 miliar; JPS sebesar Rp300,3 miliar dan stimulus ekonomi sebesar Rp10 miliar.

“Sumut tidak menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), jadi logikanya buat apa digelontorkan banyak anggaran buat JPS. PSBB pada prinsipnya karena rakyat disuruh tetap di rumah agar memutus penularan rantai virus, dan pemerintah wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya. Menurut PKS, justru yang harus dialokasikan lebih besar adalah bidang kesehatan, terlebih akan diterapkan normal baru,” katanya.

F-PKS menyebutkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum Sumut menerapkan normal baru. Pertama laju kasus baru harus sudah turun signifikan, dengan indikasi minimal dalam 14 hari hanya 1 kasus bertambah. Kedua, Pemprovsu harus punya kemampuan mendeteksi populasi berisiko baik orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan lainnya. Ketiga, kecepatan dalam melayani rapid test maupun PCR harus memadai, sehingga tidak ada penumpukan antrean. Dan keempat, kesiapan rumah sakit jika sewaktu-waktu terjadi pelonjakan kasus.

“Apakah ventilator dan APD cukup, sumber daya manusianya apakah sudah memadai. Sepanjang pengamatan kami, presentasinya kecil. Rumah sakit kita tidak siap kalau tiba-tiba terjadi lonjakan kasus,” katanya.

Atas dasar itu, pihaknya menyoroti alokasi anggaran dana refocusing Covid-19. Termasuk penempatan anggaran untuk pengadaan JPS diantaranya bantuan langsung tunai dan sembako serta pelayanan pendaftaran kartu prakerja yang alokasinya lebih besar daripada sektor kesehatan dan pendukung (untuk keperluan medis dan nonmedis). “Logika hasil pendalaman kami, ini tidak benar ploting anggarannya. Harusnya diperbesar untuk kesehatan dan pendukungnya, agar tidak terjadi lonjakan. Kita tidak PSBB, harusnya ada tindakan preventif. Bukan malah menyediakan anggaran yang lebih besar untuk bantuan masyarakat,” katanya.

Dedi Iskandar yang juga Anggota Pansus Covid-19 DPRD Sumut mengungkapkan, pihaknya menemukan penyaluran bantuan yang bermasalah, baik dari item bantuan, kuantitas dan kualitas. “Item bantuan sembakonya ada yang kurang dan kualitasnya ada yang tidak bagus. Masalah data juga ditemukan tumpang tindih sehingga yang dapat bantuan itu-itu saja,” katanya.

Persoalan itu terjadi pada penyaluran bantuan dari anggaran refocusing tahap I, sehingga hal ini menjadi PR besar untuk diselesaikan pada bantuan tahap II dan III. “Kami juga meminta agar bantuan yang diberikan dalam bentuk tunai (BST), tidak lagi dalam bentuk sembako. Dengan demikian, perputaran uang akan bergerak dan ekonomi masyarakat kelas bawah akan terbantu. Kami pun meminta supaya JPS tahap II dapat dibagikan bagi rakyat yang tidak tercover bantuan seperti PKH dan DTKS, seperti driver ojol, tukang becak, pedagang kaki lima dan lainnya,” katanya.

Gubsu Jangan Buru-buru Gunakan Refocusing Tahap II

Anggota Fraksi PDI Perjuangan Sumut, Meryl Rouly Saragih yang juga anggota Pansus Covid-19 DPRD Sumut menilai, penggunaan anggaran refocusing APBD Sumut tahap II sebesar Rp500 miliar merupakan keputusan yang sangat terburu-buru tanpa memperhatikan berbagai masukan dan evaluasi dari banyak pihak termasuk DPRD Sumut terkait buruknya pelaksanaan dan penggunaan dana Refocusing Tahap I.

