28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pembangunan LRT dan BRT, Pemko Tak Mau Gadaikan APBD

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Medan masih alot dalam pembahasan antara Pemko Medan dengan pemerintah pusat. Sejauh ini, proyek tersebut masih terkendala masalah pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana pendukung yang nilainya mencapai hampir separuh dari APBD Kota Medan.

Sekretaris Daerah Kota Medan Wiriya Alrahman mengakui memang masalah yang dihadapi dalam proyek itu terletak pada struktur pembiayaan. Untuk itu, diminta pengadaan rolling stock itu kewajiban pemerintah pusat. Sebab, pembiayaannya terlalu tinggi dan bahkan menjadi persoalan yang sedang dibahas oleh pemerintah pusat.”Pembiayaan rolling stock pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut,” kata Wiriya akhir pekan lalu.

Menurut Wiriya, perlu dikaji oleh lembaga-lembaga yang berkompeten di bidangnya terkait pembiayaan rolling stock LRT dan BRT. Karena, Pemko sudah banyak menerima masukan tentang teknologi dalam proyek tersebut yang ternyata bisa mengurangi pembiayaannya.

“Misalnya, teknologi konstruksi yang dikaji dan bisa dikurangi biayanya. Kemudian teknologi rolling stock, ada INKA yang kemungkinan bisa dikaji lagi untuk diefisiensi. Dari situ, nanti kami ajukan ke pusat bahwasanya pembiayaan tersebut bisa ditekan,” ungkapnya.

Diutarakan dia, kemampuan fiskal (APBD) Kota Medan terbatas. Kalau tetap bertahan terhadap pembiayaan awal yang sudah diajukan sebesar Rp2,4 triliun lebih, jelas Pemko tidak mampu .

“Kalau sampai akhir tahun belum ada kesepakatan antara Pemko dengan pemerintah pusat soal pembiayaan itu, tentu harus diperpanjang waktu penyusunan proyek tersebut. Meskipun kita berkeinginan segera terealisasi. Akan tetapi, ini kan persoalan komitmen pemerintah pusat, kalau Pemko sudah komit tetapi dengan keterbatasan fiskal,” sebut Wiriya.

Ia menyinggung kenapa di Palembang bisa dibangun LRT sedangkan di Medan tidak bisa? “Pembangunan LRT dan BRT wajib berbarengan karena harus terkoneksi. Sebab nantinya dilakukan satu tarif. Misalnya, dengan Rp10.000 orang bisa naik LRT dan BRT asalkan tidak keluar dari stasiun ataupun halte bus,” tukasnya.

Lebih lanjut Wiriya mengatakan, Pemko sudah mendesak kepada pemerintah pusat terhadap pembiayaan rolling stock supaya ditampung. “Kalau ini sudah diputuskan selanjutnya masuk ke tahap transaksi. Target kami kalau bisa diharapkan pada Oktober (2019),” tuturnya.

Kata dia, dalam pembiayaan rolling stock oleh pemerintah pusat terbentur regulasi. Pasalnya, ada peraturan yang melarang pemerintah pusat menyediakan atau membiayai rolling stock itu.

“Pembangunan LRT dan BRT sudah mendesak di Medan. Dari hasil studi atau kajian yang dilakukan, pada 2024 kalau tidak ditangani apapun mulai sekarang maka lalu lintas berhenti dan tak bisa jalan. Sebab, jumlah peningkatan jalan dengan kendaraan sangat jauh perbandingannya. Oleh karena itu, inilah harapannya sebagai solusi persoalan kemacetan di Medan,” tandasnya.

Wiriya menambahkan, secara keseluruhan proyek ini hampir menghabiskan anggaran mencapai Rp13 triliun. Untuk itu, pembangunan proyek yang ditargetkan rampung pada 2020 mendatang ini struktur pembiayaannya lewat pemerintah pusat dan KPBU atau melibatkan investor.”Struktur pendanaannya masih dibahas untuk dirumuskan berapa persentasenya. Namun yang jelas, dananya sebagian dari APBN dan KPBU,” imbuhnya.

