25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gatot Ngotot Minta 60 Persen Saham Inalum

Pemprovsu tak Diundang dalam Pembahasan Pengambilalihan

MEDAN- Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mengaku tidak tahu-menahu soal perkembangan masa depan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Bahkan, mereka mengaku tidak diundang dalam kaitan pengambilalihan dari konsorsium Jepang setelah berakhirnya kontrak Oktober 2013 mendatang. Namun, Pemprovsu tetap ngotot dapat 60 persen saham Inalum.

Seperti diketahui, rencana pengambilalihan PT Inalum saat ini tengah hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat pusat. Usaha pengambilan alih perusahaan tersebut dengan mengikutsertakan pihak swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dimana lembaga-lembaga tersebut sudah menyatakan kesediaan berminat mengelola Inalum. “Semestinya Sumut diundang membicarakannya,” ujar Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho di Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman, Medan, Jumat (3/8).

Dijelaskannya, Kementerian Perekonomian jauh hari sebelumnya telah menjadwalkan akan menggelar rapat yang melibatkan Pemprovsu dalam membahas Inalum pada Juli 2012. Pada pertemuan itu rencananya Pemprov Sumut dan 10 Pemkab/Pemko di sekitar PT Inalum akan menyampaikan sikap. “Kemarin ada berkembang pemikiran di tingkat pembicaraan Pemprov Sumut dan 10 Pemda bahwa penempatan saham diwacanakan 10 persen Saya nggak tahu persis apa sudah final dibicarakan, mungkin boleh diminta penjelasan dari Bappeda Sumut,” katanya.

Kendati seperti itu, lanjut Gatot, Pemprovsu tak patah arang dan tetap menyatakan keinginannya agar Pemprovsu bersama 10 kabupaten/kota memiliki 60 persen saham di PT Inalum. “Saya sih inginnya seperti itu, kita memiliki 60 persen saham di Inalum,” tegas Gatot.

Lalu darimana uang untuk mendukung penempatan saham 60 persen itu? Menurut Gatot, bisa saja dipinjam dari lembaga keuangan. Pasalnya, pemerintah daerah tidak mungkin mengalokasikan uang yang besar karena keterbatasan kemampuan keuangan.

Menurutnya, sangat beralasan menempatkan saham 60 persen. Hal ini karena Inalum sangat prospektif. “Saya memang bukanlah pengusaha, tapi dari sisi bisnis, saya melihat Inalum sangat prospektif, yang akan memberi kontribusi besar bagi perekonomian Sumut dan nasional,” ujarnya.
Sementara itu secara terpisah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut selaku yang memimpin wadah kesatuan Pempropsu dan 10 Pemda soal Inalum, mengaku masih terus melakukan rapat-rapat yang akan mencari poin-poin kesimpulan untuk disampaikan pada pembahasan nanti di Kemenko Ekonomi.

“Kita belum sampai ke situ (saham pemerintah daerah). Karena focus utama adalah pengambilalihan. Namun, rapat-rapat dengan Pemko/Pemkab terus kita lakukan,” ungkap Kepala Bappeda Sumut, Riadil Akhir Lubis.

Siap Beli Inalum, Berapapun!

Di sisi lain, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, mengaku siap mengambil alih kepemilikan Inalum.  Menurut dia, anggaran pengambilalihan saham Inalum tersebut sudah disiapkan pemerintah. Dengan demikian, hal itu bukanlah menjadi masalah yang besar. “Gampang, disuruh beli berapapun mau, tunggu keputusan,” ujar Dahlan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin. Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan kepemilikan 100 persen saham Inalum harus balik ke pemerintah. Baru setelah itu, jika ingin ditender kembali tidak jadi masalah.

Agus menyebutkan Kementerian Keuangan akan mematahkaan keinginan Jepang jika ingin memperpanjang kontrak tersebut. Saat ini, tim perwakilan pemerintah sedang bernegosiasi dengan pemerintah Jepang. “Kemenkeu minta adanya pengakhiran tugas dari kepemilikan Jepang sesuai dengan master agreement,” tambahnya.

Hal tersebut didasari kenyataan bahwa dari kontrak kerja sama selama 30 tahun dengan Jepang, Indonesia sebetulnya mengalami kerugian 22 tahun. Pertimbangan itu pula yang kemudian menjadi dasar keinginan pemerintah mengambil alih perusahaan tersebut tahun depan. “Makanya, kalau kita tarik kembali, itu akan berdampak bisa lebih baik,” kata Agus.

Pemerintah meyakini, jika pengolahan Inalum dikelola sendiri, hasil pertambangan akan memiliki nilai tambah yang lebih besar dari saat ini. “Nilai satu ton bauksit kalau dijadikan aluminium itu nilai tambahnya lebih besar,” tuturnya.

