MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) mengingatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) untuk tidak menahan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikirimkan oleh Pemerintah Pusat untuk 33 kabupaten/kota se-Sumut sebesar Rp520 miliar.
Anggota Komisi E DPRD Sumut Hj.Meilizar Latif mengingatkan agar Pemprovsu serius menyikapi ancaman para guru yang akan melakukan aksi demo dan diminta segera mencairkan dana BOS. Hal ini muncul dari Gabungan Pendidik Tenaga Kependidikan (GP Tendik) Sumut.
Dirinya merasa prihatin karena hingga Maret 2015, dana tersebut belum juga dicairkan untuk pembayaran triwulan pertama (I). Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 161 tahun 2014 tentang mekanisme penyaluran dana BOS tahun 2012 disebutkan, penyaluran dana BOS harus tepat waktu, transparan, tertib administrasi dan terhindar dari penyimpangan. “Nyatanya, sampai saat ini dana BOS itu belum dicairkan ke-33 kabupaten/kota, sehingga guru-guru mengancam demo. Benar-benar memprihatinkan,” ujarnya Selasa (3/3)
Padahal, lanjutnya, penyaluran dana BOS untuk pembayaran triwulan I paling lambat minggu ketiga di bulan Januari tahun ini. Semantara untuk triwulan II selambatnya minggu pertama April dan triwulan III pada Juli serta triwulan IV pada Oktober. Tapi sampai bulan Maret 2015, pembayaran dana BOS triwulan I belum juga dicairkan. “Saya yakin pusat sudah mengucurkan dana BOS ke pemprovsu dan dana itu sudah tersedia, karena anggaran di APBN sudah satle, tinggal komitmen Gubsu untuk mencairkannya,” sebutnya.
Senada dengan itu, anggota Komisi E DPRD Sumut Richard Pandapotan Sidabutar juga mengindikasikan adanya peluang terjadinya penyelewengan dana tersebut oleh oknum tertentu. Sebab, jika mekanisme penyalurannya dilakukan berjenjang dari Pemerintah Pusat ke daerah, akan memberikan kewenangan lebih besar ke Pemda dalam hal penyalurannya. Berbeda dengan sebelumnya yang disalurkan langsung dari bendahara negara ke rekening sekolah penerima dana BOS.
Menurutnya, mekanisme seperti ini juga dapat menimbulkan masalah baru. Karena akan memperpanjang proses yang tadinya langsung diperuntukkan kepada sekolah, harus masuk terlebih dahulu Kas daerah. Termasuk, lambatnya pencairan serta tidak transparannya pengelolaan. “Kalau lama mengendap (disimpan), tentu akan muncul banyak masalah dan kecurigaan. Bisa saja muncul anggapan itu disengaja ditahan untuk kepentingan tertentu. Padahal (BOS) ini kan bukan hal baru. Maka mekanisme kontrolnya harus dilakukan,” tegasnya.
Hal ini dikarenakan lemahnya partisipasi publik untuk mengetahui pengelolaan dana tersebut. Dengan begitu, dana yang sudah ditransfer ke Pemerintah Daerah tidak dibiarkan mengendap lama di rekening kas daerah. Karena jika terlambat dikirimkan, maka akan berimbas pada operasional sekolah.”Bagaimana meningkatkan partisipasi publik. Sebab jika terlambat pencairannya, akan banyak membuat sekolah kesulitan dalam mencari dana operasional. Disitu juga yang membuat sekolah sulit menyusun pertanggung jawaban,” katanya.
Selain itu, Richard juga mempertanyakan kinerja tim manajemen BOS daerah yang keliru. yang jadi pertanyaannya adalah kenapa dana tersebut bisa terjadi keterlambatan jika memang sudah dikirimkan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dinilainya sengaja diperlambat.
“Kalau lama mengendap (disimpan), tentu akan muncul banyak masalah dan kecurigaan. Bisa saja muncul anggapan itu disengaja ditahan untuk kepentingan tertentu. Padahal (BOS) ini kan bukan hal baru. Maka mekanisme kontrolnya harus dilakukan,” pungkasnya. (bal/ila)