30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pohon di Medan Salah Tanam

Penyebab Tumbang Tidak Sekadar Cuaca Ekstrem

MEDAN-Peristiwa pohon tumbang yang berulang hingga memunculkan banyak korban terus menjadi topik yang menarik. Setiap ada angin dan hujan, warga cenderung gelisah Muncul kecurigaan, tumbangnya pohon akibat salah tanam.

“Gak ada angin gak ada hujan aja tumbang,” Rini (19), warga Binjai yang sehari-hari beraktivitas di seputaran Jalan dr Mansyur.

Sebelum ada peristiwa di Jalan Diponegoro, beberapa waktu lalu, Rini dan kawan-kawan hanya resah ketika hujan dan angin kencang tiba. Kini, setiap kali mereka melewati jalan yang banyak pohon, mereka jadi khawatir. “Kita kan naik kereta (sepeda motor), jadi trauma kita dengan korban di Jalan Diponegoro itu,” tambah Rini.

Apa yang dirasakan Rini persis dikhawatirkan warga lainnya. Intinya, saat Sumut Pos bertanya tentang keadaan pohon di Medan, kebanyakan dari mereka mengaku takut. Bagi mereka, pohon tumbang sudah seperti teror. Dia bisa tumbang kapan saja dan tanpa sebab apa-apa. “Hujan gak hujan sama saja, pohon-pohon itu udah kek berebut mau tumbang. Jadi, pohon itu kek cari mangsa gitu,” aku Wendy (24), warga Medan Johor.

Keresahan warga tampaknya belum juga direspon dengan baik. Setidaknya pihak Dinas Pertamanan Kota Medan belum menemukan solusi nyata.

Terlepas dari itu, beberapa pihak banyak yang mengatakan terjadinya pohon tumbang karena salah pilih jenis pohon. Perusahaan yang bergerak di dunia perpohonan, PT Gaharu Indonesia, malah menyatakan pemilihan pohon yang ada di Medan sudah sesuai. Tetapi, masalahnya terletak pada cara menanam. “Yang menanam pohon tidak mengerti bagaimana hidup pohon,” ujar sang direktur, Dodi Arianto.

Dia menjelaskan, sebuah pohon mampu bertahun hidup selama beratus tahun. Sehingga akar pohon merambat ke mana-mana. “Kalau menanam pohon, tanam sedalam mungkin,” ungkapnya.
Selama ini, penanaman pohon yang ada di kota Medan tidak sesuai aturan. Pada umumnya, bibit yang ditanam hanya ditanam sekitar 15 hingga 30 cm, sedangkan bawah tanah merupakan aspal yang jelas tidak bisa ditembus oleh akar.

Selain itu, penanaman pohon jangan dilakukan di sebelah selokan. Hal ini membuat akar tidak berjalan. “Kalau di samping selokan, sama saja membuat pohon berdiri 1 kaki. Bayangkan kalau kita berdiri dengan 1 satu kaki? Tumbangkan?” lanjutnya.

Menurut analisis Dodi, pohon di Kota Medan juga ‘disakiti’ oleh manusia. “Bayangkan, pohon dikawat dan dipaku. Itu yang membuat pohon jadi rapuh dan tumbang,” ungkapnya.

Apalagi, saat pohon dikawati secara melingkar, yang secara langsung akan membuat bagian tengah pohon akan terpotong. “Kalau dilihat dari luar memang tidak terlihat. Tapi kalau diperiksa secara mendetail, dalam pohon sudah terpotong, dan ini yang membuat dia menjadi tumbang,” tambah pria yang senang memperhatikan pohon ini sejak bekerja di budidaya Gaharu.

Karena itu, untuk membuat penghijauan, tidak membutuhkan pohon yang tinggi, cukup rindang saja. “Tanam pohon sedalam mungkin, saat tingginya mencapai 3 hingga 4, mulai potong cabangnya. Yang penting pohon rimbun, bukan tinggi,” lanjutnya.

Dirinya menyatakan, untuk menghitung umur pohon juga cukup mudah. Lingkaran pohon dibagi 2, dan hasilnya menjadi umur si pohon. “Jadi, bila lingkaran pohon sebesar 100 cm, maka umur pohon adalah 50 tahun,” tambahnya.

