25.7 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Survei Depeda Tidak Masuk Akal

foto: Aminoer Rasid/Sumut Pos Buruh demo di depan kamtor Gubsu
foto: Aminoer Rasid/Sumut Pos
Buruh demo di depan kamtor Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2015 batal diumumkan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, Rabu (5/11). Pasalnya, orang nomor satu di Pemprov Sumut itu hingga kemarin masih berada di Jakarta untuk mengikuti rapat koordinasi dengan Presiden Jokowi terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang bakal diterapkan pemerintah pusat.

“Pak Gubernur masih di Jakarta, jadi tunggu beliau pulang baru akan diumumkan,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumut Bukit Tambunan kepada Sumut Pos, Rabu (5/11).

Sesungguhnya, sebelumnya pun Bukit sudah mengisyaratkan jika Gubsu akan kembali menunda pengumuman UMP 2015. “Gubernur kan sedang rapat dengan Presiden di Jakarta. Kalau besok beliau datang (hari ini, Red), mungkin akan diumumkan. Jadi, kalau tidak besok, â€Ĥ ya lusa,” ujarnya.

Kata Bukit, selama tiga tahun terakhir Pemprov Sumut selalu tepat waktu mengumumkan UMP. Menurutnya, keterlambatan pengumuman UMP juga dilakukan Pemprov lainnya. Ia mengaku tidak tahu apakah Gubernur akan mengubah besaran UMP yang direkomendasikan Dewan Pengupahan. “Saya tidak tahu. Itu kewenangan Gubernur. Semuanya akan disesuaian dengan  rekomendasi atas survei dari Dewan Pengupahan Daerah,” terangnya.

Beruntung, serikat pekerja buruh di Sumut pun ternyata tidak mendesak agar UMP ditetapkan secepatnya. Hanya saja, mereka tetap menuntut agar UMP 2015 sebesar Rp2 juta dan meminta Gubsu menolak usulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut.

“Bagi kita, sebenarnya tidak harus terburu-buru juga. Karena di daerah lain juga masih ada yang belum memutuskan itu (UMP),” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Sumut, Minggu Saragih kepada Sumut Pos, di Medan, Rabu (5/11).

Menurut Saragih, perwakilan serikat pekerja buruh yang masuk dalam Depeda tidak memperjuangkan dan mencerminkan aspirasi kaum buruh. Katanya, usulan dari survei Depeda tidak masuk akal. “Seperti untuk harga daging sapi atau lembu, dari survei mereka ditetapkan harga Rp57 ribu. Sementara survei yang kita lakukan harganya justru Rp85 ribu. Daging apa harganya Rp57 ribu? Jadi bukan perkara kita dilibatkan atau tidak, kalau survei mereka sesuai fakta dan harga di pasar, kami pikir tidak akan dikritisi,” bebernya.

Mengenai UMP yang disebut Depeda hanya sebagai jaring pengaman, karena yang dipakai adalah upah minimum kabupaten/kota (UMK), ia mengatakan itu hanya alasan saja. “Alasan saja UMP jaring pengaman, tapi kalau pengamannya tidak dijaring-jaring, kan sama saja. Jangan sampai kita (Sumut, Red) jadi provinsi dengan kenaikan UMP terendah dibanding daerah lain di Indonesia,” sebutnya.

Dia menegaskan pihaknya konsisten menuntut UMP Rp2 juta, mengingat lagi pemerintah pusat segera menaikkan harga BBM, otomatis segala kebutuhan bahan pokok ikut naik. “Inilah yang kita tuntut agar Gubsu meneken UMP sebesar Rp2 juta. Kemudian untuk UMK Sergei Rp2,2 juta, UMK Deliserdang Rp2,4 juta,” pungkasnya.

Pihaknya meminta Gubsu untuk menolak usulan Dewan Pengupahan Daerah Sumatera Utara kenaikan UMP hanya Rp100 ribu. Sebab dari survei yang dilakukan pihaknya seperti di Kabupaten Serdangbedagai, UMP selayaknya di atas Rp2 jutaan. “Pada waktu pertemuan dengan Depeda beberapa waktu lalu, kita juga sudah memaparkan hal itu,” sebutnya.

Disinggung bahwa dalam melakukan survey serikat pekerja tidakmelibatkan akademisi, pengusaha dan pekarja, Saragih membantahnya. Dia mengatakan survei yang mereka lakukan sesuai dengan kondisi pasar saat ini. “Memang betul secara legitimasi mereka berhak merekomendasikan kepada gubernur, berapa usulan UMP atas hasil survei yang dilakukan. Tapi begitupun mereka jangan menentukan kenaikan upah sesuka hati mereka,” ungkapnya.

