31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Tertibkan Bangunan di Pinggir Sungai

Solusi Mengatasi Banjir Medan

MEDAN-Banjir Kota Medan beberapa hari lalu tidak bisa dipungkiri terjadi karena Sungai Deli dan Sungai Babura tidak mampu menampung besarnya debit air akibat derasnya hujan. Pendangkalan dan penyempitan sungai akibat berbagai hal menjadi biang keladinya.

Direktur Lembaga Pengkajian Pemukiman dan Pengembangan Kota (LP3K) Rafriandi Nasution menegaskan, salah satu penyebab penyempitan kedua sungai besar yang membelah Kota Medan karena banyaknya bangunan di sekitar daerah aliran sungai (DAS)

Bahkan sisi-sisi kedua sungai dipersempit dan diluruskan demi membangun gedung-gedung bertingkat di sekitar DAS
“Selain faktor alam, faktor yang seharusnya mendapat perhatian serius adalah factor yang disebabkan manusia di sekitar sungai itu sendiri. Ini karena Pemko Medan lebih mementingkan sisi ekonomi dan bisnisnya daripada mempertimbangkan sisi keberlangsungan hidup manusia dan tumbuhan yang ada di sekeliling kita,” terang Rafriandi, kemarin (3/4).

Rafriandi melihat wajar bila pemko memilih jalan pintas mendukung pembangunan gedung-gedung di sekitar DAS yang mengganggu keseimbangan alam. “Itu untuk menutupi kelemahan Kota Medan yang memang tidak memiliki kualitas sumber daya yang bisa dimanfaatkan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Medan. Risikonya, menimbulkan kecemasan berkepanjangan bagi masyarakat Medan,” tegasnya.

Apa yang bisa dilakukan ke depannya? Menurut Rafriandi, setidaknya Pemko menolak permohonan baru izin pembangunan di sepanjang DAS. Anggota dewan juga harus benar-benar melakukan pengawasan, paling tidak mensiasati masalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

“Pengawasan yang perlu dilakukan DPRD Medan dan DPRD Sumut adalah adanya toleransi-toleransi pendirian bangunan di DAS, dari 15 meter ditoleransi menjadi 8 meter. Sebenarnya, inilah yang mebuat rusak,” tegasnya.
Banjir yang terjadi beberapa hari lalu juga menandakan Pemko Medan tidak menghargai alam. “Boleh saja membangun, tapi harus menghormati hak-hak alam. Jangan mentang-mentang jadi penguasa, semena-mena membuat aturan dan memberi izin berdiri semua bangunan tanpa pernah memikirkan dampak di kemudian hari. Jadi, tidak ada alasan bagi Pemko Medan untuk tidak menertibkan bangunan-bangunan yang berdiri di DAS Sungai Deli dan Babura,” tandasnya.

Salah satu contoh pemberian izin dari Pemko Medan yang mengabaikan keselamatan banyak pihak adalah keberadaan Central Bussines District (CBD). “Boleh membangun, tapi harus tunggu dulu lah bandara pengganti Polonia itu selasai. Contohnya CBD, saat ini Polonia masih berfungsi sebagai bandara sebelum pindah ke Kualanamu. Tapi pembangunan  terus berjalan. Nah, jika nanti tiba-tiba ada pesawat yang jatuh di daerah CBD itu, baru semua pihak saling menyalahkan,” tuturnya.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi Sumut Pos di rumah dinasnya di Jalan Sudirman hanya berjanji mengevaluasi izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bangunan di bantaran kedua sungai itu. “Kita akan evaluasi AMDAL nya, terhadap semua kawasan-kawasan perumahan di kota ini,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Medan Sabar Syamsurya Sitepu di lokasi yang sama seusai acara Car Free Day malah membela Pemko Medan. Menurutnya, bangunan dan hotel-hotel yang dibangun di sekitar DAS Sungai Deli dan Sungai Babura masih sesuai ketentuan Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS). Dimana bangunan berdiri 15 meter dari bibir sungai. Bahkan, ada pentoleriran dibolehkannya pendirian bangunan di bantaran sungai berjarak 8 meter.
“Kita harus tahu juga, ada aturan dari balai sungai. Dan bangunan serta hotel yang ada masih sesuai dengan aturan dari BWSS itu,” katanya.

Terkait penanganan kerusakan sarana dan prasarana pasca banjir, Rahudman menyatakan, Pemko telah bekerjasama dengan pihak Lanud Medan dalam pembangunan jembatan di Sari Rejo yang rusak karena banjir. Untuk jembatan di Medan Labuhan juga akan dibenahi, dan yang akan mengerjakan itu adalah dari pihak Pemko Medan sendiri dalam hal ini Dinas Bina Marga Kota Medan.

