26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sang Ayah Tebar Stiker “Satu Hati untuk Nyfara”

“Gerakan kepedulian bagi Nyfara ini diawali ketika transplantasi hati menjadi cara yang paling memungkinkan untuk mengobatinya”

Puput Julianti Damanik, Medan

STIKER: Fajri, ayah dari Nyfara, bayi penderita Atresia Bilier memperlihatkan stiker dukungan terhadap anaknya  depan lapangan Merdeka Medan, Minggu (3/3). Sejumlah komunitas  Medan melakuakn pengumpulan dana untuk membantu bayi  menderita Atresia Bilier tersebut.
STIKER: Fajri, ayah dari Nyfara, bayi penderita Atresia Bilier memperlihatkan stiker dukungan terhadap anaknya di depan lapangan Merdeka Medan, Minggu (3/3). Sejumlah komunitas di Medan melakuakn pengumpulan dana untuk membantu bayi yang menderita Atresia Bilier tersebut.

Ayah Nyfara, Muhammad Fajeri Siregar (30)bersama dengan teman-temannya tampak sibuk menyebarkan player dan stiker kepada para pengguna jalan. Itu dilakukannya di seputaran Jalan Lapangan Merdeka, Minggu (3/3). Tujuannya, tak lain untuk mendapatkan empati dari masyarakat sehingga sudi menyumbangkan sedikit rezekinya demi membiayai pengobatan anaknya, Nyfara.

Nyfara, bayi mungil yang baru berusia 7 bulan penderita Atrisia Bilier, merupakan buah hati pasangan Fajeri dan Wenny Feblisya (30). Saat ini si mungil tersebut tengah membutuhkan uluran tangan dari siapapun untuk melakukan transplan hati yang diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp1,5 Milyar.
Nyfara dinyatakan menderita Biliary Atresia setelah melakukan pemeriksaan di Island Hospital, Penang dan dinyatakan harus menjalani operasi Kasai.
“Awalnya, Nyfara sehat, tidak ada kejanggalan apapun.

Saat itu dia terlahir dengan berat badan 3,1 kg. Setelah sebulan memang berat badannya tak naik, ini menimbulkan kecurigaan pada kami, makanya kami bawa ke klinik terdekat. Setelah diperiksa ternyata ada kelainan di saluran empedunya. Merasa tak puas kami bawa ke Penang. Kata dokter buah hati kami menderita Biliary Atresia, di usianya ke 1,5 bulan Nyfira melakukan operasi pertamanya,” katanya Fajeri kepada Sumut Pos.

Mendapati fakta demikian, Fajeri dan istrinya sempat stres. Saat itu, yang bisa mereka lakukan hanya menangis. “Di sana saya benar-benar stress. Saya jalan mondar-mandir, binggung kenapa harus sama saya cobaan ini ditimpakan. Sumpah, awalnya saya tidak sanggup dengan cobaan ini. Tapi karena anak saya adalah amanah dari Allah, saya mencoba untuk berpikiran positif, , meski tetap saja sulit,” katanya.

Diungkapkannya, tingkat stress yang dialaminya sempat semakin meningkat kala Nyfara sempat beberapa jam tidak bernafas. Namun karena pelayanan yang di sana selalu siaga, perawat yang berjaga langsung melakukan pertolongan ke Nyfara. “Saya dan istri hanya bisa menangis sambil berikhtiyar dan berdoa. Istri down sekali disitu, syukurnya ada seorang dokter yang memeluk istri saya, memberi spirit, kata dokter itu, ia pernah menangani kasus Biliary Atresia dan anaknya bisa sembuh dan tumbuh besar secara normal, disitu istri saya tampak bersemangat,” katanya sembari menahan tangis.
Pasca operasi, Fajeri harus rutin membawa Nyfara check up ke Penang setiap bulan. Tingginya perhatian yang harus diberikan kepada sang anak, tak ayal membuat istrinya harus keluar dari pekerjaan agar bias focus merawat sang buah hati.