“Gubsu jangan tergesa-gesa, sebaiknya Gubsu duduk bersama dulu dengan berbagai pihak pemangku kepentingan terhadap penanggulangan bencana pandemi Covid-19 dan dampak sosialnya, sebelum membuat keputusan penggunaan dana refocusing tahap II. Sebab, penggunaan dana refocusing tahap I banyak sekali ditemukan berbagai kebocoran, terutama pada aspek bantuan sosial. Demikian juga alokasi anggaran untuk tindakan preventif pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 yang belum terlihat secara jelas” ujar Meryl melalui siaran persnya, Rabu (1/7).

Meryl Saragih yang juga Wakil Sekreatris DPD PDI Perjuangan Sumut menyatakan, sesungguhnya penggunaan dana refocusing tahap I sudah salah kaprah. Dari Rp502,1 miliar, Rp300 miliar digunakan untuk JPS dan hanya Rp10 Miliar untuk stimulus ekonomi. Sisanya untuk belanja kesehatan sebagai tindakan penanganan penyebaran Covid-19. Akibatnya, virus Corona yang seharusnya ditahan, bahkan dihentikan, ternyata terus menyebar dan telah memakan banyak korban hingga saat ini. JPS dalam bentuk bantuan sosial berupa sembako juga menambah permasalahan yang berpotensi sampai ketindak pidana.

“Seyogyanya penggunaan dana refocusing tahap I, 70 persen dialokasikan untuk belanja kesehatan sebagai bentuk kesungguhan Pemprovsu melakukan tindakan penanganan dan pencegahan sekaligus memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Karena saat itu, Sumut termasuk daerah yang belum termasuk berbahaya dan terdampak parah, tetapi yang dilakukan malah sebaliknya” imbuh Meryl.

Selain itu, Meryl juga menegaskan kepada Gubsu, penggunaan dana refocusing tahap II ini sebaiknya 60 persen dialokasikan untuk kesehatan dengan memperbaiki, melengkapi dan mengadakan berbagai fasilitas kesehatan untuk penanganan dan tindakan preventif pencegahan penyebaran Covid-19 seperti APD, tenaga medis dan infrastruktur kesehatan.

“Bila Pemprovsu masih tetap mengalokasikan dana di sektor kesehatan lebih rendah dari JPS yang hanya dampak, maka sesungguhnya Pemprovsu tidak punya niat baik dalam penanganan dan pencegahan Covid-19 dan New Normal akan berubah menjadi bencana, karena temuan-temuan yang saya jumpai di lapangan membuktikan secara jelas bahwa semua RS rujukan tidak siap menghadapi New Normal,” ungkapnya.

kemudian, Meryl menjelaskan, 30 persen dana refocusing tahap II harusnya dialokasikan untuk stimulus ekonomi sebagai upaya Pemprovsu untuk menggerakkan roda ekonomi dan sisanya digunakan untuk berbagai kegiatan lainnya. “Yang perlu kita diskusikan lebih mendalam diantara berbagai pihak saat ini adalah bagaimana mempercepat pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini masih terus bergerak naik di Sumut, tanpa program dan anggaran untuk hal ini maka, seberapa besarpun dana refocusing APBD Sumut akan sia-sia” pungkas Meryl. (prn/adz)

KETERANGAN: Fraksi PKS DPRD Sumut saat bersilaturahmi dengan wartawan di gedung DPRD Sumut, Rabu (7/1). Dalam pertemuan itu, Fraksi PKS menyoroti porsi anggaran refocusing tahap II.
KETERANGAN: Fraksi PKS DPRD Sumut saat bersilaturahmi dengan wartawan di gedung DPRD Sumut, Rabu (7/1). Dalam pertemuan itu, Fraksi PKS menyoroti porsi anggaran refocusing tahap II.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) diingatkan agar jangan salah kaprah dalam penggunaan anggaran refocusing atau realokasi APBD Sumut 2020 tahap II. Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi diminta untuk lebih memprioritaskan bidang kesehatan ketimbang jaring pengaman sosial (JPS) berupa bantuan sosial. Hal ini mengingat, dalam waktu dekat pemberlakukan normal baru di Sumut, namun angka orang terinfeksi Covid-19 justru semakin tinggi.

