26.7 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Syamsul Cs Pernah Diadukan Tahun 2012 dan 2014

Foto: Indra/PM Syamsul dan istrinya, Radika, saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini  dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).
Foto: Indra/PM
Syamsul dan istrinya, Radika, saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).

SUMUTPOS.CO – Kasus penyekapan dan penyiksaan terhadap PRT yang menyeret nama Syamsul Anwar, ternyata bukan kali pertama. Tahun 2012 lalu, 6 perempuan asal pulau Jawa dan Lampung juga jadi korban. Keenamnya lolos setelah diselamatkan warga.

Berikutnya, Juni 2014 lalu, dua perempuan muda asal Cirebon juga mengaku dan disekap di rumah tersebut. Hanya saja, kedua kasus tersebut hilang bak ditelan bumi.

Hal ini diungkap Koordinator Aliansi Warga Sumut untuk HAM (AWAS HAM), Rina Melati Sitompul SH MH. Kata Rina, untuk kasus tahun 2012, upaya menangkap Syamsul telah dilakukan bersama tim Polresta Medan.

Hanya saja, Tim Pusaka yang pada saat itu terlibat bersama dengan Tim Polres Medan harus berbalik arah karena Ketua Tim mendapat telepon dari seorang petinggi. “Padahal waktu itu kita telah berada di depan rumah Syamsul,” ungkapnya.

Skenario selanjutnya bisa ditebak, Syamsul tidak terjangkau bahkan tidak pernah diperiksa. Berikutnya, Pusaka harus berusaha keras mencari sponsor untuk memulangkan para korban ke daerah asal mereka.

Hal serupa juga terjadi pada kasus bulan Juni 2014 lalu. Kasus ini pun tidak diteruskan dan yang bersangkutan tetap bebas, dan belakangan terkuak kembali mengulangi perbuatannya.

Investigasi yang dilakukan Pusaka Indonesia pada saat pendampingan 6 korban Syamsul di tahun 2012 lalu, diindikasikan bahwa CV. MAJU JAYA milik Syamsul adalah illegal dan tidak lagi terdaftar di Dinas Tenaga Kerja. Akan tetapi pria tersebut dengan bebas melakukan penyaluran PRT ke pihak-pihak yang menginginkan jasa PRT.

Modus yang dilakukan juga sangat licik, dengan mengambil calon korban ke agen penyalur PRT yang ada di Jakarta, dengan kontrak kerja selama 1 tahun.

Bukti-bukti yang ditunjukkan oleh agen PRT di Jakarta menunjukkan bahwa Syamsul dan isterinya selalu menggunakan fotocopy KTP dengan alamat yang berbeda-beda dengan alamat mereka sesungguhnya di Jalan Beo No. 7.

Selanjutnya Syamsul menyalurkan kembali dengan biaya yang berlipat-lipat, dan korban tidak bisa mendapatkan gaji langsung dari majikan karena majikan harus memberi gaji melalui Syamsul.

Atas temuan informasi dan data itu, AWAS HAM (Aliansi Warga Sumatera Utara) meminta secara tegas pihak Polresta sebagai Penegak Hukum untuk menindaklanjuti kasus-kasus perdagangan orang atas pelaku Syamsul, yang diduga masih adanya indikasi korban lain yang telah hilang dan meninggal dunia yang telah diungkapkan korban pada tahun 2012 yang lalu.

Pihaknya juga meminta Kepolisian Resort Kota Medan harus mengembangkan delik pelanggaran Tindak Pidana Perdagangan Orang yang telah dilakukan oleh Syamsul, demi menindak lanjuti pengembangan ganti rugi dalam Berita acara Perkara (Restitusi).

“Kita juga mendesak penuntasan pelanggaran HAM untuk pelaku-pelaku tindak pidana perdagangan orang, mengingat Medan sebagai daerah darurat tujuan bagi pelaku-pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam mengirimkan korbannya,” ketusnya.

Untuk saat ini, Rina mengaku pihaknya masih meragukan keseriusan dan komitmen Polresta Medan dalam mengungkap kasus trafiking yang diduga dilakukan Syamsul, seperti yang secara kontineu diberitakan POSMETRO MEDAN dalam beberapa hari ini.

“Hal ini (keraguan-red) didasarkan pada fakta banyaknya kasus-kasus trafiking yang telah dilaporkan ke Polresta Medan dalam 2 tahun terakhir yang “lenyap” dan pelakunya tidak berhasil di seret Polres Medan ke Pengadilan untuk mendapatkan ganjaran hukum yang setimpal,” kata Rina.

Dalam catatan Awas HAM yang diwakili oleh Pusaka Indonesia dan P2TP2A sendiri, setidaknya ada 4 kali kejadian pidana dengan jumlah 42 korban trafiking asal Pulau Jawa, Lampung dan Nusa Tenggara Timur yang telah diselamatkan dan dikembalikan ke kampung halaman mereka masing-masing.

“Tahun 2011 lalu, Polres Medan juga telah menerima pengaduan masyarakat tentang 7 korban asal NTT yang mengalami penyiksaan dan hendak di trafiking ke Malaysia oleh PT. Maudala Agung, dengan AS sebagai tersangka yang sempat ditahan selama beberapa hari. Dalam proses monitoring kasus dengan UPPA Polres Medan pada waktu itu, terungkap bahwa kasus ini telah terpenuhi unsur pidana namun kasus mengendap dan tersangka AS dibebaskan,” katanya. (jon/ras)

Foto: Indra/PM Syamsul dan istrinya, Radika, saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini  dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).
Foto: Indra/PM
Syamsul dan istrinya, Radika, saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).