Tak hanya sang istri, Fajri pun harus mengurangi aktifitasnya. Untuk sementara dia berhenti menjadi dosen, bahkan untuk beberapa bulan terakhir ia tidak pernah absen di tempat pekerjaannya di Sumatera Berlian Motor, juga harus berhenti sementara dari S2nya di USU.

“Saya bekerja sebagai sales di Sumatera Berlian Motor, juga mencari tambahan menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi. Nyfara memang dilahirkan dengan keluarga yang sederhana, artinya tidak kurang dan tidak lebih. Dengan pekerjaan saya itu, Alhamdulillah saya bisa bawa Nyfara berobat, tapi batas kemampuan saya ada batasnya. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Saat ini istri pun harus keluar dari pekerjaannya. Imbasnya, penghasilan pun menajdi berkurang. Syukurnya, di saat seperti itu ada saja orang yang bertanya kepada saya disaat ingin membeli mobil,”  kata Faheri.
Pun demikian, ternyata check up tiap bulan tak memberi kemajuan kepada kesehatan Nyfara. Imbasnya, pada 18 Februari lalu Fajeri kembali membawa buah hatinya ke Penang, ternyata HB dan albumin Nyfara rendah, sekitar 19,9. Ini membuat Nyfara harus melakukan transfusi darah. Parahnya, saat itu juga didapati fakta jika limpa Nyfara sudah membesar dan ada ascites yg merupakan ciri kerusakan hati. Kondisi ini membuat dokter angkat tangan.

“Saya tidak tahu lagi harus gimana, dokter disana bilang tidak sanggup, tapi dia menyarankan untuk melakukan operasi di Singapura. Saat itu, aktifitas saya bertambah. Setelah kembali ke Medan, saya buka internet untuk mencari tahu di mana tempat yang bagus buat operasi Nyfara. Saya juga terus melakukan konsultasi ke dokter-dokter anak dan ternyata penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Tapi, dari berbagai informasi Fajeri mendapat info jika pun putrinya sembuh maka dia harus terus mengkonsumsi obat. Jika dilakukan transplantasi hati, maka dibutuhkan dana yang tak sedikit, yakni sekira Rp 1,5 Milyar.

Fajeri, istri dan sanak keluarganya langsung kebingungan, usahanya ternyata tidak berbuah hasil, tapi Nyfara harus sembuh, Nyfara harus dibawa ke Nuh Singapore Hospital yang sudah terpercaya. “Nyfara harus sembuh, kita harus ke Nuh Singapore Hospital untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan waiting list transplantasi hati. Tapi untuk menyediakan uang 1,5 M saya bisa apa,” katanya.

Kehendak manusia tidak ada apa-apanya di depan kehendak sang Maha Kuasa, Fajeri akhirnya cerita kepada sahabat-sahabatnya.

“Selama ini, teman-teman saya tidak tahu, saya memang berusaha sendiri semampu saya, karena sudah kacau gini, akhirnya sayapun cerita dan alhamdulilah, respon para teman-teman sangat baik. Awalnya mereka kaget, tapi yah kenyataannya seperti ini, saya juga tidak percaya,” ujarnya sembari mengatakan tidak menungu lama, ternyata sahabat-sahabatnya langsung membuat gerakan kepedulian bagi Nyfara.

Aat, sahabat orang tua Nyfara mengatakan bahwa Rp1,5 Milyar merupakan biaya yang sangat tinggi, sehingga hal ini membuat ia dan teman-teman lainnya secara spontan melakukan kampanye untuk menggalang kepedulian dan donasi dari masyarakat luas. “Gerakan kepedulian bagi Nyfara ini diawali ketika transplantasi hati menjadi cara yang paling memungkinkan untuk mengobati Nyfara. Nyfara itu juga udah seperti anak kami sendiri,” kata Aat.
Harapannya, gerakan ini dapat lebih berkembang lagi, sehingga partisipasi dari seluruh masyarakat adalah cara utama untuk menembus angka 1,5 Milyar. “Kami juga harapkan dukungan moril, doa dan informasi apa saja yang membantu kesembuhan anak sahabat kami ini,” katanya.

