Mengenang Dua Warga Medan Korban Kecelakaan Cassa 212-200
Nico Matulessy meninggalkan kenangan tak terlupakan bagi anak, keluarga hingga tetangga. Nico menjadi sumber inspirasi bagi anaknya dan sosok ayah bagi rekan kerjanya. Sedangkan Aboy, ialah pebisnis teratak yang sedang mengembangkan bisnis ke Aceh.
Nuansa kesedihan menyelimuti rumah duka atas Kepergian Nico Matulessy (72), mekanik Cassa 212-200, PK-TLF yang jatuh di kawasan pegunungan Bahorok, Kabupaten Langkat, Kamis (29/9) lalu. Peristiwa ini menyisakan luka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Almarhum juga meninggalkan kenangan manis di mata anak-anaknya. Seperti dirasakan Victor Matulessy anak pertama Nico. Keluarga kehilangan seorang pemimpin yang disiplin, berjiwa sosial dan memahami keadaan setiap anak-anaknya.
“Bapak itu orangnya disiplin, kemudian bapak seorang pemimpin keluarga yang menyayangi anak dan istrinya. Bapak itu seorang bekerja keras, sosok yang menginspirasi saya untuk menghargai waktu dan bekerja,” ujar Viktor kepada Sumut Pos di rumah duka, Senin (3/10).
Viktor lantas membeber contoh kecil kedisplinan Nico dalam sehari-harinya. “Bapak itu dari Dari kantor pulang langsung ke rumah, tidur sebelum pukul 22.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. sebagai orangtua, kami bangga terhadap bapak,” ungkapnya dengan nada sedih.
Dalam mendidik anak-anaknya, almarhum tidak pernah main kasar, main tangan untuk memukul. “Dari kecil sampai besar, saya dan adik tidak pernah dipukul bapak,” katanya.
Viktor kontak terakhir dengan Nico saat ia mengantar ayahnya tersebut hendak bertugas di Bandara Polonia Medan, Kamis (29/9) sekitar pukul 07.00 WIB. “Saya ngantar bapak ke bandara sebelum pesawat yang bapak tumpangi jatuh,” sebutnya.
Bukan keluarga saja merasa kehilangan Nico. Hal yang sama dirasakan seprofesi juga merasa kehilangan, atas kepergian mekanik senior tersebut.
Diantaranya, Ade (40), rekan kerja Nico di PT Nusantara Buana Air (NBA). Saat ditemui di rumah duka di Jalan Sei Padang Medan. “Almarhum orangnya lucu, jarang marah. Dia memang disiplin dan pekerja keras,” ujar Ade.
Ade juga menjelaskan, Nico seharusnya sudah tidak ikut terbang, terhitung beberapa bulan terakhir. Namun karena kebijakan perusahaan dan kurangnya sumber daya manusia, Nico yang menjabat sebagai inspektor itu harus tetap turut dalam penerbangan.
Terakhir kali berbincang dengan Nico, Rabu (28/9), Ade melihat atasannya itu pucat. Melihat kondisi Nico saat itu, dirinya menawarkan jasa untuk mengantarkan Nico ke kediamannya. “Dia itu sudah seperti ayah bagi saya. Saya lihat hari Rabu itu, beliau pucat. Saya mau antar, tapi dia menolak. Dia bilang dia mau ibadah,” ungkapnya mengenang.
Kesedihan juga dirasakan para tetangga. Ita Bessi, tetangga sebelah rumah almarhum menjadi saksi keramahan Nico. “Lihatlah, dia itu orangnya sederhana,” kata Ita saat dijumpai di rumah duka.
Nico bekerja di dunia penerbangan sejak lajang. Sebelum bergabung di PT NBA, Nico pernah bekerja di maskapai Garuda Indonesia dan Smac. Almarhum meninggalkan seorang istri, Stevani (70) dan dua orang putra, Victor Matullesi dan Stevan Matullesi.
Jenazah korban dimakamkam, di pemakaman umum kristen di Jalan Gajah Mada Medan. Sebelum dimakamkan, sekitar pukul 13.00 WIB, keluarga akan menggelar kebaktian di rumah duka untuk penghormatan terakhir. Setelah itu, jenazah dibawa ke Gereja Protestan Indonesia di Bagian Barat (GPIB) Immanuel Medan.
Menurut Stevani, kondisi jenazah masih utuh, hanya mengalami memar dan luka gores di bagian kepala sebelah kanan. “Kami sekeluarga ikhlas,” tandas Stevani sembil mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
Stevani yang tidak kuasa atas kematian suaminya sempat jatuh pingsang di samping jasad suaminya yang sudah berada di peti jenazah berwarna coklat. Dari pantauan Sumut Pos terlihat hilir mudik pelayat berdatangan kerumah duka dari keluarga, rekan kerja, kerabat dekat dan tetangga untuk melayat.
Warga Medan lain yang menjadi korban jatuhnya pesawat Cassa 212-200 adalah Tirnau Karsu. Bagi sanak keluarga dan umat Hindu di sekitaran Jalan Mawar Kecamatan Medan Polonia, Tirnau Karsu merupakan sosok seorang pekerja keras dengan rasa sosial yang tinggi.
Namun sayang, pebisnis tenda teratak yang terbilang sudah menasional ini harus tewas saat akan memperluas bisnisnya ke Tanah Rencong, NAD. Tirnau tewas saat menaiki pesawat Casa 212-200 yang jatuh di Bahorok menuju Serambi Mekah.