Di sisi lain, pengamat lingkungan hidup dari Universitas Sumatera Utara, Jaya Arjuna sangat prihatin terhadap kinerja Dinas Pertamanan Kota Medan selama ini dalam hal marawat dan mengawasi perkembangan tanaman pohon peneduh. “Saya memperkirakan sebagian besar pohon peneduh hingga saat ini masih minim perawatan dan pengawasan,” katanya.

Dijelaskannya, pohon peneduh jenis Angsana yang banyak ditanam di Kota Medan saat ini perlu diganti dengan pohon jenis lain yang akarnya lebih kokoh. “Pohon Angsana relatif mudah tumbang bila diterpa angin kencang. Walaupun pohon tersebut sebagai pohon peneduh, tetapi selama tiga bulan terakhir ini banyak menimpa rumah warga, pengguna jalan raya, dan memutus kabel jaringan listrik PLN,” ucapnya.

Menurut Arjuna, pohon Angsana bukan termasuk jenis pohon yang relatif kuat dan kokoh menahan terpaan angin kencang di tengah kondisi cuaca ekstrem. Di mana, di beberapa kota besar lain di Indonesia, pohon Angsana sudah tidak lagi difungsikan menjadi pohon peneduh karena rawan tumbang, terutama pada saat terjadi angin kencang dan hujan deras.

Dikatakannya, jenis pohon peneduh yang cocok ditanam di Kota Medan saat ini, antara lain pohon mahoni, mangga, asam Jawa, dan pohon bunga tanjung. Empat jenis pohon itu cocok dijadikan tanaman peneduh, karena memiliki akar yang kuat, kayu maupun dahannya sulit keropos, dan daunnya tidak mudah gugur.

Pada masa penjajahan Belanda, pohon mahoni, mangga, asam Jawa dan bunga tanjung banyak ditanam di sepanjang pinggir jalan di Medan hingga di kiri dan kanan jalan lintas Sumatera. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa hingga kini masih banyak pohon peneduh yang ditanam pada masa kolonial Belanda tumbuh sumbur di Medan. (ram/adl)

Penyebab Tumbang Tidak Sekadar Cuaca Ekstrem

MEDAN-Peristiwa pohon tumbang yang berulang hingga memunculkan banyak korban terus menjadi topik yang menarik. Setiap ada angin dan hujan, warga cenderung gelisah Muncul kecurigaan, tumbangnya pohon akibat salah tanam.

“Gak ada angin gak ada hujan aja tumbang,” Rini (19), warga Binjai yang sehari-hari beraktivitas di seputaran Jalan dr Mansyur.

Sebelum ada peristiwa di Jalan Diponegoro, beberapa waktu lalu, Rini dan kawan-kawan hanya resah ketika hujan dan angin kencang tiba. Kini, setiap kali mereka melewati jalan yang banyak pohon, mereka jadi khawatir. “Kita kan naik kereta (sepeda motor), jadi trauma kita dengan korban di Jalan Diponegoro itu,” tambah Rini.

Apa yang dirasakan Rini persis dikhawatirkan warga lainnya. Intinya, saat Sumut Pos bertanya tentang keadaan pohon di Medan, kebanyakan dari mereka mengaku takut. Bagi mereka, pohon tumbang sudah seperti teror. Dia bisa tumbang kapan saja dan tanpa sebab apa-apa. “Hujan gak hujan sama saja, pohon-pohon itu udah kek berebut mau tumbang. Jadi, pohon itu kek cari mangsa gitu,” aku Wendy (24), warga Medan Johor.

Keresahan warga tampaknya belum juga direspon dengan baik. Setidaknya pihak Dinas Pertamanan Kota Medan belum menemukan solusi nyata.

Terlepas dari itu, beberapa pihak banyak yang mengatakan terjadinya pohon tumbang karena salah pilih jenis pohon. Perusahaan yang bergerak di dunia perpohonan, PT Gaharu Indonesia, malah menyatakan pemilihan pohon yang ada di Medan sudah sesuai. Tetapi, masalahnya terletak pada cara menanam. “Yang menanam pohon tidak mengerti bagaimana hidup pohon,” ujar sang direktur, Dodi Arianto.

