25.6 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Rencana Pergub Penganti Perda P-APBD, Tak Jadi Masalah…

Rurita Ningrum
Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara,

Rencana penyusunan Peraturan Gubernur sebagai pengganti Perda P-APBD Sumut 2018 yang tidak dibahas, dinilai tak menjadi masalah. Namun ada anggapan bahwa komunikasi politik yang dibangun kurang tepat Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara, Rurita Ningrum mengatakan, bahwa dalam hal penganggaran, tidak ada masalah ketika Gubernur ingin membuat Pergub mengganti Perda P-APBD yang tidak ada.

Selama, diyakini pendapatan bisa menutupi biaya belanja. Sebab pada dasarnya, Perda dimaksud adalah untuk melihat apakah ada prediksi perubahan dari APBD yang biasanya disahkan akhir tahun sebelumnya.

“Tetapi memang antara keduanya kita harapkan saling berkomunikasi dengan baik. Karena kan tujuannya untuk kepentingan rakyat. Tentu ini kejadian luar biasa,”kata dia.

Menurutnya, sikap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang tidak menandatangani hasil kesepakatan Banggar dan TAPD, bisa saja karena di tahap awal kepemimpinan, harus banyak belajar menyesuaikan. Namun apapun alasannya, harus ada analisis dan rasionaliaasi.

Sementara Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, pihaknya bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bertemu di Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana diketahui, dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tidak disetujui dewan karena yang diberikan di paripurna pembahasan, berbeda dari yang sudah dibahas dua belah pihak.

“Menyajikan dokumen berbeda dengan yang diparaf para pihak (TAPD dan Banggar) sesungguhnya pelecehan terhadap DPRD, dan masuk kategori pelanggaran hukum. Rapat antara Banggar DPRD dan TAPD merupakan rapat resmi dan memiliki dasar hukum, sehingga kesepahaman yang dihasilkan tidak dapat diubah begitu saja oleh pihak manapun termasuk Gubernur,” ujar Sutrisno, Jumat (4/10).

Persoalan ini muncul, katanya, kemungkinan diakibatkan karena ketidakpahaman Gubernur memahami bahwa TAPD adalah utusan kepala daerah, yang berwenang membahas anggaran bersama Banggar DPRD Sumut. Sehingga, tidak ada alasan membatalkan secara sepihak terhadap kesepahaman yang telah dicapai antara TAPD dan Banggar.

“Pimpinan dan Anggota DPRD kecolongan terhadap tindakan dari oknum yang menyajikan dokumen yang berbeda antara yang dibagi di sidang paripurna dengan dokumen yang telah dibubuhi paraf kesepahaman pimpinan DPRD dan Ketua TAPD,” paparnya.

Perubahan dokumen yang dibagikan pada paripurna lalu, kata Sutrisno, adalah tanggungjawab Sekretaris DPRD dan Ketua TAPD. Bahan, katanya, ada kesan kesengajaan memberikan dokumen berbeda dengan yang telah disepakati dan dibubuhi paraf. Karena menurut informasi, ada dua dokumen yang diserahkan Sekretaris DPRD Sumut, yakni Aisha diparaf dan yang belum.

“Dari fakta tersebut, maka sejak awal sudah ada niat yang tidak baik dalam proses ini. Maka penolakan DPRD terhadap dokumen KUPA-PPAS Perubahan semata- mata untuk memastikan bahwa semua tahapan pembahasan sesuai dengan regulasi. Maka, jika dari proses ini ada pihak yang harus bertanggungjawab jika ada pelanggaran hukum, maka Gubernur, Ketua TAPD, dan Sekretaris DPRD yang bertanggung jawab,” katanya. (bal)

Rurita Ningrum
Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara,

Rencana penyusunan Peraturan Gubernur sebagai pengganti Perda P-APBD Sumut 2018 yang tidak dibahas, dinilai tak menjadi masalah. Namun ada anggapan bahwa komunikasi politik yang dibangun kurang tepat Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara, Rurita Ningrum mengatakan, bahwa dalam hal penganggaran, tidak ada masalah ketika Gubernur ingin membuat Pergub mengganti Perda P-APBD yang tidak ada.

Selama, diyakini pendapatan bisa menutupi biaya belanja. Sebab pada dasarnya, Perda dimaksud adalah untuk melihat apakah ada prediksi perubahan dari APBD yang biasanya disahkan akhir tahun sebelumnya.

“Tetapi memang antara keduanya kita harapkan saling berkomunikasi dengan baik. Karena kan tujuannya untuk kepentingan rakyat. Tentu ini kejadian luar biasa,”kata dia.

Menurutnya, sikap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang tidak menandatangani hasil kesepakatan Banggar dan TAPD, bisa saja karena di tahap awal kepemimpinan, harus banyak belajar menyesuaikan. Namun apapun alasannya, harus ada analisis dan rasionaliaasi.

Sementara Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, pihaknya bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bertemu di Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana diketahui, dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tidak disetujui dewan karena yang diberikan di paripurna pembahasan, berbeda dari yang sudah dibahas dua belah pihak.

“Menyajikan dokumen berbeda dengan yang diparaf para pihak (TAPD dan Banggar) sesungguhnya pelecehan terhadap DPRD, dan masuk kategori pelanggaran hukum. Rapat antara Banggar DPRD dan TAPD merupakan rapat resmi dan memiliki dasar hukum, sehingga kesepahaman yang dihasilkan tidak dapat diubah begitu saja oleh pihak manapun termasuk Gubernur,” ujar Sutrisno, Jumat (4/10).

Persoalan ini muncul, katanya, kemungkinan diakibatkan karena ketidakpahaman Gubernur memahami bahwa TAPD adalah utusan kepala daerah, yang berwenang membahas anggaran bersama Banggar DPRD Sumut. Sehingga, tidak ada alasan membatalkan secara sepihak terhadap kesepahaman yang telah dicapai antara TAPD dan Banggar.

“Pimpinan dan Anggota DPRD kecolongan terhadap tindakan dari oknum yang menyajikan dokumen yang berbeda antara yang dibagi di sidang paripurna dengan dokumen yang telah dibubuhi paraf kesepahaman pimpinan DPRD dan Ketua TAPD,” paparnya.

Perubahan dokumen yang dibagikan pada paripurna lalu, kata Sutrisno, adalah tanggungjawab Sekretaris DPRD dan Ketua TAPD. Bahan, katanya, ada kesan kesengajaan memberikan dokumen berbeda dengan yang telah disepakati dan dibubuhi paraf. Karena menurut informasi, ada dua dokumen yang diserahkan Sekretaris DPRD Sumut, yakni Aisha diparaf dan yang belum.

“Dari fakta tersebut, maka sejak awal sudah ada niat yang tidak baik dalam proses ini. Maka penolakan DPRD terhadap dokumen KUPA-PPAS Perubahan semata- mata untuk memastikan bahwa semua tahapan pembahasan sesuai dengan regulasi. Maka, jika dari proses ini ada pihak yang harus bertanggungjawab jika ada pelanggaran hukum, maka Gubernur, Ketua TAPD, dan Sekretaris DPRD yang bertanggung jawab,” katanya. (bal)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/