26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Kontrak dan Kewenangan Jangan Jadi Penghalang

Wacana Memerdekakan Lapangan Merdeka Kembali Disuarakan

PERTEMUAN: Suasana pertemuan KMS Peduli Medan-Sumut  yang kembali membahas topik Tantangan Memerdekakan Lapangan Merdeka Medan, sekaligus mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi.  prans Hasibuan/sumutpos
PERTEMUAN: Suasana pertemuan KMS Peduli Medan-Sumut yang kembali membahas topik Tantangan Memerdekakan Lapangan Merdeka Medan, sekaligus mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi.
Prans Hasibuan/sumutpos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Peduli Medan-Sumut, terus konsern mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi untuk memerdekakan Lapangan Merdeka Medan. Mereka meminta agar Gubsu bisa secepatnya memerdekan Lapangan Merdeka tanpa terhalang kontrak maupun wewenang.

Alasan kontrak PT Orange Indonesia Mandiri (OIM) yang masih terjalin dengan Pemko Medan hingga 2023 dan kewenangan kepala daerah, jangan sampai menjadi penghalang Gubsu memerdekakan Lapangan Merdeka Medan. Hal ini disuarakan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Peduli Medan-Sumut. “Kekeliruannya adalah Lapangan Merdeka itu kan kawasan Cagar Budaya Kesawan? Indikatif Objek Cagar Budaya.

Lagi pula, apakah benar ada izin pembangunan Merdeka Walk? Apalagi UPT Dinas Kebersihan dan Pertamanan, UPT Pusat Informasi Pariwisata Pemko Medan, Kapolres Medan Kota, pedagang toko buku bekas, kantor Dishub. Termasuk, izin UPT PLN Lapangan Merdeka yang berdiri di sana,” ucap Koordinator KMS Peduli Medan-Sumut, Miduk Hutabarat kepada Sumut Pos, Senin (3/2).

Kalaupun ada, kata dia, izin itu pun sebenarnya telah melanggar Peraturan Menteri PU Nomor 12/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Nonhijau di wilayah perkotaan. “Yang mengatur tidak boleh ada bangunan berdinding masif di RTNH. Bahkan sesungguhnya mengontrakkan sisi barat Lapangan Merdeka kepada PT OIM telah melanggar UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 dan aturan pemanfataannya PP Nomor 18 Tahun 2008 dan Perda No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW dimana fungsi LM bukan untuk komersial,” tegas Miduk Hutabarat.

Terkait kewenangan dan urusan, pihaknya berharap publik tak perlu terpancing jika ada mengatakan bahwa Lapangan Merdeka aset pemko, lalu menegaskan penataannya bukanlah kewenangan Gubernur. “Tidak di sana inti permasalahannya. Yang jelas gubernur telah menyampaikan visi dan misinya untuk mewujudkan Sumut bermartabat, gubernur akan membangun desa menata kota di Sumut,” katanya.

Anggota KMS lainnya, Irwansyah Hasibuan mengatakan, dalam konteks penataan kota, tentu saja lepas dari kewenangan dan urusan yang diatur UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, gubernur bisa berkoordinasi dengan wali kota.

“Toh begitu dilantik, beliau (Gubsu) telah menertibkan papan-papan iklan di tengah kota. Pun Wali Kota juga telah memindahkan gedung Sekretariat Pramuka dari Lapangan Benteng, menertibkan para pedagang kain yang berada di Jalan Sukaramai-Pancing supaya masuk ke areal pasar yang telah dibangun. Kemudian menertibkan tempat jajan di depan RS Elisabet. Bisa kan?” kata dia.

Atas apa yang disampaikan gubernur saat rapat pleno di DPRSU, Februari 2019, kata dia, akan mengembalikan fungsi dari Lapangan Merdeka. Namun oleh Sekda Medan Wiriya Alrahman meminta saat itu agar menghormati kontrak Merdeka Walk, yang dikabarkan akan berakhir tahun 2030.

“Masalah kewenangan dan urusan ini tidak perlulah dijadikan alasan oleh pejabat dan disampaikan kepada publik. Itukan sama saja memperlihatkan lemahnya koordinasi di internal pemerintah. Selama tindakan gubernur untuk mewujudkan Sumut Bermartabat, semisal mengatasi banjir dengan memanggil Wali Kota Medan, Bupati Deliserdang dan Karo untuk mengatasi banjir di Medan, peran koordinasi itu ada di gubernur, bukan?” paparnya.

Demikian juga untuk mengembalikan Lapangan Merdeka menjadi lapangan, sebagai ibukota provinsi dan kota strategis nasional, pemerintah pusat saja menurutnya punya kewenangan untuk membangun elevated rel dari KNIA ke Medan dan meminta PT KAI Regional Barat untuk mengembangkan Stasiun Besar Medan.

“Gubernur punya kewenangan untuk menata wajah Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumut supaya menjadi lebih baik, dalam arti supaya bersih dan rapi. Wajah bangunan-bangunan tuanya dapat dinikmati. Di tengah kota nyaman untuk dijalani, meneruskan program pedestrian tengah kota oleh wali kota sebelumnya.

