25.6 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Khusus bagi Peserta Kelas III, BPJS Kesehatan Harus Beri Keringanan Iuran

BPJS Kesehatan: Seorang pria menunjukkan kartu BPJS Kesehatan. Di tengah pendemi virus corona, BPJS Kesehatan diminta meringankan iuran karena banyak ekonomi masyarakat terdampak akibat corona.
BPJS Kesehatan: Seorang pria menunjukkan kartu BPJS Kesehatan. Di tengah pendemi virus corona, BPJS Kesehatan diminta meringankan iuran karena banyak ekonomi masyarakat terdampak akibat corona.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan untuk memberi kelonggaran cicilan kredit mobil, rumah dan sebagainya. Bahkan, digratiskan tagihan listirk untuk pelanggan 450 VA dan pembayaran 50% kepada pelanggan 900 VA. Hal ini menyusul pandemi virus corona atau Covid-19 yang terus terjadi di Indonesia, termasuk wilayah Sumut.

Namun demikian, hingga kini belum ada kebijakan kelonggaran terhadap iuran peserta BPJS Kesehatan. Untuk itu, Pemerintah Pusat perlu mengeluarkan kebijakan tersebut.

“Kami mengapresiasi kebijakan Pemerintah Pusat yang mengeluarkan kebijakan kelonggaran terhadap cicilan kredit. Selain itu, menggratiskan tagihan listrik (pelanggan 450 Watt). Akan tetapi, kita berharap tidak hanya itu saja. Oleh sebab itu, dibuat kebijakan dalam bidang kesehatan yaitu terkait iuran peserta BPJS Kesehatan,” ujarn

Wakil Ketua DPRD Medan Rajuddin Sagala saat dihubungi via seluler, Jumat (3/4).

Menurut Rajuddin, kebijakan kelonggaran iuran BPJS Kesehatan patut dipertimbangkan khususnya bagi peserta Kelas III. Sebab sebagian besar dari mereka merupakan kelompok masyarakat kecil atau tidak mampu. Berbeda dengan masyarakat miskin, mereka sudah ditanggung oleh APBN maupun APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Harus menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat khusus bagi warga yang tidak mampu, karena mereka rata-rata penghasilannya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, kalau bisa digratiskan sementara waktu selama pandemi virus corona terjadi,” ujarnya.

Kemudian, sambung Rajuddin, diberikan kelonggaran bagi peserta di luar dari yang tidak mampu. Misalnya, kelonggaran penundaan iuran. “Dampak Covid-19 ini menyentuh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalau UMKM dan perusahaan. Karena itu, perlu juga dipertimbangkan kelonggaran cicilan iuran misalnya penundaan. Akan tetapi, bukan digratiskan karena masuk kalangan mampu,” tuturnya.

Senada disampaikan pengamat kesehatan dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Dr dr Umar Zein SpPD KPTI. Kata Umar Zein, memang perlu juga dipertimbangkan untuk kelonggaran iuran BPJS Kesehatan. Sebab dampak dari musibah tersebut cenderung ke ekonomi dengan memberikan keringanan.

“Kebijakan yang paling penting itu sebenarnya bagaimana menghentikan penyebaran virus, jangan lagi bertambah kasusnya. Meski begitu, perlu juga kebijakan sebagai pendukung akibat dampak musibah tersebut, seperti dengan kelonggaran iuran peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Tak jauh beda disampaikan pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benyamin. Gunawan mengungkapkan, sejauh ini pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk meng-cover biaya pasien yang terinfeksi corona.

“Memang berbeda jika membandingkan dengan kebutuhan di masyarakat. Maka itu, sebaiknya dipertimbangkan agar masyarakat miskin juga mendapatkan fasilitas kemudahan dalam BPJS Kesehatan termasuk iurannya,” ujar dia.

Pun begitu, kata Gunawan, memberi kemudahan dalam hal iuran kepesertaan merupakan sebuah kebijakan dilema. Karena, di satu sisi BPJS Kesehatan sendiri mengalam defisit. Terlebih, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa kenaikan iuran BPJS dibatalkan.

Padahal, sebelumnya kebijakan menaikkan iuran tersebut diperuntukkan untuk menutup defisit yang terus membengkak di BPJS kesehatan. Dengan keputusan tersebut, maka harus dipikirkan kembali bagaimana caranya agar BPJS tidak terganggu likuiditasnya dikarenakan iuran yang batal naik tersebut.

“Saya mengkhawatirkan kesinambungan BPJS kesehatan yang bakal tetap terganggu dan bisa membuat lembaga tersebut justru tidak mampu lagi dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Apalagi, dengan adanya penyebaran Covid-19. Semakin banyak masyarakat yang akan berhati-hati dan akan lebih sering memeriksakan diri ke rumah sakit,” kata Gunawan.

Sementara, Kepala Cabang Medan BPJS Kesehatan, Sari Quratulainy yang dikonfirmasi menyatakan, hingga kini belum ada kebijakan kelonggaran iuran peserta akibat dampak Covid-19. Diutarakan Sari, jika nantinya ada kebijakan dari pusat terkait iuran maka tentunya diterapkan.

