MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik masih merawat lima pasien suspect difteri. Dari kelima pasien tersebut, dua di antaranya mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) USU yakni LW dan Un
Tiga pasien lain adalah masyarakat umum. Ketiganya masih balita, berinisial DE (3), RR (5) dan RH (3).
“Kondisi kesehatan kelima pasien tersebut terus membaik. Bahkan, dua pasien yang merupakan mahasiswi LW dan U, rencananya akan dipulangkan hari ini (kemarin, red). Tinggal menunggu proses administrasinya saja,” ungkap Kasubbag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, Kamis (3/10).
Tiga pasien suspect difteri yang masih balita dan dirawat berasal dari Medan dan Nias. Pasien asal Medan yaitu DE (3) dan RR (5), sedangkan RH (3) rujukan dari Nias. “Secara keseluruhan hingga September tahun ini, ada 12 pasien suspect difteri yang kita tangani. Satu di antaranya adalah Nurul Arifah Ahmad Ali (20) yang telah meninggal dunia. Lima 5 masih dirawat dan 6 telah dipulangkan,” bebernya.
Adapun enam pasien yang diduga terserang bakteri Corynebacterium ini adalah SN (5), IP (4), RP (5), VN (5), NS (31) asal Medan dan NM (10) dari Sibolangit, Deliserdang. “Keenam pasien yang dipulangkan ini kondisinya sudah membaik, sehingga dokter merekomendasikan untuk kepulangannya. Dua pasien dipulangkan pada Senin (30/9) dan empat pasien lainnya pada Rabu (2/10),” sambung Rosa.
Disinggung mengenai hasil pemeriksaan swab para pasien yang diduga menderita difteri itu melalui laboratorium di Litbangkes, Rosa menyatakan belum diketahui secara definitif. Meski begitu, penanganan secara klinis tetap dilakukan untuk pengobatan difteri terhadap mereka. “Tanda-tanda difterinya memang ada. Umumnya seperti demam dan sakit saat menelan. Makanya, penanganan dilakukan seperti penderita difteri karena prosedurnya seperti itu,” tandas Rosa.
Sebelumnya, dr Restuti Hidayani Saragih SpPD selaku Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) suspect difteri di RSUP Haji Adam Malik mengungkapkan, gejala penyakit ini berupa demam, sakit tenggorokan, terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan.
“Gejala yang paling utama adalah demam. Lalu, disusul keluhan nyeri menelan. Bahkan, ada keluhan pada leher yang terjadi pembengkakan di mana ditemui tanda khas di rongga mulut langit-langit sampai pangkal kerongkongan. Tanda itu bisa dilihat ada membran putih keabuan yang susah dilepas dan bila ditarik mudah berdarah,” ungkapnya.
Menular Lewat Percikan Ludah
Ia menyebutkan, penularan infeksi bakteri difteri ini melalui beberapa cara yakni droplet atau percikan ludah. Bila seseorang bersin dan tidak memakai masker atau batuk juga tidak menutup dengan tisu, maka akan mengenai orang di depannya. Kalau seandainya yang bersin tadi penderita difteri, maka orang di depannya tadi kemungkinan terkena.
“Makanya, diperlukan masker bila kita berkontak dengan pasien difteri atau suspect difteri. Menggunakan masker bedah atau masker biasa untuk melindungi dari percikan ludah,” sebutnya.
Dia menuturkan, penularan juga bisa terjadi pada orang yang berinteraksi atau kontak erat dengan pasien suspect difteri. Dalam hal ini, masa penularan 10 hari ke belakang sejak sebelum penderita atau suspect menderita nyeri menelan.
“Contohnya yang satu atap satu rumah, misalnya dalam keluarga. Bisa juga tinggal di asrama, satu kelas di kampus atau sekolah, teman sepermainan serta dokter yang merawat penderita atau tenaga medisnya. Kontak erat ini bila terjadi gelaja-gejalanya, maka harus segera dilakukan pencegahan dengan obat antibiotik selama 7 hari dan diberi vaksinasi. Selain itu, di-swab (diambil sampel) tenggorokannya dan diperiksakan untuk melihat lebih jauh,” jelas dr Restuti.
Tak hanya itu saja, sambung dia, penularan juga dapat terjadi pada kulit yang terbuka atau luka. Namun, untuk kasus ini jarang ditemui karena lebih banyak penularannya melalui saluran pernapasan. “Meski begitu, untuk mengetahui apakah seseorang itu memang benar-benar terinfeksi bakteri difteri perlu penegakan diagnosis di bidang medis dengan tahapan klinis yakni dilihat, diwawancara, dan tanya keluhannya serta pemeriksaan fisik,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, siapapun di usia berapapun dapat terkena difteri. Namun difteri cenderung dan sangat mudah menyebar pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak diimunisasi. Seseorang lebih mungkin terjangkit infeksi ini jika tidak mendapatkan atau tidak melengkapi imunisasi difteri sewaktu kecil dulu.
Oleh sebab itu, tambah dia, begitu didapat tanda-tanda yang sangat tinggi kecurigaan difteri maka disarankan berobat ke rumah sakit. Sebab, difteri dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko.
“Baik anak-anak maupun orang dewasa harus sama-sama memastikan apakah mereka sudah menerima vaksin difteri atau belum. Jika belum, maka harus diimunisasi lagi untuk mencegah terkena penyakit ini. Dalam kasus yang parah, wabah difteri dapat mengakibatkan kematian akibat gagal pernapasan karena sumbatan tebal di saluran napas,” imbuhnya. (ris)