Saragih membantah penolakan yang mereka lakukan karena merasa aspirasi mereka tidak didengarkan Depeda. “Akan tetapi lantaran hasil survei mereka sangat layak kita curigai karena tidak sesuai fakta dengan harga-harga di pasar. Sementara kita punya fakta dan bukan asal ngomong-ngomong saja,” tandasnya. (prn/adz)

foto: Aminoer Rasid/Sumut Pos Buruh demo di depan kamtor Gubsu
foto: Aminoer Rasid/Sumut Pos
Buruh demo di depan kamtor Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2015 batal diumumkan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, Rabu (5/11). Pasalnya, orang nomor satu di Pemprov Sumut itu hingga kemarin masih berada di Jakarta untuk mengikuti rapat koordinasi dengan Presiden Jokowi terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang bakal diterapkan pemerintah pusat.

“Pak Gubernur masih di Jakarta, jadi tunggu beliau pulang baru akan diumumkan,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumut Bukit Tambunan kepada Sumut Pos, Rabu (5/11).

Sesungguhnya, sebelumnya pun Bukit sudah mengisyaratkan jika Gubsu akan kembali menunda pengumuman UMP 2015. “Gubernur kan sedang rapat dengan Presiden di Jakarta. Kalau besok beliau datang (hari ini, Red), mungkin akan diumumkan. Jadi, kalau tidak besok, â€Ĥ ya lusa,” ujarnya.

Kata Bukit, selama tiga tahun terakhir Pemprov Sumut selalu tepat waktu mengumumkan UMP. Menurutnya, keterlambatan pengumuman UMP juga dilakukan Pemprov lainnya. Ia mengaku tidak tahu apakah Gubernur akan mengubah besaran UMP yang direkomendasikan Dewan Pengupahan. “Saya tidak tahu. Itu kewenangan Gubernur. Semuanya akan disesuaian dengan  rekomendasi atas survei dari Dewan Pengupahan Daerah,” terangnya.

Beruntung, serikat pekerja buruh di Sumut pun ternyata tidak mendesak agar UMP ditetapkan secepatnya. Hanya saja, mereka tetap menuntut agar UMP 2015 sebesar Rp2 juta dan meminta Gubsu menolak usulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut.

“Bagi kita, sebenarnya tidak harus terburu-buru juga. Karena di daerah lain juga masih ada yang belum memutuskan itu (UMP),” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Sumut, Minggu Saragih kepada Sumut Pos, di Medan, Rabu (5/11).

Menurut Saragih, perwakilan serikat pekerja buruh yang masuk dalam Depeda tidak memperjuangkan dan mencerminkan aspirasi kaum buruh. Katanya, usulan dari survei Depeda tidak masuk akal. “Seperti untuk harga daging sapi atau lembu, dari survei mereka ditetapkan harga Rp57 ribu. Sementara survei yang kita lakukan harganya justru Rp85 ribu. Daging apa harganya Rp57 ribu? Jadi bukan perkara kita dilibatkan atau tidak, kalau survei mereka sesuai fakta dan harga di pasar, kami pikir tidak akan dikritisi,” bebernya.

Mengenai UMP yang disebut Depeda hanya sebagai jaring pengaman, karena yang dipakai adalah upah minimum kabupaten/kota (UMK), ia mengatakan itu hanya alasan saja. “Alasan saja UMP jaring pengaman, tapi kalau pengamannya tidak dijaring-jaring, kan sama saja. Jangan sampai kita (Sumut, Red) jadi provinsi dengan kenaikan UMP terendah dibanding daerah lain di Indonesia,” sebutnya.

Dia menegaskan pihaknya konsisten menuntut UMP Rp2 juta, mengingat lagi pemerintah pusat segera menaikkan harga BBM, otomatis segala kebutuhan bahan pokok ikut naik. “Inilah yang kita tuntut agar Gubsu meneken UMP sebesar Rp2 juta. Kemudian untuk UMK Sergei Rp2,2 juta, UMK Deliserdang Rp2,4 juta,” pungkasnya.

Pihaknya meminta Gubsu untuk menolak usulan Dewan Pengupahan Daerah Sumatera Utara kenaikan UMP hanya Rp100 ribu. Sebab dari survei yang dilakukan pihaknya seperti di Kabupaten Serdangbedagai, UMP selayaknya di atas Rp2 jutaan. “Pada waktu pertemuan dengan Depeda beberapa waktu lalu, kita juga sudah memaparkan hal itu,” sebutnya.

Disinggung bahwa dalam melakukan survey serikat pekerja tidakmelibatkan akademisi, pengusaha dan pekarja, Saragih membantahnya. Dia mengatakan survei yang mereka lakukan sesuai dengan kondisi pasar saat ini. “Memang betul secara legitimasi mereka berhak merekomendasikan kepada gubernur, berapa usulan UMP atas hasil survei yang dilakukan. Tapi begitupun mereka jangan menentukan kenaikan upah sesuka hati mereka,” ungkapnya.

Saragih membantah penolakan yang mereka lakukan karena merasa aspirasi mereka tidak didengarkan Depeda. “Akan tetapi lantaran hasil survei mereka sangat layak kita curigai karena tidak sesuai fakta dengan harga-harga di pasar. Sementara kita punya fakta dan bukan asal ngomong-ngomong saja,” tandasnya. (prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/