25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Bawa Anak dan Istri, Ditunggu Sejak Ashar

Buka Puasa Pertama dengan Bubur Sop Khas Kesultanan Deli

Pukul 16.00 WIB masyarakat sudah mulai mendatangi posko berbuka puasa di Masjid Raya Al Mashun Jalan Sisingamangaraja Medan. Bubur sop khas Kesultanan Deli menjadi menu yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.

INDRA JULI, Medan

Dengan tertib mereka berbaris di tenda yang sudah disiapkan panitia. Menunggu giliran untuk mendapatkan bubur sop sebagai menu berbuka selama bulan Ramadan. Sebahagian terlihat membawa tuperware atau rantang sebagai tempat bubur untuk dibawa pulang dan menjadi santapan bersama keluarga di rumah. Banyak juga masyarakat yang hanya datang dan ikut berbaris untuk mendapatkan bubur sop karena panitia sudah menyiapkan piring dan cangkir dari plastik.

Setelah mendapatkan bagiannya, bubur dan anyang dan beberapa buah kurma, mereka langsung duduk di tempat yang sudah disiapkan. Tampak ambal hijau terhampar sebagai tempat duduk. Sembari menunggu waktu berbuka yang ditandai dengung azan, mereka mengisi dengan bercengkraman

Apalagi sebahagian besar pengunjung datang dengan keluarga besarnya. Meskipun beberapa datang dengan teman dekat dan perseorangan.

Sebagai salah satu tradisi setiap Ramadan tiba, acara berbuka bersama di Masjid Raya Al Mashun yang juga salah satu ikon Kota Medan itu memiliki kesan tersendiri bagi warga. Seperti Tukiman (50), warga Tembung yang datang bersama istri dan tiga orang putrinya. “Sudah 20 tahun di Kota Medan, baru kali ini saya ke sini untuk berbuka puasa bersama. Sebenarnya sudah dari dulu juga saya dengar kegiatan ini tapi baru kali ini bisa terlibat langsung,” ucap Tukiman.

Bagi Tukiman, kegiatan berbuka puasa bersama di Masjid Raya Al Mashun ini tidak hanya memiliki nilai keagamaan. Juga nilai budaya yang belakangan ini mulai hilang dari generasi muda. Yaitu bubur sop yang merupakan makanan khas Kesultanan Deli sebagai pusat masyarakat Melayu di Sumatera Utara (Sumut). Untuk itu sangat diharapkan ke depan lebih banyak generasi muda terlibat dalam kegiatan tersebut demi kelestarian budaya leluhur khususnya dari masyarakat Melayu.

“Sangat penting bagi anak-anak remaja sekarang ini. Dari pada ikut kegiatan berbuka di tempat-tempat hiburan yang banyak dilakukan. Di sini mereka bisa belajar budaya, sosial, dan banyak lagi. Bagaimana kebiasaan ini bisa mendekatkan anggota masyarakat dengan Kesultanan Deli,” tuturnya.

Lain lagi dengan beberapa warga Jalan Aksara Medan yang mengaku sudah melakoni kegiatan tersebut turun-temurun. Bahkan mereka sudah tiba di masjid untuk melaksanakan salat Ashar terlebih dahulu. “Sudah dari kakek buyut ikut kegiatan ini karena keluarga juga turun-temurun terlibat sebagai pengurus di Masjid Raya Al Mashun ini. Kita pun berkewajiban menjalankan kebiasaan ini,” ucap salah satu anggota rombongan yang tak ingin namanya ditulis.
Seperti yang disampaikan salah seorang juru masak H Hamdan (39), bubur sop yang disajikan untuk berbuka puasa bersama ini adalah kebudayaan khas Melayu. Baik dari bumbu yang digunakan juga teknik yang digunakan untuk memasak. “Semua bumbu masih tradisional. Masaknya pun kita masih pakai kayu. Ini untuk menjaga cita rasanya karena kalau pakai kompor gas, uapnya bisa merusak bumbu yang ada. Jadi rasanya beda,” tuturnya.

Untuk per harinya lanjut H Hamdan, panitia memasak 25 kilogram beras, daging dan tulang sop masing-masing 20 kilogram. Adapun bumbu yang digunakan diantaranya bawang, kentang, daun sere. Proses memasak pun dimulai dari pagi hari hingga pukul 15.45 WIB. Tak menunggu waktu lama, bubur sop tadi langsung dibagi kepada warga yang sudah menunggu untuk membawa pulang. Tidak ada pembatasan untuk mendapatkan bubur sop tadi.

Seiring perjalanan waktu, keberadaan bubur sop ini pun menarik perhatian lebih banyak warga. Tidak hanya seputaran Kota Medan juga beberapa daerah kabupaten/kota di Sumut. Seperti yang tampak di hari pertama puasa, bubur sop dimasak untuk sekitar 800 orang. Jumlah ini jauh dari lima tahun belakangan hanya mencapai 400 orang. Untuk itu H Hamdan mengaku pekerjaan harus dikerjakan berulang. Dengan demikian kendala di peralatan memasak dapat diatasi.
“Kita hanya punya dua kancah (tungku tempat memasak, Red). Ukurannya yang kecil jadi hambatan juga. Makanya kita masak pakai sistem sif, satu sif nya tiga setengah jam. Jadi bisa tepat waktu. Pernah kita coba cari kancah dari aluminium tapi masih kurang memadai. Kalau ini terus bertambah bakal kerepotan kita di tahun-tahun berikutnya,” beber H Hamdan.