Gerakan ini telah dilakukan sejak hari Senin, (25/2) lalu dan telah terkumpul uang sebanyak Rp 161 juta. Gerakan ini dilakukan dengan melakukan perkumpulan-perkumpulan di cafe dan Minggu ini dilakukan di sekitar Jalan Lapangan Merdeka, Bundara Majestyk dan di Cafe O’bay di Wahid Hasyim.

Kondisi Nyfara

Kesedihan memang tidak berhenti disitu saja, buah hatinya harus berada terus di dalam kamar, sistem imunnya yang sangat rendah mengakibatkan Nyfara tidak boleh berhubungan langsung oleh orang lain. Kalaupun ingin melihat Nyfara, Fajeri serta keluarganya harus steril.
“Nyfara gampang sekali terkena sakit, dia harus steril, makanya kami letak dikamar aja, kalau saya pengen main sama dia, saya wajib mandi terlebih dahulu,” katanya.

Bahkan, istrinya juga harus berada di kamar 24 jam menemani Nyfara. “Sedih, istri 24 jam harus stay di kamar, makanpun harus diantar ke atas, sedangkan saya ya tidur diluar, karena saya juga harus mengerjakan pekerjaan lainnya. Istri saya sempat bilang kalau dia pengen belanja setidaknya di indomaret, karena dia rindu keramaian, terpaksa kami membawa Nyfara dengan ibunya jalan, itupun yah didalam mobil aja, mama dan Nyfara tetap stay di mobil,” ujarnya.

Lanjutnya, meskipun sakit, Nyfra tetap bijak dan lincah, semangat Nyfara juga menjadi kekuatan bagi ia dan keluarganya. “Nyfara tetap ceria, dikamar dia lasak, muter sana, muetr sini, tapi saya hanya bisa lihat dia dari pintu kamar yang berjaring. Kalaupun sudah sangat rindu, saya mandi dulu baru masuk ke kamar dan bermain bersama Nyfara. Ia semangat kami, apapun cara akan saya upayakan, saya juga mohon doa dari teman-teman, agar Nyfara bisa keluar bermain bebas seperti anak lainnya,” katanya. (*)

“Gerakan kepedulian bagi Nyfara ini diawali ketika transplantasi hati menjadi cara yang paling memungkinkan untuk mengobatinya”

Puput Julianti Damanik, Medan

STIKER: Fajri, ayah dari Nyfara, bayi penderita Atresia Bilier memperlihatkan stiker dukungan terhadap anaknya  depan lapangan Merdeka Medan, Minggu (3/3). Sejumlah komunitas  Medan melakuakn pengumpulan dana untuk membantu bayi  menderita Atresia Bilier tersebut.
STIKER: Fajri, ayah dari Nyfara, bayi penderita Atresia Bilier memperlihatkan stiker dukungan terhadap anaknya di depan lapangan Merdeka Medan, Minggu (3/3). Sejumlah komunitas di Medan melakuakn pengumpulan dana untuk membantu bayi yang menderita Atresia Bilier tersebut.

Ayah Nyfara, Muhammad Fajeri Siregar (30)bersama dengan teman-temannya tampak sibuk menyebarkan player dan stiker kepada para pengguna jalan. Itu dilakukannya di seputaran Jalan Lapangan Merdeka, Minggu (3/3). Tujuannya, tak lain untuk mendapatkan empati dari masyarakat sehingga sudi menyumbangkan sedikit rezekinya demi membiayai pengobatan anaknya, Nyfara.

Nyfara, bayi mungil yang baru berusia 7 bulan penderita Atrisia Bilier, merupakan buah hati pasangan Fajeri dan Wenny Feblisya (30). Saat ini si mungil tersebut tengah membutuhkan uluran tangan dari siapapun untuk melakukan transplan hati yang diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp1,5 Milyar.
Nyfara dinyatakan menderita Biliary Atresia setelah melakukan pemeriksaan di Island Hospital, Penang dan dinyatakan harus menjalani operasi Kasai.
“Awalnya, Nyfara sehat, tidak ada kejanggalan apapun.

