28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Kasus Bisa di SP3, Jaksa Dituding Terima Setoran

Dugaan Korupsi SIR di Pirngadi

MEDAN-Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) di RSUD dr Pirngadi Medan diduga karena Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) setiap bulannya menerima setoran dari pihak rumah sakit milik Pemko Medan tersebut.

Tapi, Kasi Penkum Kejati Sumut, Marcos Simaremare langsung membantah dengan menyatakan semua informasi itu tidak benar. “Itu hanya isu. Isu itu sama saja dengan roh halus. Jangan menciptakan sosok roh halus. Itu bohong semua, fitnah dan tidak benar. Kalau isu yang dikembangkan tidak berdasar capek sekali kita membahas itu,” ujarnya, Jumat (30/11).

Marcos juga menyatakan sudah membahas hal tersebut dengan penyidik yang menangani perkara SIR RSUD dr Pirngadi Medan. Namun tak dapat dibuktikan. Dirinya mengakui meski perkara tersebut sudah berjalan selama satu tahun lebih, namun penyidik belum menetapkan seorangpun sebagai tersangka. Ini dikarenakan penyidik masih melakukan pengklarifikasian terhadap berapa sebenarnya kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Sumut.

Sementara itu, Dharmabella, selaku ketua tim penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi SIR RSUD dr Pirngadi Medan menyatakan bahwa apa yang dituduhkan kepada pihaknya sama sekali tidak benar. Bahkan beberapa minggu lalu, tim penyidik kembali turun ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk melakukan cek barang. Hasilnya ada beberapa item yang tidak terintegrasi. Tetapi secara keseluruhan alatnya ada dan aplikasinya ada.

“Kalau memang ada bukti-buktinya kita minta segera dilaporkan ke kita. Untuk kasus SIR ini, tetap kita selidiki. Tapi bila nantinya data kita tidak singkron dengan data yang dimiliki BPKP, maka kasus ini bisa saja di SP3-kan. Untuk apa kita paksakan. Intinya alat buktinya ada. Kalau harus langkah itu diambil kenapa tidak,” urainya.

Ditambahkannya, kasus ini sendiri berawal dari temuan BPKP Perwakilan Sumut, yang menyatakan adanya penyimpangan dalam SIR di RSUD dr Pirngadi Medan.

“Itu sebabnya kami terus melakukan ekspos dengan BPKP. Kami sudah dua kali melakukan ekspos di kantor Kejati dengan BPKP, tetapi hasilnya belum ditemukan kesepahaman tentang kerugian negara. Kami juga sedang menunggu untuk melakukan ekspos kembali dengan mereka. Fakta akan kami laga. Untuk apa kami tahan-tahan kasus ini,” urainya.

harmabella menambahkan pihaknya melakukan penyidikan atas kasus tersebut berangkat dari temuan BPKP Sumut yang menyatakan adanya kerugian negara sebesar Rp5 miliar lebih. Dari sana kemudian keluarlah surat perintah penyidikan.
“Saya menerima tugas ini pada tahap penyidikan dan bukan pada tahap penyelidikan. BPKP Sumut menyatakan ada kerugian negara. BPKP saat itu menyatakan total lost. Artinya barang tidak ada tetapi ketika kami cek ke lapangan ada barang dan sistem sedang berjalan. Itu lah yang sedang kami singkronkan. Audit BPKP dan temuan kami di lapangan,” ungkapnya lagi.

Lanjutnya, untuk melakukan pengecekan SIR Pirngadi Medan, pihaknya pun dibantu oleh tim ahli dari Universitas Sumatera Utara (USU).

“Kalau kami paksa berakhir di sidang, kami tidak mau konyol. Sampai sekarang hasil temuan BPKP dengan temuan kami belum pas. Kita tidak melihat siapa pun, kalau ada penyimpangan pasti kita lakukan tindakan,” ungkapnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula ketika RSUD dr Pirngadi Medan bekerjasama dengan PT Buana dalam pengelolaan SIR di tahun 2009. Sistem ini dibangun untuk mengetahui transaksi di instalasi rumah sakit milik pemerintah tersebut. Dalam sistem kerjasamanya, pengelola SIR membagi hasil pendapatannya sebesar tujuh persen dari omset, atau sekitar Rp7,7 miliar kepada pihak PT Buana. Namun pada tahun 2010, SIR tersebut berhenti, tapi bagi hasil terus berlangsung. Karena adanya indikasi dugaan penyimpangan yang ditemukan BPKP, akhirnya penyidik Kejati Sumut mulai melakukan penyelidikan pada 5 April 2012.

Selanjutnya, status penanganan kasus ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Namun sayangnya hingga sekarang belum tampak tanda-tanda penetapan tersangka meski penyidik telah memeriksa sedikitnya 30 orang saksi. Untuk mengungkap kasus ini tim penyidik pun tercatat pada Selasa, 31 Juli 2012 telah memeriksa dua orang saksi dari RS Pirngadi Medan masing-masing Encep Suhendra yang menjabat Sekretaris Instalasi Hemodialisa dan Gorga Dalimunthe sebagai Bendahara Swakelola Instalasi Dialisis. (far)

Dugaan Korupsi SIR di Pirngadi

MEDAN-Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) di RSUD dr Pirngadi Medan diduga karena Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) setiap bulannya menerima setoran dari pihak rumah sakit milik Pemko Medan tersebut.

