JAKARTA-Nasib 143 tenaga honorer kategori satu (K1) Pemko Medan yang sebelumnya sudah melengkapi syarat berupa surat keterangan otorisasi dari Rahudman Harahap sewaktu masih aktif sebagai wali kota Medan, berakhir menyedihkan.
Menurut keterangan Kepala Bagian Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tumpak Hutabarat, mereka dinyatakan tidak memenuhin
persyaratan untuk ikut diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Alasannya, surat otorisasi yang dikeluarkan Rahudman dianggap tidak sah oleh tim Audit Tujuan Tertentu (ATT) bentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut BPKP, surat otorisasi harus dikeluarkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini wali kota Medan yang menjabat saat 143 honorer K1 itu diangkat sebagai tenaga honorer. Jadi, bukan wali kota saat ini.
Surat otorisasi itu berupa pelimpahan kewenangan dari wali kota yang saat itu menjabat, kepada Kepala SKPD tempat dimana 143 tenaga honorer K1 itu bertugas. Nasib yang sama juga dialami honorer K1 dari 31 kabupaten/kota lainnya, yang punya persoalan yang sama dengan kasus Medan ini.
“Soalnya mereka hanya melampirkan otorisasi dari bupati/wali kota yang sekarang. Harusnya surat otorisasi dari bupati/wali kota yang dulu,” ujar Tumpak Hutabarat di Jakarta, kemarin (4/9).
Seperti diketahui, hasil ATT tim BPKP yang pertama, menyimpulkan dari 251 honorer K1 Medan, 143 di antaranya harus dilengkapi otorisasi, 82 dialihkan ke honorer K2, sedang 26 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan alias gagal total.
Lantas pihak Pemko Medan dan 31 pemda lainnya protes, sembari tetap melengkapi persyaratan yang diminta, yakni surat otorisasi, yang diteken Rahudman.
Pusat, lewat BPKP, lantas melakukan ATT ulang. Hasilnya ya seperti yang disebutkan tadi, 143 honorer K1 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.
Menariknya, hasil ATT ulang yang menurut Tumpak sudah diserahkan ke pemda, ini pun diprotes lagi. “Hasil ATT sudah ada dan sudah diinformasikan pada tiap-tiap daerah. Justru sekarang ini mereka kembali melakukan sanggahan atas ATT tersebut,” terang Tumpak.
Jadi bagaimana kepastian nasib 143 honorer K1 Medan itu? Dia memastikan bahwa selama tidak ada dokumen otorisasi dari PPK yang saat itu menjabat, maka tidak memenuhi syarat diangkat menjadi CPNS.
Bahkan dia mengatakan, surat otorisasi tidak bisa disusulkan, dibuat belakangan meski diteken PPK yang ketika itu menjabat. Artinya, surat otorisasi harus benar-benar dibuat oleh PPK ketika saat masih
menjabat.
Tumpak berkilah, pengertian surat otorisasi yang seperti itulah yang diminta tim ATT. “Karena tim ATT menilai para honorer diangkat pejabat yang tidak diberi kewenangan oleh bupati/walikota. Jadi kita mempertanyakan apakah dulu ada surat pelimpahan kewenangan pada pejabat tersebut untuk mengangkat honorer,” terangnya.
Dengan demikian, lanjut Tumpak, hasil ATT yang bertama dulu, yang sempat diprotes, yang akan diberlakukan. “Jadi kembali ke hasil ATT yang sudah kita serahkan dulu,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Affan menyebutkan dirinya tidak habis pikir dengan putusan yang diambil oleh BKN dengan menggagalkan seluruh tenaga honorer Kategori K1. “Apa yang diminta BKN sudah kita penuhi, namun mengapa semua di gagalkan dengan alasan seperti itu,” katanya.
Diakuinya dengan kejadian seperti ini, dirinya tidak tahu harus berbuat apa serta lebih memilih untuk mengikuti putusan dari BKN. “ Kalau seperti ini ceritanya, saya menyerah,” kilahnya.