Rahudman juga menuturkan, Pemko Medan juga telah mengajukan proposal bantuan kepada pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat. Dalam proposal tersebut berisi, untuk pembuatan tanggul-tanggul baru, penanganan penduduk yang menjadi korban banjir.

Pada kesempatan itu pula, Rahudman mengakui, salah satu factor pendukung terjadinya banjir adalah system drainase di Medan yang mulai menyempit. “Kita harus jujur mengatakan, banyak drainase mengalami penyempitan. Apakah akibat pembangunan yang ada. Ini akan segera kita evaluasi,” tegasnya.

Pusat Bantu Rp200 Juta

Sementara itu, BNPB pusat melalui Direktur Penanggulan Darurat, Tri Budiarto, menyerahkan bantuan uang tunai untuk korban banjir Rp200 juta kepada Wali Kota Medan Rahummad Harahap. Penyerahan dilakukan di rumah dinas wali kota.

Dari rumah dinas wali kota, Tri Budiarto langsung meninjau sejumlah tempat yang menjadi korban banjir. Diantaranya, pemukiman warga pinggiran Sungai Babura di Daerah Petisah Tengah dan melihat jembatan yang putus di Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia.

Kepada wartawan, Tri menyoroti buruknya penataan kota, khususnya penataan bangunan di sekitar DAS. Untuk itu, dia berharap Pemko Medan kembali melakukan penataan ulang tata ruang kota dan pemukiman warga di DAS. “Dengan penataan kota yang lebih baik, Kota Medan tidak akan menjadi korban banjir lagi,” tegasnya.
Terkait bantuan, Tri berharap bantuan itu bisa digunakan membangun kembali rumah warga maupun infrastruktur yang rusak diterjang banjir.

“Jangan lihat jumlah tetapi lihat kepedulian kita terhadap bencana yang dialami Kota Medan ,” ujarnya Tri Budiarto
Sementara itu Rahudman Harahap merencanakan meminta anggaran Rp100 miliar untuk membenahi Kota Medan. Diantaranya perbaikan tanggul-tanggul yang rusak, penanganan warga pinggiran sungai untuk direlokasi ke tempat yang layak dan memperbaiki sejumlah drainase yang buruk serta peninjauan izin komplek perumahan yang ada di Kota Medan. (ari/mag-7)

Solusi Mengatasi Banjir Medan

MEDAN-Banjir Kota Medan beberapa hari lalu tidak bisa dipungkiri terjadi karena Sungai Deli dan Sungai Babura tidak mampu menampung besarnya debit air akibat derasnya hujan. Pendangkalan dan penyempitan sungai akibat berbagai hal menjadi biang keladinya.

Direktur Lembaga Pengkajian Pemukiman dan Pengembangan Kota (LP3K) Rafriandi Nasution menegaskan, salah satu penyebab penyempitan kedua sungai besar yang membelah Kota Medan karena banyaknya bangunan di sekitar daerah aliran sungai (DAS)

Bahkan sisi-sisi kedua sungai dipersempit dan diluruskan demi membangun gedung-gedung bertingkat di sekitar DAS
“Selain faktor alam, faktor yang seharusnya mendapat perhatian serius adalah factor yang disebabkan manusia di sekitar sungai itu sendiri. Ini karena Pemko Medan lebih mementingkan sisi ekonomi dan bisnisnya daripada mempertimbangkan sisi keberlangsungan hidup manusia dan tumbuhan yang ada di sekeliling kita,” terang Rafriandi, kemarin (3/4).

Rafriandi melihat wajar bila pemko memilih jalan pintas mendukung pembangunan gedung-gedung di sekitar DAS yang mengganggu keseimbangan alam. “Itu untuk menutupi kelemahan Kota Medan yang memang tidak memiliki kualitas sumber daya yang bisa dimanfaatkan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Medan. Risikonya, menimbulkan kecemasan berkepanjangan bagi masyarakat Medan,” tegasnya.

Apa yang bisa dilakukan ke depannya? Menurut Rafriandi, setidaknya Pemko menolak permohonan baru izin pembangunan di sepanjang DAS. Anggota dewan juga harus benar-benar melakukan pengawasan, paling tidak mensiasati masalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

“Pengawasan yang perlu dilakukan DPRD Medan dan DPRD Sumut adalah adanya toleransi-toleransi pendirian bangunan di DAS, dari 15 meter ditoleransi menjadi 8 meter. Sebenarnya, inilah yang mebuat rusak,” tegasnya.
Banjir yang terjadi beberapa hari lalu juga menandakan Pemko Medan tidak menghargai alam. “Boleh saja membangun, tapi harus menghormati hak-hak alam. Jangan mentang-mentang jadi penguasa, semena-mena membuat aturan dan memberi izin berdiri semua bangunan tanpa pernah memikirkan dampak di kemudian hari. Jadi, tidak ada alasan bagi Pemko Medan untuk tidak menertibkan bangunan-bangunan yang berdiri di DAS Sungai Deli dan Babura,” tandasnya.