“Berdasarkan data yang kami peroleh dan lihat dari GTPP Covid-19 Sumut porsi jaring pengaman sosial atau social safety net masih lebih besar dibanding bidang kesehatan. Selisihnya masih 50 persen dari komposisi porsi pada refocusing tahap I,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPDR Sumut, Hendro Susanto didampingi penasehat dan anggota fraksi, Hariyanto, Abdul Rahim Siregar, dan Dedi Iskandar saat silaturahmi dengan wartawan di Gedung DPRD Sumut, Jalab Imam Bonjol Medan, Rabu (1/7).

Dijabarkannya, anggaran untuk penanganan Covid-19 tahap II berdasarkan Pergubsu No.16/2020 sebesar Rp500 miliar. Terdiri dari bidang kesehatan senilai Rp130 miliar; JPS senilai Rp253 miliar; dan penanganan dampak (stimulus) ekonomi Rp117 miliar. Sementara refocusing tahap I sesuai Pergubsu Nomor 7/2020 sebesar Rp502,1 miliar, untuk sektor kesehatan dan pendukung sebesar Rp191,8 miliar; JPS sebesar Rp300,3 miliar dan stimulus ekonomi sebesar Rp10 miliar.

“Sumut tidak menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), jadi logikanya buat apa digelontorkan banyak anggaran buat JPS. PSBB pada prinsipnya karena rakyat disuruh tetap di rumah agar memutus penularan rantai virus, dan pemerintah wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya. Menurut PKS, justru yang harus dialokasikan lebih besar adalah bidang kesehatan, terlebih akan diterapkan normal baru,” katanya.

F-PKS menyebutkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum Sumut menerapkan normal baru. Pertama laju kasus baru harus sudah turun signifikan, dengan indikasi minimal dalam 14 hari hanya 1 kasus bertambah. Kedua, Pemprovsu harus punya kemampuan mendeteksi populasi berisiko baik orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan lainnya. Ketiga, kecepatan dalam melayani rapid test maupun PCR harus memadai, sehingga tidak ada penumpukan antrean. Dan keempat, kesiapan rumah sakit jika sewaktu-waktu terjadi pelonjakan kasus.

“Apakah ventilator dan APD cukup, sumber daya manusianya apakah sudah memadai. Sepanjang pengamatan kami, presentasinya kecil. Rumah sakit kita tidak siap kalau tiba-tiba terjadi lonjakan kasus,” katanya.

Atas dasar itu, pihaknya menyoroti alokasi anggaran dana refocusing Covid-19. Termasuk penempatan anggaran untuk pengadaan JPS diantaranya bantuan langsung tunai dan sembako serta pelayanan pendaftaran kartu prakerja yang alokasinya lebih besar daripada sektor kesehatan dan pendukung (untuk keperluan medis dan nonmedis). “Logika hasil pendalaman kami, ini tidak benar ploting anggarannya. Harusnya diperbesar untuk kesehatan dan pendukungnya, agar tidak terjadi lonjakan. Kita tidak PSBB, harusnya ada tindakan preventif. Bukan malah menyediakan anggaran yang lebih besar untuk bantuan masyarakat,” katanya.

Dedi Iskandar yang juga Anggota Pansus Covid-19 DPRD Sumut mengungkapkan, pihaknya menemukan penyaluran bantuan yang bermasalah, baik dari item bantuan, kuantitas dan kualitas. “Item bantuan sembakonya ada yang kurang dan kualitasnya ada yang tidak bagus. Masalah data juga ditemukan tumpang tindih sehingga yang dapat bantuan itu-itu saja,” katanya.

Persoalan itu terjadi pada penyaluran bantuan dari anggaran refocusing tahap I, sehingga hal ini menjadi PR besar untuk diselesaikan pada bantuan tahap II dan III. “Kami juga meminta agar bantuan yang diberikan dalam bentuk tunai (BST), tidak lagi dalam bentuk sembako. Dengan demikian, perputaran uang akan bergerak dan ekonomi masyarakat kelas bawah akan terbantu. Kami pun meminta supaya JPS tahap II dapat dibagikan bagi rakyat yang tidak tercover bantuan seperti PKH dan DTKS, seperti driver ojol, tukang becak, pedagang kaki lima dan lainnya,” katanya.

