SUMUTPOS.CO – MASIH soal limbah, Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian Lingkungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), belum seutuhnya dijalankan oleh pelaku industri di Medan. Padahal, dalam aturan tersebut penghasil limbah diwajibkan mengelola limbahnya sampai ramah lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Medan Arief S Trinugroho mengungkapkan, pencemaran air sungai yang mengalir di Medan yang diakibatkan limbah industri mencapai 40 persen. Hal ini berarti, para pelaku industri masih bermasalah dalam mengelola limbah cair.
“Dari data yang kita awasi minimal 100 perusahaan (industri penghasil limbah) per tahun, antara 20 hingga 30 perusahaan yang bermasalah mengenai pencemaran lingkungan. Kebanyakan dari perusahaan itu terkait limbah cair atau limbah B3,” ungkap Arief.
Menurutnya, banyak perusahaan bermasalah dengan limbah B3 dikarenakan masih belum paham dengan aturan-aturan bagaimana mengelola limbah tersebut. Kata dia, memang menjadi kasus, tapi akhirnya bisa diselesaikan tanpa perlu sampai ke ranah hukum. “Sejauh ini belum ada perusahaan yang belum memiliki instansi pengolahan limbah (Ipal), apalagi yang besar-besar,” katanya.
Arif menuturkan, selama ini tampaknya terlupa pada tahapan hulu dan hanya fokus di fase hilir saja seperti perizinan, pengawasan dan penegakan hukum lingkungannya. Dengan kata lain, di hulu masih agak lalai. Namun, dua tahun belakangan ini sudah mulai hingga tahun ke depan dan berikutnya.
SUMUTPOS.CO – MASIH soal limbah, Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian Lingkungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), belum seutuhnya dijalankan oleh pelaku industri di Medan. Padahal, dalam aturan tersebut penghasil limbah diwajibkan mengelola limbahnya sampai ramah lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Medan Arief S Trinugroho mengungkapkan, pencemaran air sungai yang mengalir di Medan yang diakibatkan limbah industri mencapai 40 persen. Hal ini berarti, para pelaku industri masih bermasalah dalam mengelola limbah cair.
“Dari data yang kita awasi minimal 100 perusahaan (industri penghasil limbah) per tahun, antara 20 hingga 30 perusahaan yang bermasalah mengenai pencemaran lingkungan. Kebanyakan dari perusahaan itu terkait limbah cair atau limbah B3,” ungkap Arief.
Menurutnya, banyak perusahaan bermasalah dengan limbah B3 dikarenakan masih belum paham dengan aturan-aturan bagaimana mengelola limbah tersebut. Kata dia, memang menjadi kasus, tapi akhirnya bisa diselesaikan tanpa perlu sampai ke ranah hukum. “Sejauh ini belum ada perusahaan yang belum memiliki instansi pengolahan limbah (Ipal), apalagi yang besar-besar,” katanya.
Arif menuturkan, selama ini tampaknya terlupa pada tahapan hulu dan hanya fokus di fase hilir saja seperti perizinan, pengawasan dan penegakan hukum lingkungannya. Dengan kata lain, di hulu masih agak lalai. Namun, dua tahun belakangan ini sudah mulai hingga tahun ke depan dan berikutnya.