Saat itu dia terlahir dengan berat badan 3,1 kg. Setelah sebulan memang berat badannya tak naik, ini menimbulkan kecurigaan pada kami, makanya kami bawa ke klinik terdekat. Setelah diperiksa ternyata ada kelainan di saluran empedunya. Merasa tak puas kami bawa ke Penang. Kata dokter buah hati kami menderita Biliary Atresia, di usianya ke 1,5 bulan Nyfira melakukan operasi pertamanya,” katanya Fajeri kepada Sumut Pos.

Mendapati fakta demikian, Fajeri dan istrinya sempat stres. Saat itu, yang bisa mereka lakukan hanya menangis. “Di sana saya benar-benar stress. Saya jalan mondar-mandir, binggung kenapa harus sama saya cobaan ini ditimpakan. Sumpah, awalnya saya tidak sanggup dengan cobaan ini. Tapi karena anak saya adalah amanah dari Allah, saya mencoba untuk berpikiran positif, , meski tetap saja sulit,” katanya.

Diungkapkannya, tingkat stress yang dialaminya sempat semakin meningkat kala Nyfara sempat beberapa jam tidak bernafas. Namun karena pelayanan yang di sana selalu siaga, perawat yang berjaga langsung melakukan pertolongan ke Nyfara. “Saya dan istri hanya bisa menangis sambil berikhtiyar dan berdoa. Istri down sekali disitu, syukurnya ada seorang dokter yang memeluk istri saya, memberi spirit, kata dokter itu, ia pernah menangani kasus Biliary Atresia dan anaknya bisa sembuh dan tumbuh besar secara normal, disitu istri saya tampak bersemangat,” katanya sembari menahan tangis.
Pasca operasi, Fajeri harus rutin membawa Nyfara check up ke Penang setiap bulan. Tingginya perhatian yang harus diberikan kepada sang anak, tak ayal membuat istrinya harus keluar dari pekerjaan agar bias focus merawat sang buah hati.

Tak hanya sang istri, Fajri pun harus mengurangi aktifitasnya. Untuk sementara dia berhenti menjadi dosen, bahkan untuk beberapa bulan terakhir ia tidak pernah absen di tempat pekerjaannya di Sumatera Berlian Motor, juga harus berhenti sementara dari S2nya di USU.

“Saya bekerja sebagai sales di Sumatera Berlian Motor, juga mencari tambahan menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi. Nyfara memang dilahirkan dengan keluarga yang sederhana, artinya tidak kurang dan tidak lebih. Dengan pekerjaan saya itu, Alhamdulillah saya bisa bawa Nyfara berobat, tapi batas kemampuan saya ada batasnya. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Saat ini istri pun harus keluar dari pekerjaannya. Imbasnya, penghasilan pun menajdi berkurang. Syukurnya, di saat seperti itu ada saja orang yang bertanya kepada saya disaat ingin membeli mobil,”  kata Faheri.
Pun demikian, ternyata check up tiap bulan tak memberi kemajuan kepada kesehatan Nyfara. Imbasnya, pada 18 Februari lalu Fajeri kembali membawa buah hatinya ke Penang, ternyata HB dan albumin Nyfara rendah, sekitar 19,9. Ini membuat Nyfara harus melakukan transfusi darah. Parahnya, saat itu juga didapati fakta jika limpa Nyfara sudah membesar dan ada ascites yg merupakan ciri kerusakan hati. Kondisi ini membuat dokter angkat tangan.

“Saya tidak tahu lagi harus gimana, dokter disana bilang tidak sanggup, tapi dia menyarankan untuk melakukan operasi di Singapura. Saat itu, aktifitas saya bertambah. Setelah kembali ke Medan, saya buka internet untuk mencari tahu di mana tempat yang bagus buat operasi Nyfara. Saya juga terus melakukan konsultasi ke dokter-dokter anak dan ternyata penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Tapi, dari berbagai informasi Fajeri mendapat info jika pun putrinya sembuh maka dia harus terus mengkonsumsi obat. Jika dilakukan transplantasi hati, maka dibutuhkan dana yang tak sedikit, yakni sekira Rp 1,5 Milyar.