Gubsu Jangan Buru-buru Gunakan Refocusing Tahap II

Anggota Fraksi PDI Perjuangan Sumut, Meryl Rouly Saragih yang juga anggota Pansus Covid-19 DPRD Sumut menilai, penggunaan anggaran refocusing APBD Sumut tahap II sebesar Rp500 miliar merupakan keputusan yang sangat terburu-buru tanpa memperhatikan berbagai masukan dan evaluasi dari banyak pihak termasuk DPRD Sumut terkait buruknya pelaksanaan dan penggunaan dana Refocusing Tahap I.

“Gubsu jangan tergesa-gesa, sebaiknya Gubsu duduk bersama dulu dengan berbagai pihak pemangku kepentingan terhadap penanggulangan bencana pandemi Covid-19 dan dampak sosialnya, sebelum membuat keputusan penggunaan dana refocusing tahap II. Sebab, penggunaan dana refocusing tahap I banyak sekali ditemukan berbagai kebocoran, terutama pada aspek bantuan sosial. Demikian juga alokasi anggaran untuk tindakan preventif pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 yang belum terlihat secara jelas” ujar Meryl melalui siaran persnya, Rabu (1/7).

Meryl Saragih yang juga Wakil Sekreatris DPD PDI Perjuangan Sumut menyatakan, sesungguhnya penggunaan dana refocusing tahap I sudah salah kaprah. Dari Rp502,1 miliar, Rp300 miliar digunakan untuk JPS dan hanya Rp10 Miliar untuk stimulus ekonomi. Sisanya untuk belanja kesehatan sebagai tindakan penanganan penyebaran Covid-19. Akibatnya, virus Corona yang seharusnya ditahan, bahkan dihentikan, ternyata terus menyebar dan telah memakan banyak korban hingga saat ini. JPS dalam bentuk bantuan sosial berupa sembako juga menambah permasalahan yang berpotensi sampai ketindak pidana.

“Seyogyanya penggunaan dana refocusing tahap I, 70 persen dialokasikan untuk belanja kesehatan sebagai bentuk kesungguhan Pemprovsu melakukan tindakan penanganan dan pencegahan sekaligus memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Karena saat itu, Sumut termasuk daerah yang belum termasuk berbahaya dan terdampak parah, tetapi yang dilakukan malah sebaliknya” imbuh Meryl.

Selain itu, Meryl juga menegaskan kepada Gubsu, penggunaan dana refocusing tahap II ini sebaiknya 60 persen dialokasikan untuk kesehatan dengan memperbaiki, melengkapi dan mengadakan berbagai fasilitas kesehatan untuk penanganan dan tindakan preventif pencegahan penyebaran Covid-19 seperti APD, tenaga medis dan infrastruktur kesehatan.

“Bila Pemprovsu masih tetap mengalokasikan dana di sektor kesehatan lebih rendah dari JPS yang hanya dampak, maka sesungguhnya Pemprovsu tidak punya niat baik dalam penanganan dan pencegahan Covid-19 dan New Normal akan berubah menjadi bencana, karena temuan-temuan yang saya jumpai di lapangan membuktikan secara jelas bahwa semua RS rujukan tidak siap menghadapi New Normal,” ungkapnya.

kemudian, Meryl menjelaskan, 30 persen dana refocusing tahap II harusnya dialokasikan untuk stimulus ekonomi sebagai upaya Pemprovsu untuk menggerakkan roda ekonomi dan sisanya digunakan untuk berbagai kegiatan lainnya. “Yang perlu kita diskusikan lebih mendalam diantara berbagai pihak saat ini adalah bagaimana mempercepat pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini masih terus bergerak naik di Sumut, tanpa program dan anggaran untuk hal ini maka, seberapa besarpun dana refocusing APBD Sumut akan sia-sia” pungkas Meryl. (prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/