27 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Waspada! Sumut Diselubungi Asap hingga November

Salah seorang warga Medan, Mahruzar Nasution,SH menilai pemerintah kurang tanggap akan kebakaran hutan. “Ini kan terjadi hampir setiap tahun sekali. Seharusnya pemerintah itu tanggap, karena di wilayah sana kan banyak hutan, dan kejadian ini berulang lagi. Jika pemerintah ini tanggap pasti dapat ditangani,” jelasnya. Lanjut pria yang berprofesi sebagai pengacara ini, kalau pemerintah juga tidak melakukan pengawasan rutin, dan diduga adanya kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan dari lahan ini.

“Ini bukan rahasia lagi, disana kan banyak hutan, kita duga pasti ada orang tertentu yang mengambil keuntungan dalam pembakaran ini, untuk membuka lahan baru, untuk ditanami kembali. Jadi disini pengawasannya yang kurang, tidak ada koordinasi antara pihak terkait,” ungkapnya. Dan asap ini membuat anak-anak sakit, karena pengaruh asap tersebut. “Asap ini buat dua anakku sakit, udah pada batuk-batuk keduanya. Takutnya bisa makin parah kan sakitnya, kalau terus menerus hirup asap ini,” terangnya.

Sementara itu, menurut Dede Prayitno, mengatakan kalau akibat asap ini membuat sumber penyakit Ispa (infeksi saluran pernapasan). “Asap ini buat nafas jadi sesak, batuk, mata merah dan pedih. Apalagi kalau naik kereta, pandangan gak nyaman. Lain kalau naik mobil, pasti kan tertutup,” ujarnya. Tambah, pria yang bekerja di bagian Informasi dan Teknologi (IT) Pertamina UPMS I Medan ini berharap pemerintah mencari solusi agar kebakaran tersebut dapat diatasi. “Kita minta sama pemerintah untuk tanggaplah, mencari solusi untuk memadamkan api tersebut. Jangan nanti masyarakat jadi penyakitan karena asap ini,” harapnya.

Begitu juga halnya dengan Iyul, yang berprofesi sebagai parbetor ini, mengaku kalau omzetnya turun karena kabut asap. Menurutnya penumpang lebih banyak menumpangi angkot. “Karena asap ini, penumpang pun turun, lebih banyak naik angkot karena tertutup. Kalu betor kan terbuka, udah gitu mata pun pedih dibuatnya,” ujarnya. Lanjutnya kalau dirinya pun membuat atau memberikan masker bagi penumpang yang ingin menumpangi betornya. “Aku cari cara lain, aku beli masker beberapa, jadi pas penumpang mau naik aku kasih maskerlah, biar gak kena asap kabut ini,” terangnya. (sam/bam/bay/man/deo)

Salah seorang warga Medan, Mahruzar Nasution,SH menilai pemerintah kurang tanggap akan kebakaran hutan. “Ini kan terjadi hampir setiap tahun sekali. Seharusnya pemerintah itu tanggap, karena di wilayah sana kan banyak hutan, dan kejadian ini berulang lagi. Jika pemerintah ini tanggap pasti dapat ditangani,” jelasnya. Lanjut pria yang berprofesi sebagai pengacara ini, kalau pemerintah juga tidak melakukan pengawasan rutin, dan diduga adanya kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan dari lahan ini.

“Ini bukan rahasia lagi, disana kan banyak hutan, kita duga pasti ada orang tertentu yang mengambil keuntungan dalam pembakaran ini, untuk membuka lahan baru, untuk ditanami kembali. Jadi disini pengawasannya yang kurang, tidak ada koordinasi antara pihak terkait,” ungkapnya. Dan asap ini membuat anak-anak sakit, karena pengaruh asap tersebut. “Asap ini buat dua anakku sakit, udah pada batuk-batuk keduanya. Takutnya bisa makin parah kan sakitnya, kalau terus menerus hirup asap ini,” terangnya.

Sementara itu, menurut Dede Prayitno, mengatakan kalau akibat asap ini membuat sumber penyakit Ispa (infeksi saluran pernapasan). “Asap ini buat nafas jadi sesak, batuk, mata merah dan pedih. Apalagi kalau naik kereta, pandangan gak nyaman. Lain kalau naik mobil, pasti kan tertutup,” ujarnya. Tambah, pria yang bekerja di bagian Informasi dan Teknologi (IT) Pertamina UPMS I Medan ini berharap pemerintah mencari solusi agar kebakaran tersebut dapat diatasi. “Kita minta sama pemerintah untuk tanggaplah, mencari solusi untuk memadamkan api tersebut. Jangan nanti masyarakat jadi penyakitan karena asap ini,” harapnya.

Begitu juga halnya dengan Iyul, yang berprofesi sebagai parbetor ini, mengaku kalau omzetnya turun karena kabut asap. Menurutnya penumpang lebih banyak menumpangi angkot. “Karena asap ini, penumpang pun turun, lebih banyak naik angkot karena tertutup. Kalu betor kan terbuka, udah gitu mata pun pedih dibuatnya,” ujarnya. Lanjutnya kalau dirinya pun membuat atau memberikan masker bagi penumpang yang ingin menumpangi betornya. “Aku cari cara lain, aku beli masker beberapa, jadi pas penumpang mau naik aku kasih maskerlah, biar gak kena asap kabut ini,” terangnya. (sam/bam/bay/man/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/