Di mana, Lapangan Merdeka ada tengahnya, tentu saja publik luas akan mendukungnya. Sejak awal timsesnya gubernur sudah menyampaikan gagasan Menata Kota Membangun Desa ke publik. Apakah gagasan itu hanya ecek-ecek (pura-pura,Red) saja?” pungkas dia. (prn/ila)

Wacana Memerdekakan Lapangan Merdeka Kembali Disuarakan

PERTEMUAN: Suasana pertemuan KMS Peduli Medan-Sumut  yang kembali membahas topik Tantangan Memerdekakan Lapangan Merdeka Medan, sekaligus mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi.  prans Hasibuan/sumutpos
PERTEMUAN: Suasana pertemuan KMS Peduli Medan-Sumut yang kembali membahas topik Tantangan Memerdekakan Lapangan Merdeka Medan, sekaligus mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi.
Prans Hasibuan/sumutpos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Peduli Medan-Sumut, terus konsern mengawal kebijakan Gubsu, Edy Rahmayadi untuk memerdekakan Lapangan Merdeka Medan. Mereka meminta agar Gubsu bisa secepatnya memerdekan Lapangan Merdeka tanpa terhalang kontrak maupun wewenang.

Alasan kontrak PT Orange Indonesia Mandiri (OIM) yang masih terjalin dengan Pemko Medan hingga 2023 dan kewenangan kepala daerah, jangan sampai menjadi penghalang Gubsu memerdekakan Lapangan Merdeka Medan. Hal ini disuarakan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Peduli Medan-Sumut. “Kekeliruannya adalah Lapangan Merdeka itu kan kawasan Cagar Budaya Kesawan? Indikatif Objek Cagar Budaya.

Lagi pula, apakah benar ada izin pembangunan Merdeka Walk? Apalagi UPT Dinas Kebersihan dan Pertamanan, UPT Pusat Informasi Pariwisata Pemko Medan, Kapolres Medan Kota, pedagang toko buku bekas, kantor Dishub. Termasuk, izin UPT PLN Lapangan Merdeka yang berdiri di sana,” ucap Koordinator KMS Peduli Medan-Sumut, Miduk Hutabarat kepada Sumut Pos, Senin (3/2).

Kalaupun ada, kata dia, izin itu pun sebenarnya telah melanggar Peraturan Menteri PU Nomor 12/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Nonhijau di wilayah perkotaan. “Yang mengatur tidak boleh ada bangunan berdinding masif di RTNH. Bahkan sesungguhnya mengontrakkan sisi barat Lapangan Merdeka kepada PT OIM telah melanggar UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 dan aturan pemanfataannya PP Nomor 18 Tahun 2008 dan Perda No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW dimana fungsi LM bukan untuk komersial,” tegas Miduk Hutabarat.

Terkait kewenangan dan urusan, pihaknya berharap publik tak perlu terpancing jika ada mengatakan bahwa Lapangan Merdeka aset pemko, lalu menegaskan penataannya bukanlah kewenangan Gubernur. “Tidak di sana inti permasalahannya. Yang jelas gubernur telah menyampaikan visi dan misinya untuk mewujudkan Sumut bermartabat, gubernur akan membangun desa menata kota di Sumut,” katanya.

Anggota KMS lainnya, Irwansyah Hasibuan mengatakan, dalam konteks penataan kota, tentu saja lepas dari kewenangan dan urusan yang diatur UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, gubernur bisa berkoordinasi dengan wali kota.

“Toh begitu dilantik, beliau (Gubsu) telah menertibkan papan-papan iklan di tengah kota. Pun Wali Kota juga telah memindahkan gedung Sekretariat Pramuka dari Lapangan Benteng, menertibkan para pedagang kain yang berada di Jalan Sukaramai-Pancing supaya masuk ke areal pasar yang telah dibangun. Kemudian menertibkan tempat jajan di depan RS Elisabet. Bisa kan?” kata dia.

Atas apa yang disampaikan gubernur saat rapat pleno di DPRSU, Februari 2019, kata dia, akan mengembalikan fungsi dari Lapangan Merdeka. Namun oleh Sekda Medan Wiriya Alrahman meminta saat itu agar menghormati kontrak Merdeka Walk, yang dikabarkan akan berakhir tahun 2030.

“Masalah kewenangan dan urusan ini tidak perlulah dijadikan alasan oleh pejabat dan disampaikan kepada publik. Itukan sama saja memperlihatkan lemahnya koordinasi di internal pemerintah. Selama tindakan gubernur untuk mewujudkan Sumut Bermartabat, semisal mengatasi banjir dengan memanggil Wali Kota Medan, Bupati Deliserdang dan Karo untuk mengatasi banjir di Medan, peran koordinasi itu ada di gubernur, bukan?” paparnya.

Demikian juga untuk mengembalikan Lapangan Merdeka menjadi lapangan, sebagai ibukota provinsi dan kota strategis nasional, pemerintah pusat saja menurutnya punya kewenangan untuk membangun elevated rel dari KNIA ke Medan dan meminta PT KAI Regional Barat untuk mengembangkan Stasiun Besar Medan.

“Gubernur punya kewenangan untuk menata wajah Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumut supaya menjadi lebih baik, dalam arti supaya bersih dan rapi. Wajah bangunan-bangunan tuanya dapat dinikmati. Di tengah kota nyaman untuk dijalani, meneruskan program pedestrian tengah kota oleh wali kota sebelumnya.

Di mana, Lapangan Merdeka ada tengahnya, tentu saja publik luas akan mendukungnya. Sejak awal timsesnya gubernur sudah menyampaikan gagasan Menata Kota Membangun Desa ke publik. Apakah gagasan itu hanya ecek-ecek (pura-pura,Red) saja?” pungkas dia. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/