MEDAN, SUMUTPOS.CO – Delapan orang pekerja yang menjadi korban pemutusan kerja secara sepihak oleh PT Kimia Farma segera mengajukan upaya hukum ke pengadilan dan perlindungan hukum ke DPRD Medan.
Pasalnya, pihak Kimia Farma tidak memenuhi permintaan para pekerja untuk mendapatkan haknya selama bekerja saat mediasi di Kantor Disnaker Medan.
“Keputusan yang diajukan oleh pihak Kimia Farma yang hanya bersedia membayar uang satu bulan gaji atau uang kasih sayang, merupakan bukti tidak ada itikad baik penyelesaian permasalahan saat rapat mediasi yang dipimpin Mediator HI Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, Uraida, SE,” ujar Yudi Irsandi SH dan Ishakrudianto Sihite selaku penasehat hukum para pekerja kepada wartawan, usai mediasi, Kamis (4/6).
Didampingi para pekerja, Yudi mengatakan merasa ganjil dengan pihak Mediator HI dalam hal ini Disnaker Medan yang menerima keputusan dari pihak Kimia Farma tanpa mempertimbangkan masa kerja yang telah dilalui oleh pekerja kepada PT Kimia Farma.
“Karena ini sudah jelas melanggar undang-undang Ketenagakerjaan, bahwa para pekerja ini seharusnya sudah menjadi pegawai atau karyawan tetap mengingat masa kerjanya yang rata-rata 5 sampai 6 tahun di Kimia Farma,” katanya.
Masih dalam penuturannya, PT Kimia Farma diduga melakukan kejahatan jasa tenaga kerja dengan menjual kontrak kerja tanpa diketahui oleh pekerja mereka dijual ke perusahaan jasa tenaga kerja tanpa dibuatkan kontrak kerja antara jasa tenaga kerja yang dijadikan mitra PT Kimia Farma denga pekerja.
Tentunya para pekerja yang telah bekerja selama lebih 6 tahun dengan tidak menjadikan mereka sebagai pekerja PKWTT (pekerja tetap) tentunya merasa dirugikan oleh sikap oknum manajemen yang mengambil keuntungan dan para pekerja tak terdaftar di Disnaker Medan.
Anehnya kata dia, perusahaan yang ditunjuk oleh Kimia Farma itu dalam per dua tahunnya diganti. Bahkan pihak pekerja juga tidak pernah menandatangani kontrak kerjanya.
Adapun perusahaan yang ditunjuk yakni Tiffa, Garda Inti Perkasa (GIP) dan Graha Mandiri Brata (GMB). “Nah saat di GMB ini, hanya berlangsung setahun dimana pada April 2018 para pekerja diminta kembali oleh PT Kimia Farma untuk menandatangani kontrak kerja hingga Maret 2020,” sebutnya.
“Namun setelah kontrak berakhir pihak perusahaan tidak lagi melakukan perpanjangan kontrak kerja sehingga para pekerja mengajukan protes dan meminta hak-hak mereka selama bekerja di Kimia Farma diberikan,” pungkas Yudi.
Terkait hal ini, Anggota Fraksi PAN DPRD Medan Edy Syahputra, mendukung upaya para pekerja untuk mendapatkan haknya kembali. “Bila dilihat masa kerjanya mereka seharusnya sudah berstatus karyawan atau pegawai tetap,” katanya.
Untuk itulah ia meminta para pekerja membuat surat ke DPRD Medan. Dan melalui pimpinan DPRD Medan segera mengusulkan memanggil pihak PT Kimia Farma dan para pekerja terkait pemutusan kontrak kerja secara sepihak tersebut. (man/ila)