Fajeri, istri dan sanak keluarganya langsung kebingungan, usahanya ternyata tidak berbuah hasil, tapi Nyfara harus sembuh, Nyfara harus dibawa ke Nuh Singapore Hospital yang sudah terpercaya. “Nyfara harus sembuh, kita harus ke Nuh Singapore Hospital untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan waiting list transplantasi hati. Tapi untuk menyediakan uang 1,5 M saya bisa apa,” katanya.

Kehendak manusia tidak ada apa-apanya di depan kehendak sang Maha Kuasa, Fajeri akhirnya cerita kepada sahabat-sahabatnya.

“Selama ini, teman-teman saya tidak tahu, saya memang berusaha sendiri semampu saya, karena sudah kacau gini, akhirnya sayapun cerita dan alhamdulilah, respon para teman-teman sangat baik. Awalnya mereka kaget, tapi yah kenyataannya seperti ini, saya juga tidak percaya,” ujarnya sembari mengatakan tidak menungu lama, ternyata sahabat-sahabatnya langsung membuat gerakan kepedulian bagi Nyfara.

Aat, sahabat orang tua Nyfara mengatakan bahwa Rp1,5 Milyar merupakan biaya yang sangat tinggi, sehingga hal ini membuat ia dan teman-teman lainnya secara spontan melakukan kampanye untuk menggalang kepedulian dan donasi dari masyarakat luas. “Gerakan kepedulian bagi Nyfara ini diawali ketika transplantasi hati menjadi cara yang paling memungkinkan untuk mengobati Nyfara. Nyfara itu juga udah seperti anak kami sendiri,” kata Aat.
Harapannya, gerakan ini dapat lebih berkembang lagi, sehingga partisipasi dari seluruh masyarakat adalah cara utama untuk menembus angka 1,5 Milyar. “Kami juga harapkan dukungan moril, doa dan informasi apa saja yang membantu kesembuhan anak sahabat kami ini,” katanya.

Gerakan ini telah dilakukan sejak hari Senin, (25/2) lalu dan telah terkumpul uang sebanyak Rp 161 juta. Gerakan ini dilakukan dengan melakukan perkumpulan-perkumpulan di cafe dan Minggu ini dilakukan di sekitar Jalan Lapangan Merdeka, Bundara Majestyk dan di Cafe O’bay di Wahid Hasyim.

Kondisi Nyfara

Kesedihan memang tidak berhenti disitu saja, buah hatinya harus berada terus di dalam kamar, sistem imunnya yang sangat rendah mengakibatkan Nyfara tidak boleh berhubungan langsung oleh orang lain. Kalaupun ingin melihat Nyfara, Fajeri serta keluarganya harus steril.
“Nyfara gampang sekali terkena sakit, dia harus steril, makanya kami letak dikamar aja, kalau saya pengen main sama dia, saya wajib mandi terlebih dahulu,” katanya.

Bahkan, istrinya juga harus berada di kamar 24 jam menemani Nyfara. “Sedih, istri 24 jam harus stay di kamar, makanpun harus diantar ke atas, sedangkan saya ya tidur diluar, karena saya juga harus mengerjakan pekerjaan lainnya. Istri saya sempat bilang kalau dia pengen belanja setidaknya di indomaret, karena dia rindu keramaian, terpaksa kami membawa Nyfara dengan ibunya jalan, itupun yah didalam mobil aja, mama dan Nyfara tetap stay di mobil,” ujarnya.

Lanjutnya, meskipun sakit, Nyfra tetap bijak dan lincah, semangat Nyfara juga menjadi kekuatan bagi ia dan keluarganya. “Nyfara tetap ceria, dikamar dia lasak, muter sana, muetr sini, tapi saya hanya bisa lihat dia dari pintu kamar yang berjaring. Kalaupun sudah sangat rindu, saya mandi dulu baru masuk ke kamar dan bermain bersama Nyfara. Ia semangat kami, apapun cara akan saya upayakan, saya juga mohon doa dari teman-teman, agar Nyfara bisa keluar bermain bebas seperti anak lainnya,” katanya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/