25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sugianto Makmur Minta Pedagang Pakaian Bekas Tenang dan Berjualan seperti Biasa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Para pedagang pakaian bekas impor (balpress) diminta tenang dan berjualan seperti biasanya. Pasalnya, berdasarkan rapat dengar pendapat gabungan komisi DPRD Sumut dengan Poldasu, Kanwil BC Sumut, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sumut, BI, OJK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Asosiasi Pedagang Baju Bekas pada Selasa (4/4/2023), disepakati bahwa semua pihak akan menepati kesepakatan dua menteri untuk tidak ada lagi penangkapan terhadap pedagang pakaian bekas, baik pengecer maupun pedagang balpressnya.

Selain itu, DPRD Sumut juga mengimbau, supaya tidak ada lagi teror terhadap pedagang-pedagang ataupun gudang serta rumah-rumah warga yang menyimpan balpress. Disepakati juga, supaya BC dalam penegakan hukumnya, mengetatkan proses masuknya pakaian bekas bukan menindak pakaian bekas yang sudah masuk ke Indonesia.

“Bagaimana cara kita membedakan pakaian itu adalah dari importasi ilegal atau pakaian bekas yang dijual dari kota-kota, umpamanya Jakarta. Lalu pakaian-pakaian dari Jakarta, untuk menghemat biaya, dikemas seperti balpress impor?” tanya Sugianto Makmur, anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Dikatakan Sugianto, jika kita mau menyelamatkan UMKM tekstil, ini sungguh tidak benar. Menurutnya, masalah utama industri tekstil adalah regulasi pemerintah yang memberatkan industri tekstil itu sendiri. “Banyak jenis benang yang dikenakan beamasuk antidumping. Akhirnya, industri tekstil kehilangan daya saing “karena dipaksa” membeli benang yang mahal,” ujarnya.

“Sebuah industri besar yang efisien saja, berat untuk melawan serangan impor pakaian jadi yang meningkat signifikan, kok kita mengatakan membela UMKM bidang tekstil? Kenapa pakaian impor bisa murah? Karena mereka punya sumber benang yg murah dan efisiensi dalam proses produksi,” lanjutnya.

Selain itu, kata Sugianto, harus juga diakui, kegagalan pemerintah sehingga masih banyak masyarakat prasejahtera, sehingga pakaian bekas impor adalah solusi bagi mereka. Dengan uang Rp50 ribu, mereka bisa beli 2 atau 3 potong baju. “Segmen market antara pakaian baru dan pakaian bekas itu sangat tipis irisannya,” sebutnya.

Perlu diketahui, importasi pakaian jadi, pada tahun 2019 meningkat dari USD 4 miliar, menjadi USD 9 miliar atau setara dengan Rp135 triliun. Sekarang mungkin sudah jauh lebih besar lagi.

Sugianto juga menegaskan, bernegara itu adalah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat. Ketika rakyat dalam era kebangkitan sesudah Covid-19, masih memerlukan pakaian bekas, pemerintah harus memfasilitasi. Pemerintah jangan pula malah melindungi kepentingan industri negara lain. “Kita juga mengusulkan supaya pakaian bekas ini bisa dilegalkan. Karena masih dibutuhkan dan efek ekonomi domino yang besar,” tegasnya.

“Kita bicara membela UMKM, sedangkan di Medan saja, ada 2.500 UMKM yang langsung terlibat dalam bisnis pakaian bekas ini. Kenapa kita mau mematikan yang sudah ada dan mau menumbuhkan yang tidak ada?” herdiknya.

Untuk memberikan ketenangan dan kepastian kepada para pedagang, Sugianto bahkan meminta penegak hukum menangkap dirinya sebelum menangkap pedagang pakaian bekas. “Bapak-bapak, saya dengan rendah hati meminta, kalau pun masih ada penangkapan (terhadap pedagang), tolong tangkap dulu saya. Saya Sugianto Makmur dari Fraksi PDI Perjuangan,” tegasnya.