Tak sedikit yang menumpahkan air mata ketika sesosok yang sangat dibutuhkan di keluarganya ini terbaring dalam peti jenazah, sebelum diberangkatkan untuk dilakukan kremasi (Pembakaran jenazah, Red) dari rumah duka, Senin (3/10). Tak sedikit pula papan ucapan belasungkawa yang terpacak sepanjang jalan menuju rumah duka yang berjarak ratusan meter.
Tirnau yang akrab dipanggil Aboy, meninggalkan seorang istri dan dua anak laki-laki serta dua anak perempuan.
Sejak kejadian tersebut jenazah Aboy baru sampai ke rumah duka pada Minggu (2/10) malam sekira pukul 22.30 WIB. Saat itu, jenazah disambut dengan isak tangis juga haru yang menggema di dalam rumah bercat hijau itu.
Senin (3/10) pagi, sebelum dibawa ke tempat kremasi di Deli Tua, keluarga melakukan ritual pelepasan jenazah.
Terlihat jenazah Aboy ditidurkan dalam sebuah peti yang diletakkan di halaman depan rumah duka dan siap dibawa.
Saat itu banyak ritual yang dilakukan termasuk mengelilingi jenazah sebanyak 21 kali oleh sanak keluarga. Juga ucapan belasungkawa yang langsung dilakukan masing-masing sanak keluarga, kerabat terdekat, tokoh masyarakat dan para pembesar seperti anggota DPRD. Disambung dengan pembacaan doa. “Mengelilingi jenazah itu merupakan adat dan ritual Hindu. Dan itu dilakukan sanak keluarga termasuk anak-anaknya,” ungkap adik Aboy, Bala Krisna, di rumah duka.
Aboy memang dikenal dermawan, bahkan ia membangun sebuah kuil tepat di belakang rumahnya. Kuil ini dibuat untuk para umat Hindu melakukan ibadahnya. “Karena itu pula, jenazah abang diberikan keistimewaan untuk mengelilingi kuil sebanyak tiga kali dengan menggunakan mobil jenazah,” jelas Krisna.
Sekira pukul 11.45 WIB, jenazah berangkat menuju tempat kremasi di Deli Tua. Sebelumnya Krisna sempat menjelaskan, setelah dikremasi, maka abu dan tulang-tulang Aboy akan disimpan. “Pada hari ketiga baru dibawa ke laut untuk ditebarkan. Ini dimaksudkan agar semuanya kembali ke asalnya,” tuturnya lagi.
Sanak keluarga lebih hanyut dalam kesedihan karena ternyata bulan ini merupakan bulan puasa bagi umat Hindu. “Bulan ini bulan Perdhasi, bulan puasa dan sebentar lagi akan hari raya, tepatnya pada 26 Oktober ini. Kini, kami tak lagi bisa merayakan hari kemenangan itu bersamanya (Aboy, Red),” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kepling IV Selamat yang turut hadir dalam prosesi menjelaskan, Aboy adalah sesosok pebisnis yang baik, punya rasa social tinggi dan tak memilih-milih dalam berteman. “Dia tak hanya berteman sesama orang Hindu, kita-kita juga sangat dekat dengannya,” katanya.
Selamat juga menjelaskan, Aboy memang merupakan seorang yang sangat diandalkan dalam keluarganya. Karena merupakan orang yang sangat suka bekerja keras. “Usaha tenda terataknya ini sangat sukses di Kota Medan bahkan Sumut. Saat Tsunami di Nias, dan Presiden SBY datang ke sana, maka tendanya lah yang digunakan di sana. Usahanya dikenal dengan Arjun Rental,” ungkapnya.
Dan memang sudah naas, sambungnya, menurut Selamat, kepergian Aboy menuju Aceh adalah urusan untuk memperlebar usahanya. “Kalau sudah begini, ya semua juga berduka atas kepergiannya,” ujar Selamat.
Diantara pelayat di rumah duka, tampak Wali Kota Medan, Rahudman Harahap dan jajarannya. Datang sekitar pukul 11.00 WIB, Rahduman sempat menghibur keluarga korban Nico Matullesi. “Saya datang mengucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya,” ujarnya di hadapan keluarga Nico.
Menyinggung lambatnya proses evakuasi, Rahduman menganggap hal itu tidak benar. “Sudah pas itu, melihat medan yang terjal dan berbukit,” ujarnya.
Perhatian juga diberikan Bupati Langkat, H Ngogesa Sitepu. “Saya sampaikan turut belasungkawa semoga korban diterima disisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan untuk menjadikan sabar sebagai obat penolong,” kata Ngogesa.
Bupati menyampaikan hal itu kepada koleganya Bupati Aceh Tenggara, Hasanuddin, yang dengan setia terus memantau perkembangan serta upaya pertolongan dan evakuasi sejak diperoleh berita jatuhnya pesawat tersebut Kamis lalu.
Ngogesa juga mengemukakan permohonan maaf, bila selama keluarga korban berada di Kabupaten Langkat belum terlayani secara maksimal. “Musibah ini jadi pelajaran berharga bagi kita untuk tidak lengah mempersiapkan bekal menuju kehidupan abadi karena sewaktu-waktu dapat kita alami,” pungkas Ngogesa. (mag-7/saz/mag-4)