MEDAN- Badan Anggaran DPR RI sedang menggarap dan memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan bagi provinsi.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Badan Anggaran DPR RI Dalam Rangka Menghimpun Masukan dan Saran Tentang Potensi Pendapatan Negara Dari Berbagai Sektor Dan Kebijakan Pengalokasian Dana Transfer di Kantor Gubernur kemarin (4/4).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Banggar DPR RI, Djoko Udjianto menyatakan dua tahun ini, Banggar sudah melakukan studi tentang DBH. Salah satunya dengan membuat Undang-Undang. “Pengacuan kita agar dalam Undang-Undang Perkebunan nantinya akan dimasukkan DBH tersebut,” ujar Djoko.
Dijelaskaskannya, walau saat ini sedang pengajuan terhadap DBH tersebut, tetapi Banggar sedang memperjuangkan agar DBH masuk dalam UU APBN 2014. Terutama bagi daerah yang penghasil perkebunan.
“Penghasil perkebunan silahkan ajukan, karena inikan real. Kita tidak mau, kejadian pada PTPN 3. Laba mereka sebesar Rp1,5 T, tetapi alokasi untuk provinsi hanya Rp855 juta. Jadi, jelas bila ini diprotes,” ungkapnya.
Djoko menambahkan, terkait dana bagi hasil ini harus konkret terutama dalam pembagian antara daerah dan pusat. “Nah, kalau dividennya 25 persen hingga 40 persen, maka akan dibulatkan menjadi 100 persen. Dari 100 persen tersebut akan kita usahakan minimal 20 persen untuk provinsi,” tambahnya.
Sementara itu, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprovsu, Sabrina yang hadir pada saat rapat tersebut menyatakan tidak memusingkan berapa bagi hasil yang akan diterima oleh pemerintah. “Yang penting, untuk saat ini, permintaan akan DBH ini gol saja itu sudah buat kita senang,” ujarnya.
Dijelaskannya, permintaan ini bukan hanya sekedar basa basi. Karena Sumut, merupakan provinsi yang tergantung pada perkebunan.
“Jalan kita itu rawan rusak. Jadi, tidak sesuai rasanya dengan biaya yang harus kita keluarkan dengan biaya yang kita terima,” tambahnya.
Anggota Banggar DPR RI asal Sumut, Hasrul Azwar mengatakan selama ini, Pemprovsu kurang komunikasi dan koordinasi. Sehingga, pembangunan di Sumut terdengar kurang bergema. Terbukti, dari pembangunan bandara di Makassar telah lebih dulu selesai padahal dalam perencanaan, Kualanamu terlebih dahulu masuk. (ram)