32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Senin, JPU Diminta Hadirkan Abdillah

Sidang Ruislag KBM

MEDAN- Sidang perkara dugaan korupsi ruislag Kebun Binatang Medan (KBM) dengan terdakwa mantan Wakil Wali Kota Medan, Ramli Lubis kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (3/3). Dua saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa berpendapat, perbuatan Ramli Lubis baik dan bukan perbuatan melawan hukum.
“Berdasarkan hukum adminstrasi negara, fungsi sekretaris daerah (sekda) sebagai aparatur, sehingga pertanggung jawabannya secara formal, bukan absolut,” kata pakar Ilmu Hukum Adaministarsi Negeri Prof Abduh SH yang dihadirkan sebagai saksi ahli pertama.

Menurut Prof Abduh, tugas sekda hanya membantu wali kota. “Kalau seseorang melakukan perbuatan, sekalipun tindakan itu tergolong perbuatan melawann hukum, namun karena ada perintah, maka orang tersebut tidak bisa dihukum,” tegasnya.

Begitu juga, terkait surat permohonan pemecahan Nilai Jual Obek Pajak (NJOP)  yang diajukan Ramli Lubis ke Kantor Pelayanan Pajak Medan II, menurut Prof Abduh karena Ramli bertindak atas nama wali kota, maka yang bertanggung jawab atas surat itu adalah orang yang mengarahkan.
“Andai kata pun dalam pelaksanaan kegiatan itu ada perbuatan melawan hukumnya, maka yang harus diproses secara hukum adalah yang orang memberikan perintah, sekda tidak bisa diminta pertanggungjawabannya,” tegasnya.

Lebih jauh, katanya, langkah-langkah yang dilakukan Ramli dalam kegiatan ruislag KBM, seperti mengajukan permohonan pemecahan NJOP atas nama wali kota maka, pertanggung jawabannya adalah pimpinan yang memberikan perintah. Begitu juga dengan apa yang dilakukan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan II yang mengabulkan permohonan Pemko Medan, secara hukum administrasi sah, sebab kantor itu adalah lembaga negara yang sah.

“Perlu dipahami, ilmu hukum administrasi negara agak berbeda dengan displin ilmu hukum yang lainnya. Hukum administarsi melihat peraturan itu secara bergerak atau dinamis, jadi tidak mengacu kepada turun naiknya atau untung ruginya, paling penting bagi ilmu itu semua berjalan baik demi kemakmuran rakyat, khusus warga masyarakat di daerah setempat,” tegasnya.

Di akhir penjelasannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Sugiyanto dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rehulina Purba, Prof Abduh berpendapat, secara umum berdasarkan ketentuan ilmu hukum administrasi negara, perbuatan Ramli dalam kegiatan ruislag KBM bukan perbuatan melawan hukum. “Kalau pun ada tindakan penyimpangan, maka yang bertanggung jawab yang memberikan arahan,” tegasnya.

Begitu juga disampaikan pakar ilmu hukum pidana, Dr Mahmud Mulyadi SH MHum yang dihadirkan sebagai saksi ahli kedua. Ia menegaskan, kata kuncinya dalam perkara ini kalau ada UU yang menyatakan pemecahan NJOP itu sah, maka jelas tidak ada perbuatan melawan hukum di sana.

“Kalau ada UU membenarkan pemecahan NJOP, maka Ramli Lubis tidak bisa dihukum, dan sebaliknya,” tegas Mahmud. Menurut Mahmud, kalau pun ada penyimpangan dalam ruislag KBM ini, yang dituntut secara pidana harus dilihat hirarkinya, siapa yang memberikan perintah. “Kalau Sekda melakukan tindakan karena perintah, maka dia tak bisa dipidana,” tegasnya.

Menurut Mahmud, untuk membuktikan ada perbuatan pidana dalam kegiatan itu dan siapa yang bertanggung jawab, maka perlu pembuktian dulu secara hukum administrasi. “Kalau pembuktian secara ilmu hukum administrasi negera sudah dilakukan, baru bisa ditarik benang merahnya ke arah perbuatan pidana,” tegas Mahmud.

Dalam persidangan itu, Mahmud menjelaskan, sejumlah prinsip hukum pidana. Ia juga memperlihatkan sejumlah buku karyanya kepada para JPU. Ia juga berharap agar proses persidangan perkara itu dipuntuskan secara adil sebagaimana kentuan hukum yang berlaku.

Pada sidang sebelumnya, dua saksi ahli yang dihadirkan JPU dan Benny Harahap   juga menyatakan, proses ruislag KBM sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan Ramli yang kala itu menjabat sekda Kota Medan.

