28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Menteri ATR Resmikan Gedung Baru Kanwil BPN Sumut, 2025, Tanah Masyarakat Bersertifikat

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menargetkan, pada tahun 2025 nanti, seluruh tanah masyarakat sudah terdaftar dan bersertifikat. Hal itu dikatakannya saat meresmikan gedung baru Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Minggu (3/3).

Sofyan menjelaskan, saat ini pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi, ingin mempercepat sertifikasi tanah di seluruh Indonesia. Selama ini, proses sertifikasi begitu lambat, berbelit-belit dan mahal. “Pak Jokowi ingin memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah,” ujarnya.

Sejak 2017 percepatan produk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) melebihi angka lima juta. Pada 2018, PTSL mencapai 9,3 juta. “Mudah-mudahan teman-teman bisa nanti mengeluarkan produk PTSL sampai dengan sebelas jutaan,” ujarnya.

Untuk konflik lahan yang ada di Indonesia, Sofyan mengkalim sudah banyak yang terselesaikan. Mulai dari kasus yang berpuluh tahun atau pun yang masih baru. “Walaupun memang menyelesaikan sengketa itu tidak mudah. Tapi dengan kita daftarkan maka tidak akan ada sengketa baru. Yang lama kita selesaikan yang baru tidak ada,” paparnya.

Sedangkan eks HGU PT Perkebunan Nusantara (PTPN2), lanjutnya, hanya satu dari sekian banyak konflik lahan yang ada di Sumut. Menurutnya, sejak 18 tahun lalu konflik lahan seluas 5.873,06 hektare itu terjadi di Sumut. Tak hanya waktu dan tenaga, bahkan nyawa banyak yang menjadi korban dalam polemik lahan tersebut. Saat ini, katanya, tengah ditempuh proses yang komprehensif dalam menyelesaikan masalah itu.

“Dari keseluruhan lahan eks PTPN2, terdata baru setengahnya yang terselesaikan, sebanyak 2.216 hektare yang telah mendapatkan izin penghapusbukuan dari Kementrian BUMN. Dan artinya kita masih akan berproses untuk sisanya yang belum,” ungkap Sofyan A Djalil.

Dari data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, sepanjang 2018 ada 38 kasus konflik agraria. Angkanya menurun dari tahun 2017 sebanyak 43 kasus.

Dari seluruh kasus di 2018, 19 orang terluka dan satu orang meninggal dunia. Pada 2018 Eks HGU PTPN II menyumbang delapan kasus. Konflik yang terjadi di areal ini, sebagian besar didominasi oleh persoalan horizontal antar masyarakat sipil. Seperti penggarap versus penggarap, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) versus Kelompok Tani atau OKP versus OKP.

Terbitnya Perpres 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria diharapkan jadi acuan dalam menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan tanah. Didukung berbagai kebijakan lain yang sudah terbit sebelumnya seperti Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan dan Inpres 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Peizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit, maupun Permen terkait perhutanan sosial tentu bisa jadi peluang melaksanakan reforma agraria sejati. (dvs/ila)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menargetkan, pada tahun 2025 nanti, seluruh tanah masyarakat sudah terdaftar dan bersertifikat. Hal itu dikatakannya saat meresmikan gedung baru Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Minggu (3/3).

Sofyan menjelaskan, saat ini pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi, ingin mempercepat sertifikasi tanah di seluruh Indonesia. Selama ini, proses sertifikasi begitu lambat, berbelit-belit dan mahal. “Pak Jokowi ingin memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah,” ujarnya.

Sejak 2017 percepatan produk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) melebihi angka lima juta. Pada 2018, PTSL mencapai 9,3 juta. “Mudah-mudahan teman-teman bisa nanti mengeluarkan produk PTSL sampai dengan sebelas jutaan,” ujarnya.

Untuk konflik lahan yang ada di Indonesia, Sofyan mengkalim sudah banyak yang terselesaikan. Mulai dari kasus yang berpuluh tahun atau pun yang masih baru. “Walaupun memang menyelesaikan sengketa itu tidak mudah. Tapi dengan kita daftarkan maka tidak akan ada sengketa baru. Yang lama kita selesaikan yang baru tidak ada,” paparnya.

Sedangkan eks HGU PT Perkebunan Nusantara (PTPN2), lanjutnya, hanya satu dari sekian banyak konflik lahan yang ada di Sumut. Menurutnya, sejak 18 tahun lalu konflik lahan seluas 5.873,06 hektare itu terjadi di Sumut. Tak hanya waktu dan tenaga, bahkan nyawa banyak yang menjadi korban dalam polemik lahan tersebut. Saat ini, katanya, tengah ditempuh proses yang komprehensif dalam menyelesaikan masalah itu.

“Dari keseluruhan lahan eks PTPN2, terdata baru setengahnya yang terselesaikan, sebanyak 2.216 hektare yang telah mendapatkan izin penghapusbukuan dari Kementrian BUMN. Dan artinya kita masih akan berproses untuk sisanya yang belum,” ungkap Sofyan A Djalil.

Dari data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, sepanjang 2018 ada 38 kasus konflik agraria. Angkanya menurun dari tahun 2017 sebanyak 43 kasus.

Dari seluruh kasus di 2018, 19 orang terluka dan satu orang meninggal dunia. Pada 2018 Eks HGU PTPN II menyumbang delapan kasus. Konflik yang terjadi di areal ini, sebagian besar didominasi oleh persoalan horizontal antar masyarakat sipil. Seperti penggarap versus penggarap, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) versus Kelompok Tani atau OKP versus OKP.

Terbitnya Perpres 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria diharapkan jadi acuan dalam menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan tanah. Didukung berbagai kebijakan lain yang sudah terbit sebelumnya seperti Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan dan Inpres 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Peizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit, maupun Permen terkait perhutanan sosial tentu bisa jadi peluang melaksanakan reforma agraria sejati. (dvs/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/