Pemerintah berencana untuk menganggarkan dana sebesar Rp7 triliun untuk mencaplok perusahaan tersebut. Jika disepakati Dewan Perwakilan Rakyat, anggaran tersebut nantinya akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. (ari/bbs)

Pemprovsu tak Diundang dalam Pembahasan Pengambilalihan

MEDAN- Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mengaku tidak tahu-menahu soal perkembangan masa depan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Bahkan, mereka mengaku tidak diundang dalam kaitan pengambilalihan dari konsorsium Jepang setelah berakhirnya kontrak Oktober 2013 mendatang. Namun, Pemprovsu tetap ngotot dapat 60 persen saham Inalum.

Seperti diketahui, rencana pengambilalihan PT Inalum saat ini tengah hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat pusat. Usaha pengambilan alih perusahaan tersebut dengan mengikutsertakan pihak swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dimana lembaga-lembaga tersebut sudah menyatakan kesediaan berminat mengelola Inalum. “Semestinya Sumut diundang membicarakannya,” ujar Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho di Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman, Medan, Jumat (3/8).

Dijelaskannya, Kementerian Perekonomian jauh hari sebelumnya telah menjadwalkan akan menggelar rapat yang melibatkan Pemprovsu dalam membahas Inalum pada Juli 2012. Pada pertemuan itu rencananya Pemprov Sumut dan 10 Pemkab/Pemko di sekitar PT Inalum akan menyampaikan sikap. “Kemarin ada berkembang pemikiran di tingkat pembicaraan Pemprov Sumut dan 10 Pemda bahwa penempatan saham diwacanakan 10 persen Saya nggak tahu persis apa sudah final dibicarakan, mungkin boleh diminta penjelasan dari Bappeda Sumut,” katanya.

Kendati seperti itu, lanjut Gatot, Pemprovsu tak patah arang dan tetap menyatakan keinginannya agar Pemprovsu bersama 10 kabupaten/kota memiliki 60 persen saham di PT Inalum. “Saya sih inginnya seperti itu, kita memiliki 60 persen saham di Inalum,” tegas Gatot.

Lalu darimana uang untuk mendukung penempatan saham 60 persen itu? Menurut Gatot, bisa saja dipinjam dari lembaga keuangan. Pasalnya, pemerintah daerah tidak mungkin mengalokasikan uang yang besar karena keterbatasan kemampuan keuangan.

Menurutnya, sangat beralasan menempatkan saham 60 persen. Hal ini karena Inalum sangat prospektif. “Saya memang bukanlah pengusaha, tapi dari sisi bisnis, saya melihat Inalum sangat prospektif, yang akan memberi kontribusi besar bagi perekonomian Sumut dan nasional,” ujarnya.
Sementara itu secara terpisah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut selaku yang memimpin wadah kesatuan Pempropsu dan 10 Pemda soal Inalum, mengaku masih terus melakukan rapat-rapat yang akan mencari poin-poin kesimpulan untuk disampaikan pada pembahasan nanti di Kemenko Ekonomi.

“Kita belum sampai ke situ (saham pemerintah daerah). Karena focus utama adalah pengambilalihan. Namun, rapat-rapat dengan Pemko/Pemkab terus kita lakukan,” ungkap Kepala Bappeda Sumut, Riadil Akhir Lubis.

Siap Beli Inalum, Berapapun!

Di sisi lain, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, mengaku siap mengambil alih kepemilikan Inalum.  Menurut dia, anggaran pengambilalihan saham Inalum tersebut sudah disiapkan pemerintah. Dengan demikian, hal itu bukanlah menjadi masalah yang besar. “Gampang, disuruh beli berapapun mau, tunggu keputusan,” ujar Dahlan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin. Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan kepemilikan 100 persen saham Inalum harus balik ke pemerintah. Baru setelah itu, jika ingin ditender kembali tidak jadi masalah.

Agus menyebutkan Kementerian Keuangan akan mematahkaan keinginan Jepang jika ingin memperpanjang kontrak tersebut. Saat ini, tim perwakilan pemerintah sedang bernegosiasi dengan pemerintah Jepang. “Kemenkeu minta adanya pengakhiran tugas dari kepemilikan Jepang sesuai dengan master agreement,” tambahnya.

Hal tersebut didasari kenyataan bahwa dari kontrak kerja sama selama 30 tahun dengan Jepang, Indonesia sebetulnya mengalami kerugian 22 tahun. Pertimbangan itu pula yang kemudian menjadi dasar keinginan pemerintah mengambil alih perusahaan tersebut tahun depan. “Makanya, kalau kita tarik kembali, itu akan berdampak bisa lebih baik,” kata Agus.

Pemerintah meyakini, jika pengolahan Inalum dikelola sendiri, hasil pertambangan akan memiliki nilai tambah yang lebih besar dari saat ini. “Nilai satu ton bauksit kalau dijadikan aluminium itu nilai tambahnya lebih besar,” tuturnya.

Pemerintah berencana untuk menganggarkan dana sebesar Rp7 triliun untuk mencaplok perusahaan tersebut. Jika disepakati Dewan Perwakilan Rakyat, anggaran tersebut nantinya akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. (ari/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/