22.8 C
Medan
Friday, June 21, 2024

Terungkap, Bandrol Masuk SMAN Capai Rp10 Juta

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persoalan yang timbul pada setiap penerimaan peserta didik baru (PPDB) hingga kini masih terus berlangsung. Bahkan, ketika pengumumam siswa yang diterima telah selesai dilakukan, namun isu ‘jual beli kursi siswa’ di sekolah negeri tetap menyeruak ke permukaan.

Salah satunya diduga terjadi di SMAN 4 Medan. Dikabarkan, untuk menjadi siswa sekolah negeri yang beralamat di Jalan Gelas/Ayahanda Medan ini, dibandrol Rp3 juta hingga Rp10 juta.

Menurut Ketua Komunitas Lembaga Riset Publik (Larispa), Muhammad Rizal Hasibuan, sudah menjadi rahasia umum kalau ingin masuk sekolah negeri, terutama yang memiliki sarana dan prasarana baik juga dekat dari pusat kota, harus bersedia membayar lebih. Tak tanggung-tanggung, biaya yang dikeluarkan mencapai puluhan juta rupiah.

“Yang curhat pada saya saja sudah lebih dari 5 orang. Ada yang bilang anaknya masuk ke sekolah negeri harus bayar Rp3 juta sampai Rp10 juta. Tapi karena sama-sama untung, tentu tidak ada yang mau melapor, apalagi ke polisi,” ujar Rizal, Rabu (3/8).

Diutarakannya, biaya yang dikeluarkan itu baru untuk masuk sekolah saja. Belum lagi biaya lainnya. Jadi, kalau dari keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah tentunya tidak akan sanggup.

“Biaya yang harus dikeluarkan ini juga diduga tidak hanya terjadi di SMAN 4 Medan saja. Tetapi, disinyalir di sekolah negeri lainnya. Dengan berlarut-larutnya persoalan ini, saya melihat harus ada penegakan hukum yang kuat. Untuk itu, stakholder terkait agar melaporkan persoalan tersebut ke penegak hukum. Tujuannya, agar terjadi efek jera dan ke depan tidak terulang kembali,” ungkap praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan ini.

Oleh karenanya, kata Rizal, sudah sepantasnya penegak hukum untuk turun dan berperan. Aparat masuk menyelidiki adanya dugaan kutipan liar tersebut.

Menurut Rizal, persoalan ini merupakan kecolongan pihak Dinas Pendidikan Kota Medan. Padahal, mereka memiliki instrumen untuk melakukan pengawasan melalui pengawas-pengawas sekolah. Karena memang, pengawas sekolah tugasnya memantau bagaimana pelaksanaan pembelajaran, termasuk juga penerimaan siswa baru.

“Saya melihat persoalan yang berulang setiap tahunnya dan semakin parah pada tahun ini, pihak yang terlibat sama-sama diuntungkan. Akan tetapi, praktik yang dilakukan melanggar aturan yang ada. Dimana, tindakan yang terjadi antara sekolah dan orangtua siswa dinamakan kolusi,” jelas Rizal.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persoalan yang timbul pada setiap penerimaan peserta didik baru (PPDB) hingga kini masih terus berlangsung. Bahkan, ketika pengumumam siswa yang diterima telah selesai dilakukan, namun isu ‘jual beli kursi siswa’ di sekolah negeri tetap menyeruak ke permukaan.

Salah satunya diduga terjadi di SMAN 4 Medan. Dikabarkan, untuk menjadi siswa sekolah negeri yang beralamat di Jalan Gelas/Ayahanda Medan ini, dibandrol Rp3 juta hingga Rp10 juta.

Menurut Ketua Komunitas Lembaga Riset Publik (Larispa), Muhammad Rizal Hasibuan, sudah menjadi rahasia umum kalau ingin masuk sekolah negeri, terutama yang memiliki sarana dan prasarana baik juga dekat dari pusat kota, harus bersedia membayar lebih. Tak tanggung-tanggung, biaya yang dikeluarkan mencapai puluhan juta rupiah.

“Yang curhat pada saya saja sudah lebih dari 5 orang. Ada yang bilang anaknya masuk ke sekolah negeri harus bayar Rp3 juta sampai Rp10 juta. Tapi karena sama-sama untung, tentu tidak ada yang mau melapor, apalagi ke polisi,” ujar Rizal, Rabu (3/8).

Diutarakannya, biaya yang dikeluarkan itu baru untuk masuk sekolah saja. Belum lagi biaya lainnya. Jadi, kalau dari keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah tentunya tidak akan sanggup.

“Biaya yang harus dikeluarkan ini juga diduga tidak hanya terjadi di SMAN 4 Medan saja. Tetapi, disinyalir di sekolah negeri lainnya. Dengan berlarut-larutnya persoalan ini, saya melihat harus ada penegakan hukum yang kuat. Untuk itu, stakholder terkait agar melaporkan persoalan tersebut ke penegak hukum. Tujuannya, agar terjadi efek jera dan ke depan tidak terulang kembali,” ungkap praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan ini.

Oleh karenanya, kata Rizal, sudah sepantasnya penegak hukum untuk turun dan berperan. Aparat masuk menyelidiki adanya dugaan kutipan liar tersebut.

Menurut Rizal, persoalan ini merupakan kecolongan pihak Dinas Pendidikan Kota Medan. Padahal, mereka memiliki instrumen untuk melakukan pengawasan melalui pengawas-pengawas sekolah. Karena memang, pengawas sekolah tugasnya memantau bagaimana pelaksanaan pembelajaran, termasuk juga penerimaan siswa baru.

“Saya melihat persoalan yang berulang setiap tahunnya dan semakin parah pada tahun ini, pihak yang terlibat sama-sama diuntungkan. Akan tetapi, praktik yang dilakukan melanggar aturan yang ada. Dimana, tindakan yang terjadi antara sekolah dan orangtua siswa dinamakan kolusi,” jelas Rizal.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/