“Sampai saat ini belum ada instruksi pemerintah terkait dengan kelonggaran iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di tengah pandemi Covid-19. Namun, kami dari BPJS Kesehatan akan menunggu instruksi lebih lanjut dari pemerintah. Apabila nantinya iuran JKN akan diberikan kelonggaran, maka BPJS Kesehatan akan siap untuk melaksanakan,” ujarnya singkat. (ris/ila)

BPJS Kesehatan: Seorang pria menunjukkan kartu BPJS Kesehatan. Di tengah pendemi virus corona, BPJS Kesehatan diminta meringankan iuran karena banyak ekonomi masyarakat terdampak akibat corona.
BPJS Kesehatan: Seorang pria menunjukkan kartu BPJS Kesehatan. Di tengah pendemi virus corona, BPJS Kesehatan diminta meringankan iuran karena banyak ekonomi masyarakat terdampak akibat corona.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan untuk memberi kelonggaran cicilan kredit mobil, rumah dan sebagainya. Bahkan, digratiskan tagihan listirk untuk pelanggan 450 VA dan pembayaran 50% kepada pelanggan 900 VA. Hal ini menyusul pandemi virus corona atau Covid-19 yang terus terjadi di Indonesia, termasuk wilayah Sumut.

Namun demikian, hingga kini belum ada kebijakan kelonggaran terhadap iuran peserta BPJS Kesehatan. Untuk itu, Pemerintah Pusat perlu mengeluarkan kebijakan tersebut.

“Kami mengapresiasi kebijakan Pemerintah Pusat yang mengeluarkan kebijakan kelonggaran terhadap cicilan kredit. Selain itu, menggratiskan tagihan listrik (pelanggan 450 Watt). Akan tetapi, kita berharap tidak hanya itu saja. Oleh sebab itu, dibuat kebijakan dalam bidang kesehatan yaitu terkait iuran peserta BPJS Kesehatan,” ujarn

Wakil Ketua DPRD Medan Rajuddin Sagala saat dihubungi via seluler, Jumat (3/4).

Menurut Rajuddin, kebijakan kelonggaran iuran BPJS Kesehatan patut dipertimbangkan khususnya bagi peserta Kelas III. Sebab sebagian besar dari mereka merupakan kelompok masyarakat kecil atau tidak mampu. Berbeda dengan masyarakat miskin, mereka sudah ditanggung oleh APBN maupun APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Harus menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat khusus bagi warga yang tidak mampu, karena mereka rata-rata penghasilannya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, kalau bisa digratiskan sementara waktu selama pandemi virus corona terjadi,” ujarnya.

Kemudian, sambung Rajuddin, diberikan kelonggaran bagi peserta di luar dari yang tidak mampu. Misalnya, kelonggaran penundaan iuran. “Dampak Covid-19 ini menyentuh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalau UMKM dan perusahaan. Karena itu, perlu juga dipertimbangkan kelonggaran cicilan iuran misalnya penundaan. Akan tetapi, bukan digratiskan karena masuk kalangan mampu,” tuturnya.

Senada disampaikan pengamat kesehatan dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Dr dr Umar Zein SpPD KPTI. Kata Umar Zein, memang perlu juga dipertimbangkan untuk kelonggaran iuran BPJS Kesehatan. Sebab dampak dari musibah tersebut cenderung ke ekonomi dengan memberikan keringanan.

“Kebijakan yang paling penting itu sebenarnya bagaimana menghentikan penyebaran virus, jangan lagi bertambah kasusnya. Meski begitu, perlu juga kebijakan sebagai pendukung akibat dampak musibah tersebut, seperti dengan kelonggaran iuran peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Tak jauh beda disampaikan pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benyamin. Gunawan mengungkapkan, sejauh ini pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk meng-cover biaya pasien yang terinfeksi corona.

“Memang berbeda jika membandingkan dengan kebutuhan di masyarakat. Maka itu, sebaiknya dipertimbangkan agar masyarakat miskin juga mendapatkan fasilitas kemudahan dalam BPJS Kesehatan termasuk iurannya,” ujar dia.

Pun begitu, kata Gunawan, memberi kemudahan dalam hal iuran kepesertaan merupakan sebuah kebijakan dilema. Karena, di satu sisi BPJS Kesehatan sendiri mengalam defisit. Terlebih, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa kenaikan iuran BPJS dibatalkan.

Padahal, sebelumnya kebijakan menaikkan iuran tersebut diperuntukkan untuk menutup defisit yang terus membengkak di BPJS kesehatan. Dengan keputusan tersebut, maka harus dipikirkan kembali bagaimana caranya agar BPJS tidak terganggu likuiditasnya dikarenakan iuran yang batal naik tersebut.

“Saya mengkhawatirkan kesinambungan BPJS kesehatan yang bakal tetap terganggu dan bisa membuat lembaga tersebut justru tidak mampu lagi dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Apalagi, dengan adanya penyebaran Covid-19. Semakin banyak masyarakat yang akan berhati-hati dan akan lebih sering memeriksakan diri ke rumah sakit,” kata Gunawan.

Sementara, Kepala Cabang Medan BPJS Kesehatan, Sari Quratulainy yang dikonfirmasi menyatakan, hingga kini belum ada kebijakan kelonggaran iuran peserta akibat dampak Covid-19. Diutarakan Sari, jika nantinya ada kebijakan dari pusat terkait iuran maka tentunya diterapkan.

“Sampai saat ini belum ada instruksi pemerintah terkait dengan kelonggaran iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di tengah pandemi Covid-19. Namun, kami dari BPJS Kesehatan akan menunggu instruksi lebih lanjut dari pemerintah. Apabila nantinya iuran JKN akan diberikan kelonggaran, maka BPJS Kesehatan akan siap untuk melaksanakan,” ujarnya singkat. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/