Tapi, Kasi Penkum Kejati Sumut, Marcos Simaremare langsung membantah dengan menyatakan semua informasi itu tidak benar. “Itu hanya isu. Isu itu sama saja dengan roh halus. Jangan menciptakan sosok roh halus. Itu bohong semua, fitnah dan tidak benar. Kalau isu yang dikembangkan tidak berdasar capek sekali kita membahas itu,” ujarnya, Jumat (30/11).

Marcos juga menyatakan sudah membahas hal tersebut dengan penyidik yang menangani perkara SIR RSUD dr Pirngadi Medan. Namun tak dapat dibuktikan. Dirinya mengakui meski perkara tersebut sudah berjalan selama satu tahun lebih, namun penyidik belum menetapkan seorangpun sebagai tersangka. Ini dikarenakan penyidik masih melakukan pengklarifikasian terhadap berapa sebenarnya kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Sumut.

Sementara itu, Dharmabella, selaku ketua tim penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi SIR RSUD dr Pirngadi Medan menyatakan bahwa apa yang dituduhkan kepada pihaknya sama sekali tidak benar. Bahkan beberapa minggu lalu, tim penyidik kembali turun ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk melakukan cek barang. Hasilnya ada beberapa item yang tidak terintegrasi. Tetapi secara keseluruhan alatnya ada dan aplikasinya ada.

“Kalau memang ada bukti-buktinya kita minta segera dilaporkan ke kita. Untuk kasus SIR ini, tetap kita selidiki. Tapi bila nantinya data kita tidak singkron dengan data yang dimiliki BPKP, maka kasus ini bisa saja di SP3-kan. Untuk apa kita paksakan. Intinya alat buktinya ada. Kalau harus langkah itu diambil kenapa tidak,” urainya.

Ditambahkannya, kasus ini sendiri berawal dari temuan BPKP Perwakilan Sumut, yang menyatakan adanya penyimpangan dalam SIR di RSUD dr Pirngadi Medan.

“Itu sebabnya kami terus melakukan ekspos dengan BPKP. Kami sudah dua kali melakukan ekspos di kantor Kejati dengan BPKP, tetapi hasilnya belum ditemukan kesepahaman tentang kerugian negara. Kami juga sedang menunggu untuk melakukan ekspos kembali dengan mereka. Fakta akan kami laga. Untuk apa kami tahan-tahan kasus ini,” urainya.

harmabella menambahkan pihaknya melakukan penyidikan atas kasus tersebut berangkat dari temuan BPKP Sumut yang menyatakan adanya kerugian negara sebesar Rp5 miliar lebih. Dari sana kemudian keluarlah surat perintah penyidikan.
“Saya menerima tugas ini pada tahap penyidikan dan bukan pada tahap penyelidikan. BPKP Sumut menyatakan ada kerugian negara. BPKP saat itu menyatakan total lost. Artinya barang tidak ada tetapi ketika kami cek ke lapangan ada barang dan sistem sedang berjalan. Itu lah yang sedang kami singkronkan. Audit BPKP dan temuan kami di lapangan,” ungkapnya lagi.

Lanjutnya, untuk melakukan pengecekan SIR Pirngadi Medan, pihaknya pun dibantu oleh tim ahli dari Universitas Sumatera Utara (USU).

“Kalau kami paksa berakhir di sidang, kami tidak mau konyol. Sampai sekarang hasil temuan BPKP dengan temuan kami belum pas. Kita tidak melihat siapa pun, kalau ada penyimpangan pasti kita lakukan tindakan,” ungkapnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula ketika RSUD dr Pirngadi Medan bekerjasama dengan PT Buana dalam pengelolaan SIR di tahun 2009. Sistem ini dibangun untuk mengetahui transaksi di instalasi rumah sakit milik pemerintah tersebut. Dalam sistem kerjasamanya, pengelola SIR membagi hasil pendapatannya sebesar tujuh persen dari omset, atau sekitar Rp7,7 miliar kepada pihak PT Buana. Namun pada tahun 2010, SIR tersebut berhenti, tapi bagi hasil terus berlangsung. Karena adanya indikasi dugaan penyimpangan yang ditemukan BPKP, akhirnya penyidik Kejati Sumut mulai melakukan penyelidikan pada 5 April 2012.

Selanjutnya, status penanganan kasus ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Namun sayangnya hingga sekarang belum tampak tanda-tanda penetapan tersangka meski penyidik telah memeriksa sedikitnya 30 orang saksi. Untuk mengungkap kasus ini tim penyidik pun tercatat pada Selasa, 31 Juli 2012 telah memeriksa dua orang saksi dari RS Pirngadi Medan masing-masing Encep Suhendra yang menjabat Sekretaris Instalasi Hemodialisa dan Gorga Dalimunthe sebagai Bendahara Swakelola Instalasi Dialisis. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/