Dia menjelaskan, sebuah pohon mampu bertahun hidup selama beratus tahun. Sehingga akar pohon merambat ke mana-mana. “Kalau menanam pohon, tanam sedalam mungkin,” ungkapnya.
Selama ini, penanaman pohon yang ada di kota Medan tidak sesuai aturan. Pada umumnya, bibit yang ditanam hanya ditanam sekitar 15 hingga 30 cm, sedangkan bawah tanah merupakan aspal yang jelas tidak bisa ditembus oleh akar.

Selain itu, penanaman pohon jangan dilakukan di sebelah selokan. Hal ini membuat akar tidak berjalan. “Kalau di samping selokan, sama saja membuat pohon berdiri 1 kaki. Bayangkan kalau kita berdiri dengan 1 satu kaki? Tumbangkan?” lanjutnya.

Menurut analisis Dodi, pohon di Kota Medan juga ‘disakiti’ oleh manusia. “Bayangkan, pohon dikawat dan dipaku. Itu yang membuat pohon jadi rapuh dan tumbang,” ungkapnya.

Apalagi, saat pohon dikawati secara melingkar, yang secara langsung akan membuat bagian tengah pohon akan terpotong. “Kalau dilihat dari luar memang tidak terlihat. Tapi kalau diperiksa secara mendetail, dalam pohon sudah terpotong, dan ini yang membuat dia menjadi tumbang,” tambah pria yang senang memperhatikan pohon ini sejak bekerja di budidaya Gaharu.

Karena itu, untuk membuat penghijauan, tidak membutuhkan pohon yang tinggi, cukup rindang saja. “Tanam pohon sedalam mungkin, saat tingginya mencapai 3 hingga 4, mulai potong cabangnya. Yang penting pohon rimbun, bukan tinggi,” lanjutnya.

Dirinya menyatakan, untuk menghitung umur pohon juga cukup mudah. Lingkaran pohon dibagi 2, dan hasilnya menjadi umur si pohon. “Jadi, bila lingkaran pohon sebesar 100 cm, maka umur pohon adalah 50 tahun,” tambahnya.

Di sisi lain, pengamat lingkungan hidup dari Universitas Sumatera Utara, Jaya Arjuna sangat prihatin terhadap kinerja Dinas Pertamanan Kota Medan selama ini dalam hal marawat dan mengawasi perkembangan tanaman pohon peneduh. “Saya memperkirakan sebagian besar pohon peneduh hingga saat ini masih minim perawatan dan pengawasan,” katanya.

Dijelaskannya, pohon peneduh jenis Angsana yang banyak ditanam di Kota Medan saat ini perlu diganti dengan pohon jenis lain yang akarnya lebih kokoh. “Pohon Angsana relatif mudah tumbang bila diterpa angin kencang. Walaupun pohon tersebut sebagai pohon peneduh, tetapi selama tiga bulan terakhir ini banyak menimpa rumah warga, pengguna jalan raya, dan memutus kabel jaringan listrik PLN,” ucapnya.

Menurut Arjuna, pohon Angsana bukan termasuk jenis pohon yang relatif kuat dan kokoh menahan terpaan angin kencang di tengah kondisi cuaca ekstrem. Di mana, di beberapa kota besar lain di Indonesia, pohon Angsana sudah tidak lagi difungsikan menjadi pohon peneduh karena rawan tumbang, terutama pada saat terjadi angin kencang dan hujan deras.

Dikatakannya, jenis pohon peneduh yang cocok ditanam di Kota Medan saat ini, antara lain pohon mahoni, mangga, asam Jawa, dan pohon bunga tanjung. Empat jenis pohon itu cocok dijadikan tanaman peneduh, karena memiliki akar yang kuat, kayu maupun dahannya sulit keropos, dan daunnya tidak mudah gugur.

Pada masa penjajahan Belanda, pohon mahoni, mangga, asam Jawa dan bunga tanjung banyak ditanam di sepanjang pinggir jalan di Medan hingga di kiri dan kanan jalan lintas Sumatera. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa hingga kini masih banyak pohon peneduh yang ditanam pada masa kolonial Belanda tumbuh sumbur di Medan. (ram/adl)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/