Afan sebenarnya menyayangkan putusan tersebut, dengan kejadian ini tenaga honorer K1 yang selama ini menunggu keputusan tersebut harus kecewa.
Padahal sudah ada bukti yang menyatakan bahwasanya mereka memang benar di gaji oleh APBD sejak tahun 2005.
Hanya saja memang, diakuinya, tidak ada SK dari pejabat atau kepala daerah ketika mereka mulai bekerja tahun 2005 silam. “ Kan sudah disampaikan secara tertulis, kalau SK tenaga honorer K1 ikut hangus terbakar ketika ruang umum dilalap api,” tukasnya,
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri-Satuan Kerja Perangkat Daerah (FKTHSN-SKPD) Sumut, Andi Subakti mengaku kecewa dengan putusan yang dikeluarkan oleh BKN.
Dirinya dan rekan-rekannya yang lain merasa penantiannya kurang lebih 9 tahun menjadi sia-sia. Disebutkannya, alasan BKN mencoret mereka dengan alasan tidak ada SK dari Kepala daerah ketika mulai bekerja tidak masuk akal.
Andi mengaku SK dirinya dan rekan-rekan yang lain ikut terbakar sewaktu ruang bagian umum terbakar sewaktu tahun 2009 silam. Dengan kejadian itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Syaiful Bahri, dan Pelaksana Tugas Wali Kota Dzulmi Eldin telah menyurati BKN. Di dalam surat tersebut dijelaskan SK mereka dinyatakan ikut terbakar.
“Hal itu dilakukan setelah konfirmasi dengan Deputy Informasi Kepegawaian (Inka) BKN, jadi tidak masuk akal digagalkannya kami menjadi PNS dengan alasan itu,” kata Andi.
Andi mempertanyakan keputusan BKN tersebut. Pasalnya, ada rekannya yang saat ini sudah diangkat menjadi PNS padahal masa kerja mereka sama yakni mulai tahun 2005 silam. “Yang lalu bisa, kenapa kami tidak. Apa bedanya,” tanya Andi. (sam/dik)
143 Honorer K1 Medan Dicoret
JAKARTA-Nasib 143 tenaga honorer kategori satu (K1) Pemko Medan yang sebelumnya sudah melengkapi syarat berupa surat keterangan otorisasi dari Rahudman Harahap sewaktu masih aktif sebagai wali kota Medan, berakhir menyedihkan.
Menurut keterangan Kepala Bagian Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tumpak Hutabarat, mereka dinyatakan tidak memenuhin
persyaratan untuk ikut diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Alasannya, surat otorisasi yang dikeluarkan Rahudman dianggap tidak sah oleh tim Audit Tujuan Tertentu (ATT) bentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut BPKP, surat otorisasi harus dikeluarkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini wali kota Medan yang menjabat saat 143 honorer K1 itu diangkat sebagai tenaga honorer. Jadi, bukan wali kota saat ini.
Surat otorisasi itu berupa pelimpahan kewenangan dari wali kota yang saat itu menjabat, kepada Kepala SKPD tempat dimana 143 tenaga honorer K1 itu bertugas. Nasib yang sama juga dialami honorer K1 dari 31 kabupaten/kota lainnya, yang punya persoalan yang sama dengan kasus Medan ini.
“Soalnya mereka hanya melampirkan otorisasi dari bupati/wali kota yang sekarang. Harusnya surat otorisasi dari bupati/wali kota yang dulu,” ujar Tumpak Hutabarat di Jakarta, kemarin (4/9).
Seperti diketahui, hasil ATT tim BPKP yang pertama, menyimpulkan dari 251 honorer K1 Medan, 143 di antaranya harus dilengkapi otorisasi, 82 dialihkan ke honorer K2, sedang 26 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan alias gagal total.
Lantas pihak Pemko Medan dan 31 pemda lainnya protes, sembari tetap melengkapi persyaratan yang diminta, yakni surat otorisasi, yang diteken Rahudman.
Pusat, lewat BPKP, lantas melakukan ATT ulang. Hasilnya ya seperti yang disebutkan tadi, 143 honorer K1 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.
