28 C
Medan
Monday, January 20, 2025

10 Bangunan Lagi Belum Digusur PT KAI

Foto : fachril/sumutpos
Kondisi lahan milik PT KAI yang berada di Jalan Stasiun, Kecamatan Belawan yang telah kosong dari bangunan liar.

“Tanah ini dulu sudah kita beli dengan pejabat PT KAI lama, ada perjanjian sewa menyewa dengan biaya Rp1,6 juta per tahun. Tapi, kenapa sekarang kami digusur, kalau memang lahan ini mau dibangun oleh pengembang, kenapa tidak masyarakat yang yang telah menetap di lahan itu untuk menyewanya, kalau memang biaya sewa kurang pasati dipenuhi untuk penambahan biaya sewa,” ujar Khalid.

Khalid mengakui adanya pemberitahuan pembongkaran paksa untuk 10 bangunan yang masih bertahan. Kendati begitu dia memilih untuk bertahan.

“Kita siap melawan, kalau memang PT KAI tak ada manusiawi membongkar paksa, kita siap untuk tidak akan mengosongkan lahan itu, lahan itu tempat mencari nafkah, jangan biarkan kami sengsara,” tegas Khalid.

Menurut Khalid, seharusnya pihak PT KAI mengajak masyarakat bermufakat membahas lahan agar tidak merugikan masyarakat. Jangan pihak PT KAI mengambil keuntungan dengan mendatangkan pengembang untuk mendirikan bangunan sebanyak 300 kios.

“Kita sudah dengar ada pengembang yang untuk memanfaatkan lahan itu, makanya kami tidak terima dan tetap bertahan. Kami masyarakat pun bisa membangun sendiri dan menyesuaikan biaya sewa untuk dibayar ke PT KAI, bukan malah menggusur secara tidak manusiawi,” oceh Khalid.

Terpisah, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Divre I PT KAI Sumut, Sapto Hartoyo menyinggung masyarakat yang masih bertahan mengatakan tidak berkomentar banyak. Begitu juga saat disinggung tentang tujuan penggusuran lahan PT KAI di Belawan.

“Saya belum tahu lahan yang sudah dikosongkan itu mau diprogramkan untuk apa, jadi saya belum bisa jawab, tapi saya akan coba konfirmasi dengan pihak manajemen, karena pengosongan lahan itu terjadi sebelum saya tugas di Medan,” aku Sapto. (fac/azw)

 

 

Foto : fachril/sumutpos
Kondisi lahan milik PT KAI yang berada di Jalan Stasiun, Kecamatan Belawan yang telah kosong dari bangunan liar.

“Tanah ini dulu sudah kita beli dengan pejabat PT KAI lama, ada perjanjian sewa menyewa dengan biaya Rp1,6 juta per tahun. Tapi, kenapa sekarang kami digusur, kalau memang lahan ini mau dibangun oleh pengembang, kenapa tidak masyarakat yang yang telah menetap di lahan itu untuk menyewanya, kalau memang biaya sewa kurang pasati dipenuhi untuk penambahan biaya sewa,” ujar Khalid.

Khalid mengakui adanya pemberitahuan pembongkaran paksa untuk 10 bangunan yang masih bertahan. Kendati begitu dia memilih untuk bertahan.

“Kita siap melawan, kalau memang PT KAI tak ada manusiawi membongkar paksa, kita siap untuk tidak akan mengosongkan lahan itu, lahan itu tempat mencari nafkah, jangan biarkan kami sengsara,” tegas Khalid.

Menurut Khalid, seharusnya pihak PT KAI mengajak masyarakat bermufakat membahas lahan agar tidak merugikan masyarakat. Jangan pihak PT KAI mengambil keuntungan dengan mendatangkan pengembang untuk mendirikan bangunan sebanyak 300 kios.

“Kita sudah dengar ada pengembang yang untuk memanfaatkan lahan itu, makanya kami tidak terima dan tetap bertahan. Kami masyarakat pun bisa membangun sendiri dan menyesuaikan biaya sewa untuk dibayar ke PT KAI, bukan malah menggusur secara tidak manusiawi,” oceh Khalid.

Terpisah, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Divre I PT KAI Sumut, Sapto Hartoyo menyinggung masyarakat yang masih bertahan mengatakan tidak berkomentar banyak. Begitu juga saat disinggung tentang tujuan penggusuran lahan PT KAI di Belawan.

“Saya belum tahu lahan yang sudah dikosongkan itu mau diprogramkan untuk apa, jadi saya belum bisa jawab, tapi saya akan coba konfirmasi dengan pihak manajemen, karena pengosongan lahan itu terjadi sebelum saya tugas di Medan,” aku Sapto. (fac/azw)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/