Salah satu contoh pemberian izin dari Pemko Medan yang mengabaikan keselamatan banyak pihak adalah keberadaan Central Bussines District (CBD). “Boleh membangun, tapi harus tunggu dulu lah bandara pengganti Polonia itu selasai. Contohnya CBD, saat ini Polonia masih berfungsi sebagai bandara sebelum pindah ke Kualanamu. Tapi pembangunan  terus berjalan. Nah, jika nanti tiba-tiba ada pesawat yang jatuh di daerah CBD itu, baru semua pihak saling menyalahkan,” tuturnya.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi Sumut Pos di rumah dinasnya di Jalan Sudirman hanya berjanji mengevaluasi izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bangunan di bantaran kedua sungai itu. “Kita akan evaluasi AMDAL nya, terhadap semua kawasan-kawasan perumahan di kota ini,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Medan Sabar Syamsurya Sitepu di lokasi yang sama seusai acara Car Free Day malah membela Pemko Medan. Menurutnya, bangunan dan hotel-hotel yang dibangun di sekitar DAS Sungai Deli dan Sungai Babura masih sesuai ketentuan Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS). Dimana bangunan berdiri 15 meter dari bibir sungai. Bahkan, ada pentoleriran dibolehkannya pendirian bangunan di bantaran sungai berjarak 8 meter.
“Kita harus tahu juga, ada aturan dari balai sungai. Dan bangunan serta hotel yang ada masih sesuai dengan aturan dari BWSS itu,” katanya.

Terkait penanganan kerusakan sarana dan prasarana pasca banjir, Rahudman menyatakan, Pemko telah bekerjasama dengan pihak Lanud Medan dalam pembangunan jembatan di Sari Rejo yang rusak karena banjir. Untuk jembatan di Medan Labuhan juga akan dibenahi, dan yang akan mengerjakan itu adalah dari pihak Pemko Medan sendiri dalam hal ini Dinas Bina Marga Kota Medan.

Rahudman juga menuturkan, Pemko Medan juga telah mengajukan proposal bantuan kepada pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat. Dalam proposal tersebut berisi, untuk pembuatan tanggul-tanggul baru, penanganan penduduk yang menjadi korban banjir.

Pada kesempatan itu pula, Rahudman mengakui, salah satu factor pendukung terjadinya banjir adalah system drainase di Medan yang mulai menyempit. “Kita harus jujur mengatakan, banyak drainase mengalami penyempitan. Apakah akibat pembangunan yang ada. Ini akan segera kita evaluasi,” tegasnya.

Pusat Bantu Rp200 Juta

Sementara itu, BNPB pusat melalui Direktur Penanggulan Darurat, Tri Budiarto, menyerahkan bantuan uang tunai untuk korban banjir Rp200 juta kepada Wali Kota Medan Rahummad Harahap. Penyerahan dilakukan di rumah dinas wali kota.

Dari rumah dinas wali kota, Tri Budiarto langsung meninjau sejumlah tempat yang menjadi korban banjir. Diantaranya, pemukiman warga pinggiran Sungai Babura di Daerah Petisah Tengah dan melihat jembatan yang putus di Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia.

Kepada wartawan, Tri menyoroti buruknya penataan kota, khususnya penataan bangunan di sekitar DAS. Untuk itu, dia berharap Pemko Medan kembali melakukan penataan ulang tata ruang kota dan pemukiman warga di DAS. “Dengan penataan kota yang lebih baik, Kota Medan tidak akan menjadi korban banjir lagi,” tegasnya.
Terkait bantuan, Tri berharap bantuan itu bisa digunakan membangun kembali rumah warga maupun infrastruktur yang rusak diterjang banjir.

“Jangan lihat jumlah tetapi lihat kepedulian kita terhadap bencana yang dialami Kota Medan ,” ujarnya Tri Budiarto
Sementara itu Rahudman Harahap merencanakan meminta anggaran Rp100 miliar untuk membenahi Kota Medan. Diantaranya perbaikan tanggul-tanggul yang rusak, penanganan warga pinggiran sungai untuk direlokasi ke tempat yang layak dan memperbaiki sejumlah drainase yang buruk serta peninjauan izin komplek perumahan yang ada di Kota Medan. (ari/mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/