Menariknya, hasil ATT ulang yang menurut Tumpak sudah diserahkan ke pemda, ini pun diprotes lagi. “Hasil ATT sudah ada dan sudah diinformasikan pada tiap-tiap daerah. Justru sekarang ini mereka kembali melakukan sanggahan atas ATT tersebut,” terang Tumpak.
Jadi bagaimana kepastian nasib 143 honorer K1 Medan itu? Dia memastikan bahwa selama tidak ada dokumen otorisasi dari PPK yang saat itu menjabat, maka tidak memenuhi syarat diangkat menjadi CPNS.
Bahkan dia mengatakan, surat otorisasi tidak bisa disusulkan, dibuat belakangan meski diteken PPK yang ketika itu menjabat. Artinya, surat otorisasi harus benar-benar dibuat oleh PPK ketika saat masih
menjabat.
Tumpak berkilah, pengertian surat otorisasi yang seperti itulah yang diminta tim ATT. “Karena tim ATT menilai para honorer diangkat pejabat yang tidak diberi kewenangan oleh bupati/walikota. Jadi kita mempertanyakan apakah dulu ada surat pelimpahan kewenangan pada pejabat tersebut untuk mengangkat honorer,” terangnya.
Dengan demikian, lanjut Tumpak, hasil ATT yang bertama dulu, yang sempat diprotes, yang akan diberlakukan. “Jadi kembali ke hasil ATT yang sudah kita serahkan dulu,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Affan menyebutkan dirinya tidak habis pikir dengan putusan yang diambil oleh BKN dengan menggagalkan seluruh tenaga honorer Kategori K1. “Apa yang diminta BKN sudah kita penuhi, namun mengapa semua di gagalkan dengan alasan seperti itu,” katanya.
Diakuinya dengan kejadian seperti ini, dirinya tidak tahu harus berbuat apa serta lebih memilih untuk mengikuti putusan dari BKN. “ Kalau seperti ini ceritanya, saya menyerah,” kilahnya.
Afan sebenarnya menyayangkan putusan tersebut, dengan kejadian ini tenaga honorer K1 yang selama ini menunggu keputusan tersebut harus kecewa.
Padahal sudah ada bukti yang menyatakan bahwasanya mereka memang benar di gaji oleh APBD sejak tahun 2005.
Hanya saja memang, diakuinya, tidak ada SK dari pejabat atau kepala daerah ketika mereka mulai bekerja tahun 2005 silam. “ Kan sudah disampaikan secara tertulis, kalau SK tenaga honorer K1 ikut hangus terbakar ketika ruang umum dilalap api,” tukasnya,
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri-Satuan Kerja Perangkat Daerah (FKTHSN-SKPD) Sumut, Andi Subakti mengaku kecewa dengan putusan yang dikeluarkan oleh BKN.
Dirinya dan rekan-rekannya yang lain merasa penantiannya kurang lebih 9 tahun menjadi sia-sia. Disebutkannya, alasan BKN mencoret mereka dengan alasan tidak ada SK dari Kepala daerah ketika mulai bekerja tidak masuk akal.
Andi mengaku SK dirinya dan rekan-rekan yang lain ikut terbakar sewaktu ruang bagian umum terbakar sewaktu tahun 2009 silam. Dengan kejadian itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Syaiful Bahri, dan Pelaksana Tugas Wali Kota Dzulmi Eldin telah menyurati BKN. Di dalam surat tersebut dijelaskan SK mereka dinyatakan ikut terbakar.
“Hal itu dilakukan setelah konfirmasi dengan Deputy Informasi Kepegawaian (Inka) BKN, jadi tidak masuk akal digagalkannya kami menjadi PNS dengan alasan itu,” kata Andi.
Andi mempertanyakan keputusan BKN tersebut. Pasalnya, ada rekannya yang saat ini sudah diangkat menjadi PNS padahal masa kerja mereka sama yakni mulai tahun 2005 silam. “Yang lalu bisa, kenapa kami tidak. Apa bedanya,” tanya Andi. (sam/dik)