SUMUTPOS.CO – Kasus penyekapan dan penyiksaan terhadap PRT yang menyeret nama Syamsul Anwar, ternyata bukan kali pertama. Tahun 2012 lalu, 6 perempuan asal pulau Jawa dan Lampung juga jadi korban. Keenamnya lolos setelah diselamatkan warga.

Berikutnya, Juni 2014 lalu, dua perempuan muda asal Cirebon juga mengaku dan disekap di rumah tersebut. Hanya saja, kedua kasus tersebut hilang bak ditelan bumi.

Hal ini diungkap Koordinator Aliansi Warga Sumut untuk HAM (AWAS HAM), Rina Melati Sitompul SH MH. Kata Rina, untuk kasus tahun 2012, upaya menangkap Syamsul telah dilakukan bersama tim Polresta Medan.

Hanya saja, Tim Pusaka yang pada saat itu terlibat bersama dengan Tim Polres Medan harus berbalik arah karena Ketua Tim mendapat telepon dari seorang petinggi. “Padahal waktu itu kita telah berada di depan rumah Syamsul,” ungkapnya.

Skenario selanjutnya bisa ditebak, Syamsul tidak terjangkau bahkan tidak pernah diperiksa. Berikutnya, Pusaka harus berusaha keras mencari sponsor untuk memulangkan para korban ke daerah asal mereka.

Hal serupa juga terjadi pada kasus bulan Juni 2014 lalu. Kasus ini pun tidak diteruskan dan yang bersangkutan tetap bebas, dan belakangan terkuak kembali mengulangi perbuatannya.

Investigasi yang dilakukan Pusaka Indonesia pada saat pendampingan 6 korban Syamsul di tahun 2012 lalu, diindikasikan bahwa CV. MAJU JAYA milik Syamsul adalah illegal dan tidak lagi terdaftar di Dinas Tenaga Kerja. Akan tetapi pria tersebut dengan bebas melakukan penyaluran PRT ke pihak-pihak yang menginginkan jasa PRT.

Modus yang dilakukan juga sangat licik, dengan mengambil calon korban ke agen penyalur PRT yang ada di Jakarta, dengan kontrak kerja selama 1 tahun.

Bukti-bukti yang ditunjukkan oleh agen PRT di Jakarta menunjukkan bahwa Syamsul dan isterinya selalu menggunakan fotocopy KTP dengan alamat yang berbeda-beda dengan alamat mereka sesungguhnya di Jalan Beo No. 7.

Selanjutnya Syamsul menyalurkan kembali dengan biaya yang berlipat-lipat, dan korban tidak bisa mendapatkan gaji langsung dari majikan karena majikan harus memberi gaji melalui Syamsul.

Atas temuan informasi dan data itu, AWAS HAM (Aliansi Warga Sumatera Utara) meminta secara tegas pihak Polresta sebagai Penegak Hukum untuk menindaklanjuti kasus-kasus perdagangan orang atas pelaku Syamsul, yang diduga masih adanya indikasi korban lain yang telah hilang dan meninggal dunia yang telah diungkapkan korban pada tahun 2012 yang lalu.

Pihaknya juga meminta Kepolisian Resort Kota Medan harus mengembangkan delik pelanggaran Tindak Pidana Perdagangan Orang yang telah dilakukan oleh Syamsul, demi menindak lanjuti pengembangan ganti rugi dalam Berita acara Perkara (Restitusi).

“Kita juga mendesak penuntasan pelanggaran HAM untuk pelaku-pelaku tindak pidana perdagangan orang, mengingat Medan sebagai daerah darurat tujuan bagi pelaku-pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam mengirimkan korbannya,” ketusnya.

Untuk saat ini, Rina mengaku pihaknya masih meragukan keseriusan dan komitmen Polresta Medan dalam mengungkap kasus trafiking yang diduga dilakukan Syamsul, seperti yang secara kontineu diberitakan POSMETRO MEDAN dalam beberapa hari ini.

“Hal ini (keraguan-red) didasarkan pada fakta banyaknya kasus-kasus trafiking yang telah dilaporkan ke Polresta Medan dalam 2 tahun terakhir yang “lenyap” dan pelakunya tidak berhasil di seret Polres Medan ke Pengadilan untuk mendapatkan ganjaran hukum yang setimpal,” kata Rina.

Dalam catatan Awas HAM yang diwakili oleh Pusaka Indonesia dan P2TP2A sendiri, setidaknya ada 4 kali kejadian pidana dengan jumlah 42 korban trafiking asal Pulau Jawa, Lampung dan Nusa Tenggara Timur yang telah diselamatkan dan dikembalikan ke kampung halaman mereka masing-masing.

“Tahun 2011 lalu, Polres Medan juga telah menerima pengaduan masyarakat tentang 7 korban asal NTT yang mengalami penyiksaan dan hendak di trafiking ke Malaysia oleh PT. Maudala Agung, dengan AS sebagai tersangka yang sempat ditahan selama beberapa hari. Dalam proses monitoring kasus dengan UPPA Polres Medan pada waktu itu, terungkap bahwa kasus ini telah terpenuhi unsur pidana namun kasus mengendap dan tersangka AS dibebaskan,” katanya. (jon/ras)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/