Begitu pun, dirinya sangat berterimakasih dengan bertambahnya sumbangan masyarakat untuk menggelar kegiatan ini. (*)

Buka Puasa Pertama dengan Bubur Sop Khas Kesultanan Deli

Pukul 16.00 WIB masyarakat sudah mulai mendatangi posko berbuka puasa di Masjid Raya Al Mashun Jalan Sisingamangaraja Medan. Bubur sop khas Kesultanan Deli menjadi menu yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.

INDRA JULI, Medan

Dengan tertib mereka berbaris di tenda yang sudah disiapkan panitia. Menunggu giliran untuk mendapatkan bubur sop sebagai menu berbuka selama bulan Ramadan. Sebahagian terlihat membawa tuperware atau rantang sebagai tempat bubur untuk dibawa pulang dan menjadi santapan bersama keluarga di rumah. Banyak juga masyarakat yang hanya datang dan ikut berbaris untuk mendapatkan bubur sop karena panitia sudah menyiapkan piring dan cangkir dari plastik.

Setelah mendapatkan bagiannya, bubur dan anyang dan beberapa buah kurma, mereka langsung duduk di tempat yang sudah disiapkan. Tampak ambal hijau terhampar sebagai tempat duduk. Sembari menunggu waktu berbuka yang ditandai dengung azan, mereka mengisi dengan bercengkraman

Apalagi sebahagian besar pengunjung datang dengan keluarga besarnya. Meskipun beberapa datang dengan teman dekat dan perseorangan.

Sebagai salah satu tradisi setiap Ramadan tiba, acara berbuka bersama di Masjid Raya Al Mashun yang juga salah satu ikon Kota Medan itu memiliki kesan tersendiri bagi warga. Seperti Tukiman (50), warga Tembung yang datang bersama istri dan tiga orang putrinya. “Sudah 20 tahun di Kota Medan, baru kali ini saya ke sini untuk berbuka puasa bersama. Sebenarnya sudah dari dulu juga saya dengar kegiatan ini tapi baru kali ini bisa terlibat langsung,” ucap Tukiman.

Bagi Tukiman, kegiatan berbuka puasa bersama di Masjid Raya Al Mashun ini tidak hanya memiliki nilai keagamaan. Juga nilai budaya yang belakangan ini mulai hilang dari generasi muda. Yaitu bubur sop yang merupakan makanan khas Kesultanan Deli sebagai pusat masyarakat Melayu di Sumatera Utara (Sumut). Untuk itu sangat diharapkan ke depan lebih banyak generasi muda terlibat dalam kegiatan tersebut demi kelestarian budaya leluhur khususnya dari masyarakat Melayu.

“Sangat penting bagi anak-anak remaja sekarang ini. Dari pada ikut kegiatan berbuka di tempat-tempat hiburan yang banyak dilakukan. Di sini mereka bisa belajar budaya, sosial, dan banyak lagi. Bagaimana kebiasaan ini bisa mendekatkan anggota masyarakat dengan Kesultanan Deli,” tuturnya.

Lain lagi dengan beberapa warga Jalan Aksara Medan yang mengaku sudah melakoni kegiatan tersebut turun-temurun. Bahkan mereka sudah tiba di masjid untuk melaksanakan salat Ashar terlebih dahulu. “Sudah dari kakek buyut ikut kegiatan ini karena keluarga juga turun-temurun terlibat sebagai pengurus di Masjid Raya Al Mashun ini. Kita pun berkewajiban menjalankan kebiasaan ini,” ucap salah satu anggota rombongan yang tak ingin namanya ditulis.
Seperti yang disampaikan salah seorang juru masak H Hamdan (39), bubur sop yang disajikan untuk berbuka puasa bersama ini adalah kebudayaan khas Melayu. Baik dari bumbu yang digunakan juga teknik yang digunakan untuk memasak. “Semua bumbu masih tradisional. Masaknya pun kita masih pakai kayu. Ini untuk menjaga cita rasanya karena kalau pakai kompor gas, uapnya bisa merusak bumbu yang ada. Jadi rasanya beda,” tuturnya.

Untuk per harinya lanjut H Hamdan, panitia memasak 25 kilogram beras, daging dan tulang sop masing-masing 20 kilogram. Adapun bumbu yang digunakan diantaranya bawang, kentang, daun sere. Proses memasak pun dimulai dari pagi hari hingga pukul 15.45 WIB. Tak menunggu waktu lama, bubur sop tadi langsung dibagi kepada warga yang sudah menunggu untuk membawa pulang. Tidak ada pembatasan untuk mendapatkan bubur sop tadi.

Seiring perjalanan waktu, keberadaan bubur sop ini pun menarik perhatian lebih banyak warga. Tidak hanya seputaran Kota Medan juga beberapa daerah kabupaten/kota di Sumut. Seperti yang tampak di hari pertama puasa, bubur sop dimasak untuk sekitar 800 orang. Jumlah ini jauh dari lima tahun belakangan hanya mencapai 400 orang. Untuk itu H Hamdan mengaku pekerjaan harus dikerjakan berulang. Dengan demikian kendala di peralatan memasak dapat diatasi.
“Kita hanya punya dua kancah (tungku tempat memasak, Red). Ukurannya yang kecil jadi hambatan juga. Makanya kita masak pakai sistem sif, satu sif nya tiga setengah jam. Jadi bisa tepat waktu. Pernah kita coba cari kancah dari aluminium tapi masih kurang memadai. Kalau ini terus bertambah bakal kerepotan kita di tahun-tahun berikutnya,” beber H Hamdan.

Begitu pun, dirinya sangat berterimakasih dengan bertambahnya sumbangan masyarakat untuk menggelar kegiatan ini. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/