Dia pun mengungkapkan, ketika pemimpin negeri bijak dan penuh welas asih, maka rakyat akan merasa terlindungi dan disayang. “Pemerintah harus mendengar dan mengerti rakyatnya. Rakyat jangan sampai merasa sendirian dan dimusuhi,” pungkasnya. (adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Para pedagang pakaian bekas impor (balpress) diminta tenang dan berjualan seperti biasanya. Pasalnya, berdasarkan rapat dengar pendapat gabungan komisi DPRD Sumut dengan Poldasu, Kanwil BC Sumut, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sumut, BI, OJK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Asosiasi Pedagang Baju Bekas pada Selasa (4/4/2023), disepakati bahwa semua pihak akan menepati kesepakatan dua menteri untuk tidak ada lagi penangkapan terhadap pedagang pakaian bekas, baik pengecer maupun pedagang balpressnya.

Selain itu, DPRD Sumut juga mengimbau, supaya tidak ada lagi teror terhadap pedagang-pedagang ataupun gudang serta rumah-rumah warga yang menyimpan balpress. Disepakati juga, supaya BC dalam penegakan hukumnya, mengetatkan proses masuknya pakaian bekas bukan menindak pakaian bekas yang sudah masuk ke Indonesia.

“Bagaimana cara kita membedakan pakaian itu adalah dari importasi ilegal atau pakaian bekas yang dijual dari kota-kota, umpamanya Jakarta. Lalu pakaian-pakaian dari Jakarta, untuk menghemat biaya, dikemas seperti balpress impor?” tanya Sugianto Makmur, anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Dikatakan Sugianto, jika kita mau menyelamatkan UMKM tekstil, ini sungguh tidak benar. Menurutnya, masalah utama industri tekstil adalah regulasi pemerintah yang memberatkan industri tekstil itu sendiri. “Banyak jenis benang yang dikenakan beamasuk antidumping. Akhirnya, industri tekstil kehilangan daya saing “karena dipaksa” membeli benang yang mahal,” ujarnya.

“Sebuah industri besar yang efisien saja, berat untuk melawan serangan impor pakaian jadi yang meningkat signifikan, kok kita mengatakan membela UMKM bidang tekstil? Kenapa pakaian impor bisa murah? Karena mereka punya sumber benang yg murah dan efisiensi dalam proses produksi,” lanjutnya.

Selain itu, kata Sugianto, harus juga diakui, kegagalan pemerintah sehingga masih banyak masyarakat prasejahtera, sehingga pakaian bekas impor adalah solusi bagi mereka. Dengan uang Rp50 ribu, mereka bisa beli 2 atau 3 potong baju. “Segmen market antara pakaian baru dan pakaian bekas itu sangat tipis irisannya,” sebutnya.

Perlu diketahui, importasi pakaian jadi, pada tahun 2019 meningkat dari USD 4 miliar, menjadi USD 9 miliar atau setara dengan Rp135 triliun. Sekarang mungkin sudah jauh lebih besar lagi.

Sugianto juga menegaskan, bernegara itu adalah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat. Ketika rakyat dalam era kebangkitan sesudah Covid-19, masih memerlukan pakaian bekas, pemerintah harus memfasilitasi. Pemerintah jangan pula malah melindungi kepentingan industri negara lain. “Kita juga mengusulkan supaya pakaian bekas ini bisa dilegalkan. Karena masih dibutuhkan dan efek ekonomi domino yang besar,” tegasnya.

“Kita bicara membela UMKM, sedangkan di Medan saja, ada 2.500 UMKM yang langsung terlibat dalam bisnis pakaian bekas ini. Kenapa kita mau mematikan yang sudah ada dan mau menumbuhkan yang tidak ada?” herdiknya.

Untuk memberikan ketenangan dan kepastian kepada para pedagang, Sugianto bahkan meminta penegak hukum menangkap dirinya sebelum menangkap pedagang pakaian bekas. “Bapak-bapak, saya dengan rendah hati meminta, kalau pun masih ada penangkapan (terhadap pedagang), tolong tangkap dulu saya. Saya Sugianto Makmur dari Fraksi PDI Perjuangan,” tegasnya.

Dia pun mengungkapkan, ketika pemimpin negeri bijak dan penuh welas asih, maka rakyat akan merasa terlindungi dan disayang. “Pemerintah harus mendengar dan mengerti rakyatnya. Rakyat jangan sampai merasa sendirian dan dimusuhi,” pungkasnya. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/