Diketahui, kajian sementara Pemko Medan, jalur LRT akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan. (ris/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Medan masih alot dalam pembahasan antara Pemko Medan dengan pemerintah pusat. Sejauh ini, proyek tersebut masih terkendala masalah pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana pendukung yang nilainya mencapai hampir separuh dari APBD Kota Medan.

Sekretaris Daerah Kota Medan Wiriya Alrahman mengakui memang masalah yang dihadapi dalam proyek itu terletak pada struktur pembiayaan. Untuk itu, diminta pengadaan rolling stock itu kewajiban pemerintah pusat. Sebab, pembiayaannya terlalu tinggi dan bahkan menjadi persoalan yang sedang dibahas oleh pemerintah pusat.”Pembiayaan rolling stock pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut,” kata Wiriya akhir pekan lalu.

Menurut Wiriya, perlu dikaji oleh lembaga-lembaga yang berkompeten di bidangnya terkait pembiayaan rolling stock LRT dan BRT. Karena, Pemko sudah banyak menerima masukan tentang teknologi dalam proyek tersebut yang ternyata bisa mengurangi pembiayaannya.

“Misalnya, teknologi konstruksi yang dikaji dan bisa dikurangi biayanya. Kemudian teknologi rolling stock, ada INKA yang kemungkinan bisa dikaji lagi untuk diefisiensi. Dari situ, nanti kami ajukan ke pusat bahwasanya pembiayaan tersebut bisa ditekan,” ungkapnya.

Diutarakan dia, kemampuan fiskal (APBD) Kota Medan terbatas. Kalau tetap bertahan terhadap pembiayaan awal yang sudah diajukan sebesar Rp2,4 triliun lebih, jelas Pemko tidak mampu .

“Kalau sampai akhir tahun belum ada kesepakatan antara Pemko dengan pemerintah pusat soal pembiayaan itu, tentu harus diperpanjang waktu penyusunan proyek tersebut. Meskipun kita berkeinginan segera terealisasi. Akan tetapi, ini kan persoalan komitmen pemerintah pusat, kalau Pemko sudah komit tetapi dengan keterbatasan fiskal,” sebut Wiriya.

Ia menyinggung kenapa di Palembang bisa dibangun LRT sedangkan di Medan tidak bisa? “Pembangunan LRT dan BRT wajib berbarengan karena harus terkoneksi. Sebab nantinya dilakukan satu tarif. Misalnya, dengan Rp10.000 orang bisa naik LRT dan BRT asalkan tidak keluar dari stasiun ataupun halte bus,” tukasnya.

Lebih lanjut Wiriya mengatakan, Pemko sudah mendesak kepada pemerintah pusat terhadap pembiayaan rolling stock supaya ditampung. “Kalau ini sudah diputuskan selanjutnya masuk ke tahap transaksi. Target kami kalau bisa diharapkan pada Oktober (2019),” tuturnya.

Kata dia, dalam pembiayaan rolling stock oleh pemerintah pusat terbentur regulasi. Pasalnya, ada peraturan yang melarang pemerintah pusat menyediakan atau membiayai rolling stock itu.

“Pembangunan LRT dan BRT sudah mendesak di Medan. Dari hasil studi atau kajian yang dilakukan, pada 2024 kalau tidak ditangani apapun mulai sekarang maka lalu lintas berhenti dan tak bisa jalan. Sebab, jumlah peningkatan jalan dengan kendaraan sangat jauh perbandingannya. Oleh karena itu, inilah harapannya sebagai solusi persoalan kemacetan di Medan,” tandasnya.

Wiriya menambahkan, secara keseluruhan proyek ini hampir menghabiskan anggaran mencapai Rp13 triliun. Untuk itu, pembangunan proyek yang ditargetkan rampung pada 2020 mendatang ini struktur pembiayaannya lewat pemerintah pusat dan KPBU atau melibatkan investor.”Struktur pendanaannya masih dibahas untuk dirumuskan berapa persentasenya. Namun yang jelas, dananya sebagian dari APBN dan KPBU,” imbuhnya.

Diketahui, kajian sementara Pemko Medan, jalur LRT akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/