Sementara, Ramli meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan mantan Wali Kota Medan Abdillah sebagai saksi dalam perkara itu. Namun, ketika keinginan Ramli diteruskan hakim ke JPU, mereka mengatakan, tidak menghadirkan mantan Wali Kota Medan. Dalam kaitan itu, hakim mempersilahkan kuasa hukum terdakwa menghadirkannya Senin (7/3).(rud)

Sidang Ruislag KBM

MEDAN- Sidang perkara dugaan korupsi ruislag Kebun Binatang Medan (KBM) dengan terdakwa mantan Wakil Wali Kota Medan, Ramli Lubis kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (3/3). Dua saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa berpendapat, perbuatan Ramli Lubis baik dan bukan perbuatan melawan hukum.
“Berdasarkan hukum adminstrasi negara, fungsi sekretaris daerah (sekda) sebagai aparatur, sehingga pertanggung jawabannya secara formal, bukan absolut,” kata pakar Ilmu Hukum Adaministarsi Negeri Prof Abduh SH yang dihadirkan sebagai saksi ahli pertama.

Menurut Prof Abduh, tugas sekda hanya membantu wali kota. “Kalau seseorang melakukan perbuatan, sekalipun tindakan itu tergolong perbuatan melawann hukum, namun karena ada perintah, maka orang tersebut tidak bisa dihukum,” tegasnya.

Begitu juga, terkait surat permohonan pemecahan Nilai Jual Obek Pajak (NJOP)  yang diajukan Ramli Lubis ke Kantor Pelayanan Pajak Medan II, menurut Prof Abduh karena Ramli bertindak atas nama wali kota, maka yang bertanggung jawab atas surat itu adalah orang yang mengarahkan.
“Andai kata pun dalam pelaksanaan kegiatan itu ada perbuatan melawan hukumnya, maka yang harus diproses secara hukum adalah yang orang memberikan perintah, sekda tidak bisa diminta pertanggungjawabannya,” tegasnya.

Lebih jauh, katanya, langkah-langkah yang dilakukan Ramli dalam kegiatan ruislag KBM, seperti mengajukan permohonan pemecahan NJOP atas nama wali kota maka, pertanggung jawabannya adalah pimpinan yang memberikan perintah. Begitu juga dengan apa yang dilakukan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan II yang mengabulkan permohonan Pemko Medan, secara hukum administrasi sah, sebab kantor itu adalah lembaga negara yang sah.

“Perlu dipahami, ilmu hukum administrasi negara agak berbeda dengan displin ilmu hukum yang lainnya. Hukum administarsi melihat peraturan itu secara bergerak atau dinamis, jadi tidak mengacu kepada turun naiknya atau untung ruginya, paling penting bagi ilmu itu semua berjalan baik demi kemakmuran rakyat, khusus warga masyarakat di daerah setempat,” tegasnya.

Di akhir penjelasannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Sugiyanto dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rehulina Purba, Prof Abduh berpendapat, secara umum berdasarkan ketentuan ilmu hukum administrasi negara, perbuatan Ramli dalam kegiatan ruislag KBM bukan perbuatan melawan hukum. “Kalau pun ada tindakan penyimpangan, maka yang bertanggung jawab yang memberikan arahan,” tegasnya.

Begitu juga disampaikan pakar ilmu hukum pidana, Dr Mahmud Mulyadi SH MHum yang dihadirkan sebagai saksi ahli kedua. Ia menegaskan, kata kuncinya dalam perkara ini kalau ada UU yang menyatakan pemecahan NJOP itu sah, maka jelas tidak ada perbuatan melawan hukum di sana.

“Kalau ada UU membenarkan pemecahan NJOP, maka Ramli Lubis tidak bisa dihukum, dan sebaliknya,” tegas Mahmud. Menurut Mahmud, kalau pun ada penyimpangan dalam ruislag KBM ini, yang dituntut secara pidana harus dilihat hirarkinya, siapa yang memberikan perintah. “Kalau Sekda melakukan tindakan karena perintah, maka dia tak bisa dipidana,” tegasnya.

Menurut Mahmud, untuk membuktikan ada perbuatan pidana dalam kegiatan itu dan siapa yang bertanggung jawab, maka perlu pembuktian dulu secara hukum administrasi. “Kalau pembuktian secara ilmu hukum administrasi negera sudah dilakukan, baru bisa ditarik benang merahnya ke arah perbuatan pidana,” tegas Mahmud.

Dalam persidangan itu, Mahmud menjelaskan, sejumlah prinsip hukum pidana. Ia juga memperlihatkan sejumlah buku karyanya kepada para JPU. Ia juga berharap agar proses persidangan perkara itu dipuntuskan secara adil sebagaimana kentuan hukum yang berlaku.

Pada sidang sebelumnya, dua saksi ahli yang dihadirkan JPU dan Benny Harahap   juga menyatakan, proses ruislag KBM sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan Ramli yang kala itu menjabat sekda Kota Medan.

Sementara, Ramli meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan mantan Wali Kota Medan Abdillah sebagai saksi dalam perkara itu. Namun, ketika keinginan Ramli diteruskan hakim ke JPU, mereka mengatakan, tidak menghadirkan mantan Wali Kota Medan. Dalam kaitan itu, hakim mempersilahkan kuasa hukum terdakwa menghadirkannya Senin (7/3).(rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/