Medan terkenal sebagai kota yang kaya citarasa kuliner. Kepopuleran mengenai lezatnya berbagai jenis makanan di kota ini adalah salah satu alasan meningkatnya jumlah wisatawan ke Sumatera Utara. Tapi oh ternyata… tak satupun menu khas yang menjadi ikon kuliner kota ini.
Juli ramadhani Rambe, Medan
Adalah keluhan sejumlah turis mancanegara yang mengaku bingung harus mencicipi kuliner apa di negeri ini. Kata mereka: “Masak kami harus mencicipi semua jenis makanan? Harusnya ada menu khas yang menjadi ikon, sehingga kami tau harus mencicipi apa di daerah mana,” demikian isi keluhan para turis Maka, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun segera menyikapinya. Hasilnya, dari ratusan resep tradisional nusantara, 30 menu dipilih sebagai Ikon Tradisional Kuliner Indonesia (ITKI), dan akan dipromosikan ke industri kuliner internasional.
Kepala sub bidang Wisata Kuliner Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Agustien menjelaskan, ke-30 IKTI tersebut masih merupakan daftar menu tahap awal.
“Indonesia masih memiliki banyak menu tradisional yang belum terekspos,” terangnya di acara sosialisasi pertama 30 IKTI di Akademi Pariwisata Medan, kemarin (2/5).
Adapun 30 menu yang akan dijadikan menu ikon tradisional Indonesia yakni Ayam Panggang Bumbu Rujak Jogjakarta, Gado-Gado Jakarta, Nasi Goreng Kampung, Serabi Bandung, Srikayo Minangkabau, Es Dawet Ayu Banjarnegara, Urap Sayuran Jogjakarta, Sayuran Nangka Kapau, Lunpia Semarang, Nagasari Jogjakarta, Kue Lumpur Jakarta, Soto Ayam Lamongan, Rawon Surabaya, Asinan Jakarta, Sate Ayam Madura, Sate Maranggi Purwakarta, Klappertaart Manado, Tahu Telur Surabaya, Sate Lilit Bali, Rendang Padang, Nasi Tumpeng, Orak-Arik Buncis Solo, Pindang Patin Palembang, Nasi Liwet Solo, Es Bir Pletok Jakarta, Kolak Pisang Ubi Bandung, Ayam Goreng Lengkuas bandung, Laksa Bogor, Kunyit Asam Solo, dan Asam Pedeh Tongkol Padang.
Bondan Winarno, Pakar Kuliner Indonesia, pada acara itu menjelaskan, menu khas Kota Medan belum termasuk di dalam 30 IKTI, karena kriteria penentuan ke30 IKTI memang tidak semudah yang dibayangkan. Banyak makanan tradisional yang tidak bisa disertakan dalam daftar, karena harus memenuhi kriteria dasar. Antara lain, menu itu dikenal, telah dikelola banyak pihak, bisa diterima seluruh bangsa, dan bahan dan komposisinya bisa ditemukan dengan mudah di mana saja.
“Perlu digarisbawahi, daftar 30 IKTI ini belum selesai. Sampai saat ini, Sumut khususnya Kota Medan memiliki banyak makanan yang khas. Hanya saja, masih butuh dorongan dari masyarakat agar lebih mengenalkan makanan tradisional dari masing-masing daerah,” terangnya.
Bondan mengaku telah mengusulkan sejumlah makanan dari Kota Medan untuk masuk dalam daftar IKTI. Hanya saja karena belum ada data dan fakta pendukung untuk menguatkan menu khas Kota Medan, akhirnya belum satupun menu tradisional khas Kota Medan yang bisa diterima dalam sesi diskusi penetapan daftar IKTI.
Menurut Bondan, masyarakat Kota Medan seharusnya mempromosikan kuliner Medan lebih giat lagi. Sebab, untuk mengangkat citra masakan tradisional suatu daerah harus didukung oleh masyarakat itu sendiri.
Bondan mencontohkan, Kota Medan pernah memiliki sebuah rumah makan Melayu, Serai Wangi yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk. Namun saat ini sudah tutup. “Salah satu sebabnya karena masyarakat Kota Medan sendiri tidak meminati masakan tradisional. Bila saja, masyarakat Kota Medan meminatinya, pastilah rumah makan tersebut masih tetap berdiri sampai sekarang,” paparnya.
Walau menu khas Kota Medan belum masuk daftar 30 IKTI, Bondan menyebutkan, Kota Medan masuk dalam 10 besar daerah yang memiliki potensi kuliner yang luar biasa. “Kota Medan memiliki beragam menu yang sangat banyak. Kalau kita disuruh mencicipi kuliner daerah ini, tiga hari tiga malam tidak akan habis. Namun tingkat promosinya yang belum baik menjadi alasan belum masuknya kuliner Sumut ke dalam 30 IKTI,” pungkasnya.
Adapun menu khas Kota Medan, seperti Soto Medan, Arsik, Bika Ambon, dan lainnya tidak masuk ke dalam 30 menu IKTI, karena dianggap belum memenuhi syarat.
Nasi Tumpeng Jadi Menu Utama
Dari ke 30 menu IKTI yang akan dipromosikan ke mancanegara, nasi tumpeng menjadi andalan atau menu utama. Alasannya, nasi tumpeng selalu ada di setiap acara syukuran di setiap acara yang diselenggarakan oleh masyarakat dari berbagai etnis. Dengan kata lain, menu nasi tumpeng menjadi perwakilan dari lambang kuliner secara nasional. “Di nasi tumpeng ada berbagai jenis kuliner yang kita harapkan dapat mewakili kuliner tradisional lainnya,” ujar Bondan.
Menurutnya, nasi tumpeng saat ini bukan hanya melambangkan budaya Jawa saja. Tetapi juga berbagai daerah lainnya. Apalagi, di berbagai daerah lain —sebut saja Melayu—, juga mengenal nasi tumpeng dengan sebutan lain, yaitu nasi kuning. “Makanya, kami menjadikan Nasi Tumpeng sebagai lokomotif dari 30 IKTI,” jelasnya.
Direktur Akademi Pariwisata Medan, Kosmas Harefa mengungkapkan, pihaknya sangat berharap kuliner Sumut akan mengisi daftar menu kuliner tradisional untuk dipromosikan ke kancah dunia. Untuk mewujudkan harapan tersebut, pihaknya menjadi perpanjangan tangan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mempertahankan dan memperkenalkan kuliner Sumut.
“Banyak upaya yang kita lakukan, termasuk dengan mencari resep-resep masakan tradisional di daerah ini. Dengan adanya kegiatan menyajikan 30 menu kuliner tradisional, para lulusannya akan bisa menerapkannya ketika terjun ke masyarakat,” tutupnya. (*)